Oleh Ust. Abdullah Haidir, Lc.
Apa Yang Dimaksud Dengan Tanah Haram
Yang saya maksud dengan tulisan ini adalah bahwa di Tanah Haram dan sekitarnya terdapat lapisan-lapisan wilayah yang memiliki kekhususan dan ketentuan syari.
Sebelumnya kita pahami dahulu, bahwa yang dimaksud tanah haram adalah tanah yang dihormati dan kemuliaannya tidak boleh dilanggar. Haram secara bahasa adalah sesuatu yang dihormati dan tidak boleh dilanggar. Ada istilah bulan haram, yaitu empat bulan hijriyah yang dihormati dan kehormatannya tidak boleh dilanggar dengan berperang di dalamnya, yaitu; Rajab, DzulQaidah, Dzulhijjah dan Muharram. Haram (حرم) atau harim (حريم) dalam bahasa Arab juga diartikan isteri. Karena dia adalah wanita yang dihormati, kehormatannya tidak boleh dilanggar oleh orang yang bukan suaminya.
Lapisan Pertama: Ka’bah
Lapisan pertama dari lingkaran tanah haram adalah Ka’bah Al-Musyarrafah.
Ka’bah menurut bahasa berasal dari kata (كعب) artinya sesuatu yang menonjol ke permukaan. Di antara makna ka’ab yang cukup dikenal adalah ‘mata kaki’ (perhatikan surat Al-Maidah ayat 6, tentang membasuh kaki hingga mata kaki saat berwudhu) yang terletak pada persendian antara betis dan telapak kaki dan bentuknya menonjol. Ka’bah dikatakan demikian, karena dia menonjol di atas permukaan bumi. Namun karena bentuk Ka’bah seperti kubus, maka berikutnya, bentuk kubus dalam bahasa Arab disebut dengan istilah muka’ab (مُكعب).
Inilah bangunan yang dalam Al-Quran disebut sebagai bangunan pertama bagi umat manusia (QS. Ali Imran: 96). Ada yang mengatakan telah dibangun sejak zaman Nabi Adam alaihissalam. Bahkan ada riwayat yang mengatakan bahwa Ka’bah telah dibangun oleh para malaikat sebelum diturunkannya Nabi Adam alaihissalam ke muka bumi. Karena itu, Mekah juga disebut sebagau Ummu Qura (induk negeri) yang dapat dipahami sebagai cikal bakal negeri-negeri yang ada di muka bumi. Tapi yang masyhur dan dikisahkan dalam Al-Quran, bahwa Nabi Ibrahim dan Ismail alaihimasalam yang membangunnya sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Baqarah: 127.
Ka’bah ditetapkan sebagai kiblat kaum muslimin (QS. Al-Baqarah: 149). Artinya dia adalah pusat ibadah kaum muslimin, sebagaimana di langit terdapat Baitul Makmur yang menjadi pusat ibadah para malaikat yang dalam riwayat muttafaq alaih setiap hari dimasuki oleh 70 ribu malaikat untuk beribadah. Diriwayatkan pula bahwa yang telah masuk ke dalamnya tidak keluar lagi. Bahkan dalam riwayat Thabrani dan Abu Syaibah disebutkan bahwa posisi Baitul Makmur persis berada di atas Ka’bah, yang jika dia jatuh, akan persis jatuh di atasnya.
(Bersambung…)