Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Bagaimana secara hukum fiqih mengenai hal ini? Bukan ikut-ikutan infotenmen tapi kasus ini cukup menarik secara fiqih. Mualaf menikah secara Islam tetapi kemudian membantah mengucapkan sahadat dan membantah telah menikah secara Islam. Matur sembah nuwun.
Wassalamu’alaikum.wr.wb
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb.
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين، وبعد
Terkait dengan kondisi di atas, harus dipastikan terlebih dahulu, apakah benar menikah dalam kondisi muallaf (telah kembali kepada Islam) dan secara Islam atau menikah dalam kondisi masih non-muslim?
Jika si pria menikah dalam kondisi masih sebagai non-muslim, maka jelas pernikahan tersebut tidak sah. Para ulama sepakat bahwa tidak boleh seorang muslimah menikah dengan pria non-muslim berdasarkan firman Allah dalam surat al-Baqarah: 221 dan al-Mumtahanah: 10). Kalau pernikahan tersebut tetap dilangsungkan, maka merupakan dosa besar dan dianggap sebagai sebuah perzinahan.
Namun jika si pria sempat menjadi muallaf (kembali kepada islam) lalu menikah dengan cara Islam, lalu sesudah menikah tidak mengakui keislamannya, artinya kembali menjadi non-muslim, maka sebagai berikut:
1. Jika mereka sudah “bercampur” lalu salah satu dari mereka murtad (keluar dari Islam), maka keduanya dipisahkan sampai masa iddah isteri selesai. Apabila di masa iddah ia kembali kepada Islam, pernikahannya tetap bisa dilanjutkan. Namun bila tidak kembali kepada Islam sampai masa iddah selesai, maka pernikahannya tak bisa dilanjutkan.
2. Jika proses murtadnya terjadi sebelum mereka “bercampur”, maka pernikahan tersebut segera difasakh dan batal dengan sendirinya.
Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Sumber: http://www.syariahonline.com/v2/nikah-a-keluarga/2976-nikah-lalu-kembali-ke-agama-semula.html