Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc.
Syarah Bulughul Maram, Bab Puasa (4); Hadits 654
وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: تَرَاءَىاَلنَّاسُ اَلْهِلاَلَ, فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنِّيرَأَيْتُهُ, فَصَامَ, وَأَمَرَ اَلنَّاسَ بِصِيَامِهِ (رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُحِبَّانَ, وَالْحَاكِمُ)
Dari Ibnu Umar ra, diaberkata, “Orang-orangberusaha melihat hilal. Maka aku sampaikan kepada Rasulullah shallallahualaihi wa sallam, bahwa aku telah melihatnya. Maka beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa.” (HR. Abu Daud.Dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim)
Hadits 655
وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّأَعْرَابِيًّا جَاءَ إِلَى اَلنَّبِيِّ صلىالله عليه وسلم فَقَالَ: ” إِنِّيرَأَيْتُ اَلْهِلاَلَ, فَقَالَ: ” أَتَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اَللَّهُ?” قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: ” أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اَللَّهِ?” قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: ” فَأَذِّنْ فِي اَلنَّاسِ يَا بِلَالُ أَنْ يَصُومُواغَدًا (رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ ، وَرَجَّحَالنَّسَائِيُّ إِرْسَالَهُ)
Dari Ibnu Abbas ra, “Seorang badui mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam, lalu dia berkata, ‘Sungguh aku telah melihat hilal.’ Maka beliau berkata, ‘Apakah engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang disembah selain Allah?’ Dia berkata, ‘Ya’ Beliau bersabda,’Apakah engkau bersaksi bahwa Muhamad adalah utusan Allah?’ Beliau berkata,’Ya’. Beliau berkata, ‘Wahai Bilal, umumkan kepada orang-orang agar besok mereka berpuasa.” (HR. Perawi yang lima. Dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. An-Nasai menguatkan bahwahadits ini mursal)
Catatan: Hadits mursaladalah hadits yang diiriwayatkan oleh tabi’in dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tanpa menyebutkan sahabat sebagai rangkaian perawinya. Umumnya hadits mursal dikatagorikan sebagai hadits dha’if.
Pemahaman danKesimpulan:
– Kedua hadits di atas menunjukkan bahwa praktek yang telah dilakukan untuk menetapkan awal Ramadan pada zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah dengan cara melihat (rukyat) hilal. Dan untuk itu hendaknya melibatkan anggota masyarakat.
– Jika ada seorang yang dianggap ‘adil’ (beriman bertakwa dan dikenal lurus kepribadiannya) mengaku melihat hilal, maka laporannya dapat diterima dan dijadikan patokan.
– Ketentuan ‘adil’ sebagai syarat diterimanya rukyat seseorang disimpulkan dari prinsip bahwa para shahabat secara umum dikatagorikan sebagai orang yang ‘adil’, maksudnya adalah orang yang dikenal baik ketakwaannya dan lurus kepribadiannya.
– Diperdebatkan tentang jumlah minimal orang yang melihat hilal sehingga penglihatannya diterima. Berdasarkan zahir hadits di atas, satu orang yang melihat hilal, selama dia telah diketahuil keadilannya sudah cukup untuk menetapkan awal Ramadan.
– Zahir hadits menunjukkan bahwa orang yang melihat hilal, hendaknya melapor kepada pemimpin.Berikutnya pemimpin mengecek kebenaran orang yang menyampaikan. Kemudian pemimpin mengumumkan awal puasa ke tengah masyarakat. Masing-masing tidak mengumumkan sendiri-sendiri hasil dari kesimpulannya.
– Jika mekanisme ini dipegang dan dipatuhi, akan cukup membantu untuk mengatasi kesimpangsiuran informasi terkait awal dan akhir Ramadan yang sering membingungkan masyarakat.
(Manhajuna/AFS)