Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Hikmah / Menjemput Rezeki Penuh Berkah
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Menjemput Rezeki Penuh Berkah

Oleh: Ustadz Fir’adi Nasruddin, Lc.

» لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا «

“Sekiranya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sebenar-benarnya, sungguh kalian akan diberi rizki (oleh Allah), sebagaimana seekor burung diberi rizki; di mana ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi, no. 2344 dan Ibnu Majah, no. 4164).

Saudaraku,
Ada sebagian orang tua yang tidak ingin memiliki banyak anak, karena alasan ekonomi yang belum mapan. Tidak ingin menyengsarakan anak dan alasan lainnya. Padahal setiap anak yang lahir ke dunia ini, sudah membawa jatah rezekinya masing-masing. Semua memiliki pintu rezekinya sendiri-sendiri.

Apa yang menjadi jatah kita, tidak akan berpindah ke tangan orang lain, dengan jalan dan cara apapun. Bila sampai berpindah ke tangan orang lain berarti bukan jatah rezeki kita. Sebaliknya, apa yang memang bukan jatah kita, tidak akan menghampiri kita, walaupun kita mengejarnya dengan kucuran keringat.

Saudaraku,
Setiap kita mendambakan kebahagiaan hidup dalam bentuk apapun. Dan tentu semua kita sepakat bahwa salah satu sumber kebahagiaan hidup kita ‘dalam ukuran duniawi’ adalah harta. Artinya kebahagiaan kita semakin membuncah manakala kran-kran rezeki kita terus mengucur tak behenti. Oleh karena itu Allah menyuruh kita mengejar kebahagiaan hidup di akherat sana, namun tidak melupakan menggapai kesenangan di dunia ini. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.” (QS. Al-Qashash: 77).

Agar rezeki kita berlimpah, mencukupi kebutuhan hidup dan penuh barakah, perlu kita menggali sumber-sumber rezeki kita dan kita punyai kunci-kunci pembuka pintu rezeki, sebagaimana dijelaskan Fadhl Ilahi dalam bukunya ‘mafatih al-rizqi’ ada sepuluh kunci, di antaranya:

Pertama, memperbanyak Istighfar

Pengalaman hidup mengajari kita bahwa tidak semua yang menjadi obsesi dan rencana kita, dapat kita gapai dengan mulus. Tidak semua keinginan kita sesuai dengan realita yang kita hadapi. Berarti di sana ada unsur-unsur lain yang juga berperan memuluskan rezeki kita.

Mungkin kita pernah merasakan kran-kran rezeki kita tersumbat, hal itu bukan karena kita tidak berhak mendapatkan jatahnya. Akan tetapi rezeki itu terlambat datang atau bahkan tidak menyapa kita sama sekali, lantaran dosa yang pernah kita lakukan dalam hidup kita.

Rasulullah s.a.w pernah menjelaskan permasalahan ini dalam sabdanya; “Sesungguhnya seseorang terjauhkan dari rezeki disebabkan oleh perbuatan dosa yang diperbuatnya.” (HR Ahmad).

Begitu pula rezeki yang terlepas dari genggaman kita, mungkin pula karena dosa yang kita lakukan. Dan kisah tragis yang menimpa Karun dan kekayaannya, merupakan contoh teramat dekatnya hubungan antara dosa dan rezeki.

Istighfar adalah pengakuan yang tulus akan kelemahan diri di hadapan Allah yang Maha Kuat dan Maha Kaya. Pengakuan atas dosa yang sangat tidak layak kita lakukan setelah segala kenikmatan kita terima. Istighfar inilah yang akan menyebabkan bumi menjadi basah setelah sekian lama kering kerontang, harta menjadi berlimpah, dan kebun-kebun menjadi hijau.

Bila kita sering mengalami kegagalan dalam hidup. Atau hilangnya rezeki yang ada digenggaman kita. hal itu bisa jadi karena ada dosa yang terselip di antara perilaku kita sehari-hari. Sudah seyogyanya kita banyak melantunkan senandung istighfar, agar pembatas antara diri kita dan rezeki kita menjadi hilang.

Kedua, meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan menunaikan hak-hak harta

Pada harta kita ada hak orang lain. Sebagai seorang mukmin, kita merasakan bahwa kenikmatan harta milik kita tidak hanya dinikmati oleh diri kita dan keluarga. Akan tetapi orang lain (yang memerlukan) juga memiliki hak untuk merasakan keberkahan harta kita. Hak harta yang semestinya kita tunaikan ada yang wajib seperti zakat dan ada pula yang sunnah seperti sedekah dan infaq.

Sejatinya hak-hak harta yang kita tunaikan, kebaikannya akan kembali kepada diri kita sendiri. Dalam rangka membersihkan jiwa kita dari hub al-dunya (terbelenggu kecintaan terhadap dunia), dan juga untuk membersihkan harta itu sendiri.

Bila saja orang-orang kaya di negeri kita, menunaikan hak-hak harta mereka, niscaya tidak akan pernah kita saksikan lagi jeritan perih menyayat hati para dhu’afa dan tetesan air mata duka dari anak-anak terlantar, perampokan, penjambretan dan pembegalan menjadi sepi ditelan masa.

Kita merindukan terwujudnya kemakmuran rakyat dan melimpahnya rezeki yang pernah dirasakan umat pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis. Tidak seorangpun yang mau menerima zakat, karena semua orang menganggap dirinya telah mampu. Sehingga Baitul mal menjadi penuh dengan harta-harta zakat dan sedekah. Padahal masa pemerintahan khalifah yang adil dan zuhud ini, tidak mencapai tahun.

Ketiga, memperbanyak Silaturrahim

Sepintas, terkesan tak ada korelasinya antara rezeki dengan silaturrahim. Tapi inilah rahasia yang menyelimuti rezeki kita. Dengan silaturrahim terbukalah tabir penutup antara kita dengan rezeki kita. Terkadang dengannya kita temukan peluang-peluang rezeki yang sebelumnya tersumbat. Karena silaturrahim kita mendapatkan informasi tentang peluang-peluang rezeki dan lain-lain.

Maka marilah kita memperbanyak silaturrahim agar pintu rezeki kita semakin luas terbentang. Bersabda Rasul junjungan kita, “Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan usianya, sambunglah tali silaturrahim.” Muttafaq ‘alaih.

Keempat, mempertebal kekuatan tawakkal.

Kita tidak pernah meragukan bahwa jatah rezeki kita telah ditentukan. Namun bukan berarti kita hanya diam menunggu kucuran rahmat dari langit tanpa pernah berusaha menjemput rezeki kita.

Umar bin khattab mencela perilaku pemuda di masjid yang hanya menengadahkan tangannya ke langit, memohon turunnya rezeki dari-Nya, dengan teguran yang keras, “Sesungguhnya langit tidak akan pernah menurunkan hujan emas dan perak.”

Keindahan tawakkal pernah dilukiskan oleh Rasulullah dalam sabdanya; “Jika kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Allah akan memberimu rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada seekor burung, ia pergi di pagi hari dengan perut kosong dan kembali di petang hari dengan perut kenyang.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Burung adalah lambang kesungguhan tawakkal. Di pagi hari ia mengepakkan sayapnya, meninggalkan sarang dan keluarganya. Lalu sore hari ia kembali pulang dengan membawa hasil rezeki buat keluarganya.

Dengan kelebihan yang dianugerahkan Allah kepada kita, tentunya kita lebih pandai dan cerdik dalam mengais rezeki dari pada seekor burung. Kita memiliki perencanaan yang matang, teori dan ilmu serta tips mengais rezeki sebanyak mungkin. Dan kemudian kita tawakkal dan pasrah dalam keridhaan terhadap apa yang menjadi rezeki kita.

Kelima, memperbanyak sedekah

Dalam hitungan kita, dengan sedekah harta kita akan berkurang. Rezeki kita menjadi sempit. Tapi tidak dalam pandangan Allah, justru harta kita semakin bertambah. Bahkan setiap pagi, berdasarkan hadits yang shahih, Allah mengirim dua malaikat kepada kita. Yang satu, mendo’akan keberkahan harta jika kita memulai hari dengan sedekah. Dan yang lain mendo’akan kebinasaan harta, jika kita memulai hari dengan menahan harta tanpa menyedekahkannya.

Saudaraku,
Akhirnya kepada Allah kita memohon. Agar pintu-pintu rezeki terbuka buat kita. dan diberikan-Nya kunci dan cara untuk membuka pintu-pintu itu. Namun bila berbagai usaha telah kita lakukan, tapi rezeki dan harta kita tetap tidak berlimpah. Kita jangan berkecil hati dan berduka. Ingatlah bahwa rezeki bukan hanya pada harta benda.

Keturunan yang shalih adalah rezeki. Ilmu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain adalah rezeki. Rasa aman dan damai adalah rezeki. Kita lahir, hidup dan kemudian meninggal dunia dalam keimanan dan keistiqamahan adalah rezeki yang tiada tara indahnya. Wallahu A’lam bishawab.

(Manhajuna/GAA)

(Visited 970 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Rajab, Sya’ban dan Ramadhan

Manhajuna – Bulan rajab baru saja datang, dan berlalu tanpa terasa. Setelahnya adalah sya’ban, kemudian bulan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *