Manhajuna.com – Secara naluriah bila manusia banyak mengingat kesalahan maka ia akan berusaha agar tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama di lain waktu, disinilah kemudian merenung menjadi penting dalam kehidupan kita. Bagus sekali apa yang diriwayatkan dari Mihran bin Maimaun, dia berkata, “Seorang hamba tidak akan bertakwa sebelum dia menghisab dirinya sendiri sebagaimana dia menghisab rekan kerja-nya; dari mana pakaiannya dan dari mana makanannya”.
Saudaraku, merenung jelas berbeda dengan melamun, apalagi mengkhayal. Orang yang merenung biasanya disertai dengan berpikir dan introspeksi. Membuka lembaran yang telah lewat, mengkoreksinya dan merencanakan langkah kedepan dengan lebih baik. Namun merenung bukan berarti hanya berpikir tentang diri sendiri atau sesama mansia. Merenung juga diperlukan terhadap alam sekitar; matahari, bulan, langit, bintang, laut, sungai dsb. Sebagai seorang mukmin, sudah seharusnya kita merenungi tanda-tanda kekuasaan Allah yang terhampar disekeliling kita. Orang yang sering merenung akan tampak lebih dewasa dan lebih bijak dalam bersikap.
Allah SWT berfirman:
ان في خلق السماوات والارض واختلاف الليل والنهار لايات لاولي الالباب
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS: Ali Imron:190)
Islam tidak mengajarkan umatnya untuk melamun apalagi mengkhayal. Bahkan islam mengecam orang yang selalu hidup dalam lamunan, khayalan dan impian. Islam menginginkan agar umatnya hidup dalam realita, alam nyata dan penuh perencanaan yang matang. Hidup harus dengan perhitungan dan pertimbangan yang matang. Bukan serba angan-angan, dengan kata-kata jikalau, kalau saja, seandainya, andaikata, yang semuanya itu serba tidak pasti lagi mengambang.
Dalam AlQuran, banyak sekali ayat-ayat yang mengabarkan dan memerintahkan kita agar mempergunakan akal untuk berpikir dan merenung. Allah Subhanallohu wa Ta’ala berfirman: (Al Hasyr:18).
يا ايها الذين امنوا اتقوا الله ولتنظر نفس ما قدمت لغد واتقوا الله ان الله خبير بما تعملون
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Sedang dalam ayat lain disebutkan dalam Adz-Dzariyat:21;
وفي انفسكم افلا تبصرون
“dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”
Adapun dalam sunnah disebutkan, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa sallam bersabda,
“Orang yang cerdas adalah yang menghitung dirinya dan berbuat untuk setelah mati” (HR. At-Tirmidzi dari Syaddan bin Aus)
Masih sangat banyak, dalil-dalil dari AlQuran dan Sunnah, serta atsar dari para salafus shaleh yang berbicara masalah perenungan introspeksi, kontempelasi, refleksi dan penyadaran dri. Sering-seringlah bertanya kepada diri-sendiri apakah keislaman kita sudah sesuai yang diharapkan Allah dan Rosul-Nya, apakah yang selama ini kita lakukan dan yakini telah sesuai menurut pemahaman yang benar.
Terkadang kita merasa sudah menjadi seorang mukmin yang benar-benar beriman. Namun, setelah kita mengetahui hakekat iman dan memahami kriteria mukmin yang sempurna, kita pun tersadar bahwa ternyata kita masih berada disimpang jalan. Kita masih perlu memperbaiki, meningkatkan, memperbarui dan menjaga iman kita.
Pun mungkin kita merasa sudah menjadi seorang muslim yang baik, ikhlas, tawakal dan beradab, tawadhu, adil dan seterusnya. Akan tetapi ternyata kita masih jauh panggang dari api. Bahkan tidak sedikit diantara kita yang sebelumnya merasa sudah bermanfaat bagi agama dan berhati bersih. Namun diri ini tercenung dan merenung bahwa apa yang kita pahami dan lakukan belum sesuai dengan harapan.
Marilah saudaraku rajinlah merenung, semoga kita dikaruniai hati yang peka dan lembut oleh Allah…amin.
Sumber: Dirangkum dari Abduh Zulfidar Akaha Lc. Dalam pengantar buku” Sejenak merenungi diri” terjemah dari وقفات مع النفس penerbit almaktabah –at-taufiqiyyah, Kairo.
(Manhajuna/AS)