Oleh : Abu Kautsar
Rasulullah SAW bersabda :
أَحْبِبْ حَبِيبَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ
بَغِيضَكَ يَوْمًا مَا، وأَبْغَضْ بَغِيضَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ حَبِيبَكَ يَوْمًا مَا
(رواه البخاري في الأدب والمفرد وصحيحه الأ لباني )
“Cintailah sahabat dekatmu sesederhana mungkin, barangkali satu hari nanti ia menjadi orang yang kamu benci dan bencilah dengan benci sesederhana mungkin karena siapa tahu satu hari nanti ia akan menjadi sahabat dekatmu”. HR. Bukhari dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad
Hadits ini menjelaskan bahwa hendaknya seorang muslim dalam mencintai sesuatu tidak berlebihan karena Allah SWT memperingatkan hamba-hambanya menjadi hamba yang moderat dalam segala hal sebagaimana Firmanya:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا
“Dan demikianlah kami menjadikan kalian umat yang moderat“. [QS. Al-Baqarah :143]
Sebaik-baiknya urusan adalah yang pertengahan termasuk dalam menuangkan rasa cinta dan rasa benci, takutlah pada suatu hari nanti keduanya akan berbalik dan pokok hadits tersebut sangat jelas peringatan tentang pentingnya sikap moderat.
Umar bin Khattab pernah berkata: ”Janganlah Cinta membuatmu terbelenggu oleh beban yang berat, dan janganlah rasa bencimu membuatmu hancur lebur”.
Maksudnya adalah agar terhindar dari hal-hal yang berlebihan, seperti rasa ketergantungan, rasa cinta terhadap sahabat sampai membebani diri dengan beban berlebihan dalam upaya memberi dan melayani atau mendekati, karena cinta terbaik bukan harus memberi memaksakan yang terbaik dalam rangka memenuhi hak persahabatan.
Hak-hak persahabatan dan persaudaraan harus tetap ditunaikan seperti memberi nasehat sekuat tenaga agar tetap dalam kebenaran dan masing-masing tetap menjaga dalam koridor kebenaran dan ini tidak termasuk dalam hal yang berlebihan (Adabud-Dunya Waddin)
Imam Asy-Syafii’ dalam puisinya mengatakan: “Nasehatilah diriku di kala sendiri jangan kau nasihati aku di tengah keramaian, karena nasihat di muka umum adalah bagian dari penghinaan yang tak suka aku mendengarnya”.
Berlebihan dalam mencinta seseorang atau sahabat bisa melemahkan persahabatan, lebih baik punya rasa yang cinta yang perlahan tapi terus menanjak daripada cinta yang cepat naik namun cepat surut seketika bagaikan angin yang datang sesegera pergi dengan seketika.
Adi bin Zaid dalam puisinya:
“Jangan berpikir kamu tidak akan dimusuhi oleh orang yang tinggal dekat denganmu, dan jangan berpikir seorang sahabat tak akan bosan lalu pergi menjauh darimu”.
Agama Islam yang agung mengajarkan umatnya bagaimana menempatkan rasa cinta dalam persahabatan yang baik diantara mereka, yang paling baik adalah siapa yang banyak memiliki rasa cinta terhadap sahabatnya sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
” مَا تَحَابَّ رَجُلانِ فِي اللَّهِ إِلا كَانَ أَحِبَّهُمَا إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَشَدُّهُمَا حُبًّا لِصَاحِبِهِ “
“Tidaklah dua orang saling mencintai karena Allah kecuali yang paling besar rasa cintanya di antara keduanya adalah yang paling mulia“.(HR. At-Tabrani)
Fenomena ringkihnya rasa cinta dalam persahabatan biasanya banyak disebabkan oleh rasa tidak lapang dada, keras kepala tidak mau mendengar nasehat dan berburuk sangka. Indah nian lantunan do’a Nabi Allah Dawud ‘alaihissalaam tentang cinta, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu cintaMu dan cinta orang-orang yang mencintaiMu dan aku memohon kepadaMu perbuatan yang dapat mengantarku kepada cintaMu. Ya Allah, jadikanlah cintaMu lebih kucintai daripada diriku dan keluargaku serta air dingin”. Dan bila Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengingat Nabi Daud ’alaihissalaam, beliau menggelarinya sebaik-baik manusia dalam beribadah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)
(Manhajuna/IAN)