Alih Bahasa: Kang Aher
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim ( 2956) dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallahu alaihi wa sallam bersabda: “Dunia adalah penjara orang beriman dan ‘surga’nya orang kafir.”
Hadits ini menjadi hiburan besar bagi kaum beriman, laki-laki dan perempan, di dunia ini.
Setiap mukmin merasa bahwa ia terikat dengan perintah-perintah Allah. Ia tidak berani melakukan sesuatu padahal ia bisa melakukannya. Bahkan ia akan selalu mempertimbangkan akan balasan yang keras dan akibat yang sangat buruk, persis laksana orang yang dipenjara.
Kemudian, terkadang ia melihat dari ‘jendela penjaranya’ (dunia) adanya orang-orang yang menikmati kehidupan mereka berkenaan dengan pandangan, pakaian serta makan dan minum mereka. Sementara dirinya tidak dapat menikmati itu semua karena satu dan lain sebab. Lantas ia berharap, cepat atau lambat, untuk mendapatkan ganti yang indah tiada terbatas, ketika ia keluar dari ‘penjara’nya menuju rahmat dan surga abadi di akhirat.
Ia hidup di dunia ini, sementara tangan dan kakinya terikat dengan aturan-aturan syar’i, berupa perintah atau pun larangan. Tidak diperkenankan baginya untuk larut dalam luapan syahwat (hasrat) yang diharamkan, seperti tergantung dengan urusan keduniaan dan menjadikan dunia sebagai obsesi tertinggi baginya dan puncak ilmunya dengan melupakan Allah dan surga yang ada di kampung akhirat.
Yang ia jalani dalam hidup ini adalah seperti yang dijalani oleh orang yang berada dalam penjara. Ia selalu terasing dan dalam kesendirian dari waktu ke waktu, meski di dalam ‘penjara’ itu sebenarnya ia tidaklah seorang diri. Yang namanya ditahan dan dipenjara itu tetap saja kesepian. Ia tidak menemukan bagi dirinya penghangat dari orang yang di sekelilingnya yang diharap dapat menormalkan detak jantungnya, kecuali kerinduannya untuk kembali ke kampung halamannya yang asli dan rumahnya yang abadi di surga yang penuh dengan kenikmatan; meski penjara tersebut dihias sedemikian rupa.
Sebab, sekalipun ia dapat menikmati hal-hal mubah dari dunianya serta merasa senang dan bahagia dalam sekian banyak keadaaan, namun bagaimanapun ia tetap berada dalam penjara. Apalagi jika dibandingkan dengan segala kenikmatan yang disiapkan oleh Allah kepadanya, yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga dan tidak pernah terpikir dalam benak manusia. Di sana, di surga, tempat istirahatnya para ahli ibadah.
Maka keteguhan di bawah naungan jendela duniawi ketika melihat kesenangan kaum kuffar yang menikmati dunia di dalam surga mereka, seringkali menyedihkan hati orang beriman, sedikit atau banyak. Akan tetapi, surga itu dengan segala kenikmatan yang ada di dalamnya, memang memerlukan kesabaran yang indah untuk meraihnya, siap menahan diri serta memerluan penantian yang panjang. Oleh karena itu teguhlah kalian di atas keimanan, semoga Allah merahmati kalian.
Umar bin Khatthab radhiyallahu anhu menceritakan: “Rasulullah shallahu alaihi wa sallam tidur di atas tikar. Setelah bangkit, tikar itu meningalkan bekas pada sisi tubuh beliau. Lalu saya katakan, “Ya Rasulullah, aduhai kiranya aku ambilkan alas tidur (kasur) untuk baginda.” Namun beliau menjawab, “Apalah dunia ini bagiku. Di dunia ini aku tidak lain laksana pengembara yang berteduh di bawah lindungan pohon untuk istirahat sejenak, lantas pergi meninggalkannya.”
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Umar berkata, “Maka aku pun menangis.” Rasulullah shallahu alaihi wa sallam menanyakan, “Apa yang menyebabkanmu menangis, wahai Umar?” Aku menjawab, “Ya Rasulullah, sesungguhya Kisra (Raja Persia) dan Kaisar (Raja Romawi) dapat menikmati kemewahan duniawi. Sedangkan engkau, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Apakah engkau tidak ridha jika mereka mendapatkan dunia sedangkan kita mendapatkan akhirat?!”
Jadi, di sini, di dunia ini adalah penjara. Penjara dengan segala kepedihannya, keletihannya, serta belenggu-belenggunya yang dikehendaki oleh Allah memang seperti itu di dunia yang fana ini.
Kesenangan yang sesunggunya adalah ketika ruh ini kembali kepada Pemilik-Nya. Lantas ia masuk ke dalam surga sebagai tempatnya yang abadi, bersandaing dengan para nabi, shihddiqin, syhada’ dan shalihin.
(Manhajuna/IAN)