Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Search Results for: abdullah haidir

Search Results for: abdullah haidir

Kultwit Tanggapan Abdullah Haidir Terhadap Ahmad Sahal

Kultwit oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

Saya ingin menanggapi tanggapan akhi @sahal_AS atas tanggapan saya thd twitnya… silakan di sini chirpstory.com/li/248866

Terima kasih buat @sahaL_AS , calon doktor yg berbaik hati menanggapi tweet seorang TKI di Saudi. Saya layak belajar tawadhu darinya..

Terkait dg tanggapan saya, sebenarnya fokus yg saya tanggapi adalah pernyataan beliau bahwa “Allah sengaja menciptakan agama2 berbeda…”

Masalah berlomba2 dalam kebaikan antara pemeluk masing2 agama tdk sama sekali saya singgung.. krn memang tidak bermasalah.

Jadi tdk benar jk dikatakan saya menolak kebaikan antar pemeluk agama. Kebaikan layak di apresiasi secara sosial, dari agama manapun..

Yg saya tolak adalah pernyataan, baik tersurat atau tersirat, bahwa semua agama itu benar, dari sudut pandang keyakinan Islam.

Saya sangat respon sikap positif antar umat beragama lakukan berbagai aktifitas kebaikan dlm tataran sosial. Itu memang ajaran Islam…

Namun ajakn tsb jgn sampe mengundang syubhat berbahaya dlm keyakinan. Toh bisa disampaikan dg bahasa yg sederhana dn lugas.

Mis. Sebagai umat beragama, kita harus berlomba2 dlm kebaikan. Atau, masing2 agama tentu menganjurkan perbuatan baik thd sesama manusia.

Camkan.. Pengakuan keberadaan agama2 selain Islam, Yes!.

Pengakuan thd kebenaran agama2 selain Islam, berdasarkan keyakinan Islam, No!

Adapun mengatakan “Allah sengaja menciptakan agama2… ” kemudian disertakan ayat2 Alquran, ini yg saya maksud absur dan manipulatif…

Allah sengaja menciptakan agama2, yg tersirat adlh bhw semua agama yg ada sekarang ini dan ajaran2nya, langsung bersumber dr Allah..

Pesan tersirat yg sangat mudah dtelusuri dr statement ini adalh, krn dari Allah, mk semua agama itu tdk ada yg salah, semuanya benar!

Saya jd ingat slogan JIL di situsnya… dgn nama Allah, Tuhan semua agama… kalimat yg sangat bersayap, dpt digunakan sesuai kebutuhan…

Soal Islam, sebenarnya sangat jelas, ga perlu penjelasan meliuk2. Makanya pd masa Nabi saw yg banyak masuk Islam adalah rakyat bawah…

Bisa dibayangkan jk Nabi saw berdakwah, penjelasan Islamnya model yg disampaikan @sahal_AS spt itu, bisa2 respon mrk; ‘au ah gelap’ 🙂

Terminologi Islam secara bhs memang berserah diri. Namun, dlm kajian Islam, terminology etimologis tdk dijadikan acuan,

Tdk salah memang kalau dibilang Islam artinya adalah berserah diri, tapi tdk semua yg mengaku berserah diri itu dikatakan Islam.

Krn definisi Islam menurut istilah bkn cuma berserah diri. Sama spt shalat. Menurut bhs artinya berdoa. Sholat memang mengandung doa.

Tapi tdk semua org yang berdoa dikatakn shalat. Krn definisi shalat menurut istilah bukan doa.

Apa makna Islam menurut istilah? Para ulama sederhanya saja mendefinisikannya; Islam adalah semua ajaran yg dibawa Rasulullah saw.

Ajarannya, mulai dari keimanan, ibadah ritual hingga prilaku sosial, baik dlm tataran pribadi, keluarga atau masyarakat..

Maka org Islam, sekarang ini, adalah org yg beriman thd Rasulullah saw dan semua ajaran yg dibawanya, tentu berikut pengamalannya.

Jd, yg tdk beriman terhadap Rasulullah dn ajarannya, baik secara khusus atau generic= bkn Islam. Mrk non muslim, atau lebih lugas; Kafir

Sederhana bukan? Knp dibuat repot dg teori yg meliuk2? Islam kok ada yg khusus dn generic? Berarti muslim ada yg khusus dn generic?

Pisahkan masalah ini dengan menghormati pemeluk agama lain.. jangan dibuat runyam… agar pikiran dan akidah ngga runyam…

Menghormati orang beragama lain, itu ajara agama, tapi mengakui kebenaran agama lain, itu bahaya dalam agama…

Jadi ga perlu ragu utk mengatakan non muslim itu kafir, non muslim pun harusnya ga perlu tersinggung..yg penting kan rukun secara sosial

Saya ga tersinggung sama sekali jika ada org Kristen bilang saya kafir menurut ajaran mereka. Wajar saja toh…

Justeru kalau mrk bilang, saya sama dg mereka ajarannya, imannya sama, syariatnya sama, justeru saya tersinggung..

Beruntung kita punya kitab suci yg lugas berbicara masalah ini.. Hanya Islam yg diakui, mencari agama selain Islam; tidak akan diterima

Sehingga apapun ayat atau hadits, apalagi perkataan manusia yg menimbulkan kesamaran, tinggal dirujuk kepada ayat2 yg jelas ini..

Bagaimana dengan umat para nabi sebelumnya? Apakah mrk bukan muslim krn tidak beriman dan ikut Rasulullah saw?

Masing umat dikatakan muslim jika mereka beriman dan ikut nabinya saat itu. Apalgi nabi2 sebelumnya di utus berdasarkan kaumnya..

Org2 yg hidup pada masa Nabi Ibrahim as, beriman kpdnya dan ikut ajarannya, dia adalah Muslim.. Begitu seterusnya dg pengikut para nabi

Tapi org hidup pd zaman sekarang, terus maunya beriman hanya kpd Nabi Musa as, atau Nabi Isa, tak mau beriman kpd Rasulullah saw= Kafir

Terkait pernyataan @sahaL_AS bhw dia merujuk pendapat Syekh Rasyid Ridha, bkn dr orientalis, ini juga menarik dr beberapa sisi..

Syekh Rasyid ridha ini ulama kharismatik yg diakui dunia.. pengaruhnya bahkn sampe ke Indonesia.. bahkn ulama saudi pun menghormatinya..

Gagasan utamanya justeru membumikan syariat dan menjaga orisiniltasnya… dia sebagai tokoh2 pemaharuan saat umat mengalami kejumudan..

Di Indonesia yg sangat terinspirasi oleh pemikirannya adalah Kyai Ahmad Dahlan, pendiri Muhamadiah. muhammadiyah.or.id/content-156-de…

Sedangkan di dunia pergerakan yg sangat terinspirasi oleh beliau adalah Hasan Albanna… pendiri IM.

Maka menarik kalau @sahaL_AS merujuk ke beliau. Kultur NUnya dn pndgannya thd Islam yg terbuka, mestinya menghindar dr pemikiran beliau

Apalagi JK dikatakan bhw Rasyid Ridha adalah salah satu inspirator Hasan AlBanna, pendiri IM. atau apakh akh @sahaL_AS anggota IM? 🙂

Saya tdk ingin terlalu jauh menyelidiki masalah niat.. yg saya harapkan adalah jujur bukan sekedar mendaptkan legalitas…

Krn pemikiran itu bukanlah sekedar satu dua kutipan, tapi bangunan utuh dengan konstruksi yg mapan…

Jadi ingat Nurkholis Majid, dulu sering mengutip Ibnu Taimiah untuk menggulirkan teori sekulernya. Padahal, siapapun tahu beda keduanya

Jalaludin rahmat ketika org2 mengecamnya krn syiah, dulu pernah bilang, ‘Apa yg saya alami belum apa2 dibanding yg dialami A. Hasan..”

Kembali ke Syekh Rasydi Ridha, meskipun dia ulama besar, tetaplah manusia, mungkin keliru itu terbuka.

Jika beliau berpendapat ada agama yg dibenarkan selain Islam, saya tdk ragu utk menolaknya. Tp hemat saya beliau jauh dr pemikiran itu.

Justeru dia dikenal sbg ulama yg, oleh Muhamad Imarah, dikatakan sbg ulama pertama yg membantah prinsip sekuler. main.islammessage.com/newspage.aspx?…

Adapun apa yg diterjemahkan @sahaL_AS dr tafsir AlManar karangan Rasyid Ridha, saya nilai ada pemaknaan yg tdk pas. moga bkn kesengajaan

teks yg berbunyi

جميع الشرائع ، ومناهج الدين

diartikan sbg “Syariat2 agama2”

Kesannya, Alquran mengakui kebenaran agama2..

Menurut hemat saya artikan, “Seluruh syariat dan prinsip2 agama”, krn baik dr susunan bahasa dan maksud maknanya, lebih benar..

Justeru sy menangkap di sini pilihan kalimat Syekh Rasyid Ridha… syariat2, dan prinsip2 agama itu banyak, sedangkan agama cuma satu.

Kemudian @sahaL_AS mengartikan kalimat.

فعليكم أن تجعلوا الشرائع سببا للتنافس في الخيرات

dengan makna…. dia artikan, “Kalian harus jadikan perbedaan syariat2 agama2 sbg alasan utk berlomba2 dlm kebaikan..”

Padahal dlm tesk arabnya tdk disebutkan, hanya disebut الشرائع saja, kenapa tdk diartikan syariat2 saja. Kenapa diartikan syariat2 agama2

Dari selera bahasa pun bacanya ga enak…. syariat2 agama2… apalagi jika mengundang makna yg sangat rawan…

Hemat saya, ucapan Rasyid Ridha ini ditujukan kpd sesama muslim.. agar jgn sampai perbedaan yg ada dlm syariat, jadi ajang pertikaian

Tapi justeru jadi motivas utk berlomba2 dlm kebaikan. Apalagi dlm disitupun dia jelaskan ttg yg dimaksud “Berlomba2 dlm kebaikan.”

Beliau katakan فاستباق الخيرات هو الذي ينفع في الدنيا والآخرة berlomba2 dlm kebaikan adalah apa yg bermanfaat di dunia dan akhirat..

Kalau sudah urusan akhirat, itu sdh wilayah keimanan. Keyakinan dlm Islam, org non Islam, amalnya tidak bermanfaat di akhirat.

Pemikiran Rasyid Ridha akan lebih jelas lagi jika melihat pandangannya dlm surat Al-Maidh ayat 48 yg juga dijadikan landasan @sahaL_AS

Sayangnya @sahaL_AS tidak mengutip penafsiran syekh Rasyid Ridha dlm uraiannya…

Penjelasan Rasyid Ridha sama dgn penjelasan ulama salaf; Yang Allah maksud bahwa bagi tiap2 umat Allah jadkan syariatnya masing2…

Yaitu, syariat antara umat satu nabi dg nabi nabi lainnya, ada perbedaan. Tapi agama dan keyakinannya sama= Islam dan tauhid kpd Allah.

Saya sudahi sampe di sini twips… agar seimbang dg tanggapan @sahaL_AS tanggapan saya juga disudahi di no. 62 🙂 salaaam…..

(Manhajuna/AFS)

Silaturrahiem, Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

 

Oleh: Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

Silaturrahiem -صلة الرحيم- oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc @ KBRI Riyadh
Jumat, 21 Rajab 1434 H; 31 Mei 2013

Ceramah tentang silaturrehiem yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Haidir, LC sangat menarik untuk disimak sampai selesai.
Disini dijelaskan secara jelas tentang definisi dan kedudukan siilaturrahiem, siapa yang di maksud kerabat, bentuk bentuk silaturrahiem, dan bagaimana menyikapi hal hal yang tidak baik dalam silaturrahiem.
Sangat direkomendasikan untuk disimak sampai selesai.

Adapun versi tulisan bisa di simak di: http://manhajuna.com/silaturrahim/

 

 

Tanggapan Ustadz @AbdullahHaidir1 Atas Kultwit @Sahal_AS Tentang Pemimpin Kafir Yang Adil

  1. Bismillah… Saya mau twit menanggapi kultwit @sahaL_AS “Imam Ghazali ttg Pemimpin Kafir yg Adil”. By @sahal_AS cc @abdullahhaidir1 Semoga Allah berkahi.68747470733a2f2f7062732e7477696d672e636f6d2f6d656469612f4364555a624b4a573841456b735a4e2e6a70673a6c61726765
  2. Twit @Sahal_AS adalah tanggapan dari tulisan saya di manhajuna.com, Sumber Ungkapan “Pemimpin Kafir Yang Adil Lebih Baik Dari Pemimpin Muslim Yang Zalim”
  3. Tulisan saya tersebut mengulas sumber pernyataan yang beredar akhir-akhir ini bahwa pemimpin kafir yang adil lebih baik dari pemimpin muslim yang zalim.
  4. Intinya, itu adalah ucapan ulama syiah; Ali Ath-Thawus yang justeru bersumber dari buku orang syiah sendiri.
  5. Disamping pernyataan tersebut bermasalah, yang berat lagi banyak orang memahaminya bahwa itu adalah perkataan Ali bin Abi Thalib.
  6. Karena yang beredar disebutkan sebagai perkataan Ali ra. Sehingga masyarakat menangkap, itu adalah Ali bin Abi Thalib, padahal bukan.
  7. Bahkan tidak sedikit yang terang-terangan menyatakan bahwa itu adalah ucapan Ali bin Abi Thalib. Padahal beliau tidak mengatakan demikian.
  8. Apalagi pernyataan ini secara masif disebarkan berbarengan dengan isu pilkada DKI. You know lah, kemana arah yang ingin dituju.
  9. Seakan ingin menggiring alam bawah sadar masyarakat untuk jangan percaya kepada pemimpin muslim, semuanya maling dan korup. Sementara calon non muslim yang mereka jagokan sudah dipastikan orang bersih, tidak korup…. Walaupun kasus Sumber Waras membayang-bayang..
  10. Lalu terjadilah sedikit dialog saya dengan sahal seperti ini… Saya minta dia buktikan kalau Ghazali bicara seperti itu.Cdbi-u2UYAAoCQ7.jpg-medium
  11. Sampai akhirnya keluarlah kultwit @Sahal_AS di atas. Ternyata dia tidak dapat membuktikan bahwa Al-Ghazali mengucapkan redaksi serupa.
  12. Dia malah menuding bahwa saya berpendapat orang kafir tidak mungkin bisa adil. Padahal saya tidak pernah mengatakan demikian dalam tulisan saya.
  13. Bahkan beberapa saat sebelumnya saya sudah ngetwit bahwa bisa saja orang kafir adil dalam tataran sosial dan realitas.
  14. Tapi dalam perspektif keimanan, mereka tidak mungkin adil, karena kesyirikan adalah kezaliman bahkan kezaliman paling besar. Itu kata Al-Qur’an…
  15. Kalau sekedar bikin tudingan sepihak, saya juga bisa, misalnya bilang bahwa bagi sahal, cuma Ahok yang bisa adil, lawan Ahok adalah zalim.
  16. Adapun ucapan @sahal_AS bahwa saya benci syiah, Iya! Bagaimana saya tidak benci dengan orang yang membenci ibunda saya dan ibunda orang beriman;
  17. Bagaimana saya tidak benci kepada orang-orang yang membenci mereka yang sangat dicintai Rasulullah? Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dan lainnya, Radhiyallahu ‘anhum.
  18. Kalau @sahal_AS tidak suka kepada orang yang tidak suka sama Ahok, mengapa saya tidak boleh tidak suka kepada orang yang membenci Abu Bakar dan Aisyah?
  19. Kalau @sahal_AS boleh anti wahabi, mengapa saya tidak boleh anti syiah?
  20. Terkait keraguan @sahal_AS bahwa ungkapan tersebut berasal dari tokoh syiah seraya dia meragukan fakta sejarahnya, silahkan dianalisa.
  21. Yang jelas saya dapatkan itu di buku kaum syiah dan bahkan mereka jadikan rujukan. Ali Ath-Thawus sendiri diagung-agungkan oleh kalangan syiah.
  22. Bahkan hingga kini, sejak tulisan saya diposting, belum saya dapatkan dari orang syiah yang membantah kalau itu ucapan tokoh syiah.
  23. Eh justeru malah @sahal_AS pasang badan dan cawe-cawe membantahnya. Ente bukan syiah, kan?
  24. Soal apa perlunya Hulagu Khan minta fatwa kepada para ulama, padahal dia kafir dan zalim? Bisa sekali.
  25. Dia ingin mendapatkan legitimasi dari para ulama agar diterima masyarakat Baghdad. Bahwa walaupun kafir, tapi dia adil…..menurutnya.
  26. Sekarang pun ada penguasa yang membantai ribuan rakyatnya dan disorot oleh media dunia, lalu dia tampil seakan-akan menjadi juru selamat…
  27. Lalu tanpa merasa berdosa sama sekali dia berlagak kayak orang paling bersih. Bahkan ada pula ulama yang mengangguk-anggukkan kepalanya…
  28. Di negeri ini juga ada, pemimpin daerah yang bicaranya sangat kotor dan menjijikkan, lalu ada orang yang berkomentar, dia pemimpin berakhlak 🙂
  29. Kini kita bicarakan tentang ucapan Al-Ghazali yang dikutip oleh @Sahal_AS. Ternyata dugaan saya meleset.
  30. Ternyata yang ada adalah interpretasi @sahaL_AS atas ucapan Al-Ghazali yang disimpulkan sama dengan ucapan Ali Ath-Thawus di atas…
  31. Kalau sudah ranah interpretasi sih, bisa-bisa saja… Jangankan Al-Ghazali, ayat-ayat Al-Qur’an saja bisa diinterpretasikan macam-macam sesuai selera (hawa nafsu).
  32. Terkait kitab Al-Ghazali yang dirujuk Sahal, yaitu At-Tibrul Masbuk Fi Nashihatil Muluk… Ada hal menarik bagaimana ‘pandainya’ beliau..
  33. Kitab ini substansinya adalah nasehat untuk para penguasa dan pejabat terkait tanggung jawab dan amanah mereka. Pesannya sangat bagus..
  34. Di dalamnya disebutkan sifat-sifat yang harus dimiliki pemimpin. Banyak ayat, hadits, dan kisah-kisah yang menarik untuk menjelaskan apa yang beliau sampaikan.
  35. Tapi sayangnya Sahal tidak utuh menjelaskan kitab ini. Moga bukan kesengajaan. Sebab kalau ada kesengajaan, itu manipulasi namanya..
  36. Memang, Al-Ghazali berbicara sangat dalam pada masalah sifat adil bagi seorang pemimpin dalam kitab tersebut. Tapi….. Ada tapinya nih… 🙂
  37. Tapi, sebelum bicara soal keadilan, Al-Ghazali telah berbicara tentang keimanan. Silahkan cek daftar isinya. paham kan? 🙂CdbwM2oUUAAYzao.jpg-medium
  38. Di dalamnya Al-Ghazali menyebutkan beberapa prinsip aqidah yang merupakan pokok keimanan, seperti tentang sifat-sifat Allah, hari akhir, dan Rasulullah saw.
  39. Maka saya berkesimpulan, bahwa nasehat Al-Ghazali ini ditujukan kepada penguasa muslim yang mengingatkan mereka prinsip keimanan sebelum keadilan.
  40. Bahkan ketika mulai membahas prinsip keadilan, Al-Ghazali mengawalinya dengan mengatakan, bahwa siapa yang tidak menunaikan amanah kekuasaan, akan sengsara yang tidak ada lagi kesengsaraan sesudahnya kecuali kufur kepada Allah…
  41. Maksudnya adalah kezaliman menyebabkan kesengsaraan yang sangat berat, namun puncak kesengsaraan adalah kufur kepada Allah. Inilah iman.
  42. Mengapa @sahal_AS tidak sebutkan masalah prinsip keimanan ini? Wallahu a’lam, saya ga berani interpretasi terlalu jauh.
  43. Tapi begitulah, jangankan terhadap Al-Ghazali, terhadap Al-Qur’an saja dia bisa diskriminatif, pilih-pilih ayat yang dia suka. Yang tidak suka, ga disebut-sebut..
  44. Saya masih ingat bagaimana gagahnya sahal mengutip ayat surat Al-Maidah: 6. “Untuk tiap umat di antara kalian, kami berikan jalan dan aturan.”
  45. Lalu menggiring opini yang mengesankan bahwa semua agama dari Allah… dan berikutnya, orang akan berkesimpulan, karena semua dari Allah, semua benar.
  46. Sementara, dia tidak pernah kutip surat Ali Imran: 19 dan 85 yang jelas-jelas menunjukkan bahwa hanya Islam agama yang benar dan selainnya tidak diterima.
  47. Begitulah orang kalau ada maunya, yang suka dia ambil, yang ga suka dia umpetin. Ini juga terjadi kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah…
  48. @Sahal_AS tak canggung-canggung mengutip ucapan Ibnu Taimiyah “Allah akan menolong negeri adil yang kafir dan tidak menolong negeri zalim yang beriman.”
  49. Padahal You Know Lah pandangan kaum liberal terhadap Ibnu Taimiyah bermacam-macam julukannya; Mbahnya wahabi, radikal, ekstrim… ngga ada baiknya deh.
  50. Semua demi mendukung teori mereka. Tak apa comot sana sini, dioplos-oplos…
  51. Adapun perkataan Al-Ghazali yang mengutip hadits “Kekuasaan akan langgeng bersama kekufuran, tapi tidak langgeng bersama kezaliman.”
  52. Pertama hadits ini harus dilihat dulu derajatnya, shahih atau tidak… Saya malah menduga ini bukan hadits… Cari sana-sini ga dapet…
  53. Al-Ghazali, tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada beliau, memang sering dikritik tidak selektif dalam menyebutkan riwayat-riwayat dalam kitab-kitabnya.
  54. Okelah, kita pahami saja apakah ungkapan ini sama maknanya dengan ungkapan bahwa pemimpin kafir yang adil lebih baik dari pemimpin muslim yang zalim.
  55. Saya malah melihat tidak ada kaitannya sama sekali. Inti dari perkataan tersebut adalah bahwa sebab-sebab kauni, jika terpenuhi, hasilnya akan sesuai.
  56. Dalam masalah ini tidak dilihat apakah beriman atau tidak, kafir atau mukmin, Allah akan berikan sesuai dengan sebab-sebab kauninya..
  57. Contoh, ingin pinter, ya belajar. Apakah beriman atau kafir. Beriman, kalau ngga belajar, ya bodoh. Kafir, jika belajar, ya pinter.
  58. Tapi jangan lalu disimpulkan, ga penting soal iman, yang penting belajar agar pinter. Atau kufur tidak masalah, yang penting belajar agar pinter.
  59. Begitu juga soal kekuasaan. Walaupun penguasanya beriman, kalau dia zalim maka kekuasaannya akan runtuh.
  60. Sebaliknya, walaupun pemimpinnya kafir, tapi dia adil, maka kekuasaannya akan langgeng.
  61. Tapi jgn lalu disimpulkan, ga penting iman dalam masalah kepemimpinan, yang penting adil. Atau tidak masalah pemimpin kafir, yang penting adil.
  62. Jadi kesimpulan saya, sahal setengah “mencatut” ungkapan Al-Ghazali, tidak utuh. Kesimpulan yang ditarik pun tidak nyambung…
  63. Adapun dua hadits berikutnya yang dikutip sahal, juga tidak ada dasarnya.
  64. Hadits Nabi bahwa aku dilahirkan pada masa pemimpin yang adil, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman mengatakan bahwa riwayat tersebut diriwayatkan oleh orang-orang yang bodoh terhadap Rasulullah saw. Al-Albani mengatakan hadits itu ngga ada dasarnya.
  65. Begitu juga dengan hadits ketiga…. Ngga ada dasarnya…. Tolong mas @sahal_AS cek lagi status hadits tersebut… beliau kan pinter ilmu hadits..
  66. Udah ya tweeps… Sampai disini… Semoga Allah berikan kita pemahaman yang utuh dan pandai menata hati untuk tunduk terhadap ajaran-Nya…

(Manhajuna/GAA)

Ust. Abdullah Haidir, Lc.

Pembina at Manhajuna.com
Alumni Syariah LIPIA ini adalah pengasuh utama manhajuna.com. Setelah 15 tahun menjadi Penerjemah dan Penyuluh Agama (Da'i) di Kantor Jaliyat Sulay, Riyadh, beliau memutuskan pulang mengabdikan diri di tanah air. Kini selain tetap aktif menulis dan ceramah di berbagai kesempatan, ustadz humoris asal Depok ini juga tergabung dalam mengelola Sharia Cunsulting Center.

Tanggapan Ke-3 @abdullahhaidir1 tentang “Fastabiqul Khoirot Antar Agama” @sahaL_AS

Kultwit oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

1. Saya ingin memberikan tanggapan atas kultwit @sahaL_AS terakhir…lengkapnya silakan lihat di sini.. http://t.co/BuW7vaKq8V

2. Terimakasih sebelumnya atas tanggapan @sahaL_AS , moga memberi petunjuk yg lebih jelas kepada kebenaran Allah untuk kita semua…

3. Sebenarnya dalam beberapa point sudah tidak masalah, masih ada titik temu….. tapi dlm beberapa hal masih layak didiskusikan.

4. Saya ingatkan lagi, awal kritik saya adalah ketika @sahaL_AS berkomentar bhw “Allah sengaja menciptakan agama2..” yg saya bilang absurd

5. Namun sampai twit kemarin saya masih dipersepsikan oleh @sahaL_AS menolak berlomba2 dlm kebaikan antara umat beragama.

6. Kalaupun sy katakan lomba dlm kebaikan itu antara ssama muslim, itu terkait tafsir ayat fastabiqul khairat yg dia kutip dr tafsir Almanar

7. Sebenarnya, dlm tafsir2 yg mu’tabar, Tafsir Ath-Thabari misalnya, ayat ini memang ditujukan utk org2 mukmin.

8. Ath-Thabari dlm tafsirnya ketika mengomentari ayat ini berkata, فبادروا بالأعمال الصالحة bersegeralah dlm beramal saleh.

9. Intinya, beramal saleh jangan sekedar dikerjakan atau lambat2an.. tapi hendaknya segera dan semangat…

10. Terkait tafsir Almanar yg dikutip @sahaL_AS sebenarnya mengisyaratkn demikian juga… jk kita memahaminya secara utuh, tdk parsial…

11. Pertama yg dikutip oleh @sahaL_AS berasal dri surat AlMaidah 48. Yg saya pahami, Rasyid Ridha memahami ayat ini utk kaum muslimin..

12. Sbb dg tegas dia nyatakan bahwa yg dimaksud berlomba2 di sini adalah apa yang bermanfaat di dunia dan akhirat. Silakan cek twit saya

13. Sekali lagi saya tegaskan, kalau urusannya sdh akhirat, itu sdh wilayah keimanan. Di akhirat, amalan non muslim, tdk dianggap ‘khairaat’

14. Kalau urusan dunia, kita tetap apresiasi kebaikan dari siapapun dan agama manapun…

15. Perkara bahasa شرائع diartikan syariat2, tdk masalah diartikan bhw dlam Islam syariatnya banyak.. spt syariat puasa, syariat shalat, dll

16. Lagipula, lihatlah ayat ini secara utuh.. bahkan Alquran secara utuh.. utk siapa? utk apa? Utk kaum muslimin dan seluruh manusia….

17. Dan untuk apa? Utk beriman kepada Allah dan beribadah kepadanya. Maka wajarnya, seruan berlomba2 dlm kebaikan tdk keluar dr itu…

18. Jadi kalaupun Rasyid Ridha dlm surat Albaqarah 148 ttg fastabiqul mengatakan bhw ayat ini ditujukan utk umat dakwah…

19. … Bukan khusus ditujukan kpd umat yg sudah menerima, yaitu kaum muslimin… ini harus dipahami bhw Allah tdk membenarkan selain Islam

20. Jadi umat Rasulullah saw dibagi dua macam; Ummat Dakwah dan umat Istijabah.. Ummat dakwah adalh seluruh manusia, agama apapun..

21. Maksudnya, bahwa siapapun diserukan oleh Rasulllah saw atau ajaran Islam untuk mengimani Islam. Kalau tidak mau, ya tidak dipaksa.

22. Yg kedua adalah umat istijabah, yaitu umat yang telah menerima Islam. Kaum muslimin.

23. Nah kalau dikatakan ayat tsb utk umat dakwah dari segala agama, artinya mrk dijdikan sasran dakwah, yaitu beriman dn beribadah kpd Allah

24. Apalagi ayat tsb berbicara ttg dihapusnya ketetapan syariat sebelumnya ttg arah kiblat. Dlm syarIat Rasulullah saw kiblat ke arah Ka’bah

25. Pesannya adalah, jika ajaran2 sebelumnya kiblatnya macam2. Kini kiblat yg berlaku hanya Ka’bah Baitullah. Ini berlaku utk seluruh umat.

26. Krn ayat ini ditujukan utk seluruh manusia, maka yang kiblatnya tdk menghadap Baitullah, tidak akan diterima.

27. Jadi memang sebaiknya @sahaL_AS jgn mengutip ayat tsb utk terkait lomba kebaikan antar umat beragama…

28. Catat, saya tdk menolak lomba2 kebaikan antara pemeluk agama, dllm tataran sosial. Hanya penggunaan ayat tsb memang kurang tepat.

29. Adapun kicauan @sahaL_AS bhw saling membangga2kan agama itu tercela… inipun perlu diperjelas… maksudnya apa..

30. Saya perhatikan @sahaL_AS ‘wa akhawatuha’ sering menggunakan kalimat2 bersayap yg dpt digunakan utk berbagai persepsi..

31. Mirip AS yg gemar teriak anti teroris, tapi dipersepsikan kpd umat Islam saja. Adapun zionis yg meluluhlantakkan gaza, justru dia bela.

32. Krn @sahaL_AS menulis masalah ‘membangga2kan agama’ ini terkiat tanggapan thd twit saya, mk kesimpuiln saya adalah

33. Bahwa sikap saya termasuk ‘membangga2kan’ yg tercela. Apapun maksudnya, pandngan ini kalau tdk berimbang akan bias maknanya..

34. Sebab pernyataan @sahaL_AS dpt dipahami bahwa kita tidak boleh mengaku benar sendiri. Agama anda benar, agama lain juga mungkin benar..

35. Beruntunglah kiitab suci kita Alquran telah menyatakan tegas masalah ini; إن الدين عند الله الإسلام Al Baghawi dlm tafsir berkata…

36. Agama yang diridhai dan benar hanya Islam. Maka keyakinan muslim yg benar adalah, agama yang benar hanya Islam, yang lain batil.

37. Lebih lugas lagi Allah katakan, siapa mencari agama selain Islam, tdk akan diterima (Ali Imran 85). Apakah ayat ini tdk cukup?

38. Krnnya, jk ada ayat, hadits, apalagi perkataan org, yg dpt menimbulkan persepsi berbeda dlm maslah ini, rujuklah ke ayat ini, selesai.

39. Spt ayat yg dibahas @sahaL_AS, dpt timbulkn persepsi berbeda. Seakan2 ga boleh menyakini kebatilan agama lain, jgn merasa benar sendiri,

40. Ini pula yg saya katakan, hendaknya utuh kita memahami Alquran, berikutnya rujuklah para ulama mu’tabar terutama ulama salaf..

41. Sebab Allah yang berfirman dg ayat ini, Allah pula yg berfirman dlm dua ayat sebelumnya, bhw Islam agama satu2nya yg benar dn diterima.

42. Bahkan dlm surat Ali Imran 139, kita diberitahu, bhw jika kita beriman, maka kitalah yang paling tinggi derajatnya..

43. Telah dibahas Akh @malakmalakmal, mesti dibedakan masalah bangga dg sombong….kita justeru diperintahkan bangga dg Islam…

44. Tapi cukupkah hanya bangga saja, nah, disinilah sebenarnya titik pemahaman dlm ayat yg dibahas @sahaL_AS tsb..

45. Yaitu sekedar bangga saja2 tidak cukup, tapi bagaimana seorang muslim mewujudkan iman dan amal shaleh dlm hidupnya.

46. Adapun perkara agama apa yg benar, itu sudah tdk perlu dibahas lagi bedasarkan ayat2 dan hadits2 yg jelas dalam masalah ini.

47. Sebenarnya kalau @sahaL_AS mau melihat ayat tsb dg utuh, apalagi dg panduan ulama salaf, akan tampak sekali bhw kesimpulan ayat ini adlh

47. Hanya Islam, agama yg Allah akui dan terima. Tapi itupun tdk cukup dg pengakuan semata, tp harus disertai keimanan yg dlm dan amal saleh

48. Sebab, ktk ayat tsb nyatakan bhw yg masuk surga adalah yg beriman dan beramal saleh, satu2nya kesimpulan yg dipahami hanyalah Islam..

49. Sebab berbicara ttg amal saleh dan iman, juga harus merujuk kpd Alquran hadits, amal saleh dan iman yg bagaimana?

50. Apakah kalau org beragama lain mengaku kami juga beramal saleh dan beriman, lalu lantas dikatakan masuk dlm ayat tsb? sama sekali tidak!

51. Minimal patokan iman dan amal saleh, lihatlah uraian rukun iman dan rukun Islam… adakah yg spt itu selain Islam?

52. Jd kesimpulan ayat ini sekali lagi, Hanya Islam yg benar. Namun muslim tdk cukup hanya sekedar mengaku saja, hrs diseratai iman dan amal

53. Hanya saja Allah tidak membahasakan hal tsb secara langsung… bukankah kita punya akal utk mencerna…?

54. Ibaratnya begini.. ada org2 ribut masing2 saling mengaku saya warga Indonesia. Hakim tidak langsung tentukan siapa benar siapa salah..

55. Tapi dia kasih isyarat jelas, siapa yang punya paspor Indonesia, dia adalah warga Indonesia..

56. Saya sepakat dg @sahaL_AS tdk boleh mencela agama lain, bukan krn agama lain benar, tapi menghindari dampak yg lebih buruk.

57. Tapi mengkritisi ajaran suatu agama,. apalagi melalui kitabnya, dlm batas tertentu tdk masalah..

58. Sepanjang hal itu dilakukan secara obyektif, tidak dusta, tidak manipulatif, tdk berlandaskan kebencian…

59. Tapi semata ingin menyampaikan kebenaran… Sebab dlm Alquran juga banyak disebut kesesatan2 Yahudi dan Nashrani…

60. @sahaL_AS ga perlu menjudge org spt itu asal2an atau pamer kebodohan… kecuali misalnya dia sudah uji argumentasinya..

61. Di sisi lain bukankah @sahaL_AS ‘wa akhawatuha’ sering mengangkat tema studi kritis, bahkan termasuk thd kitab suci..

62. Bukankah tradisi mengkritisi kitab suci ini justeru dimulai dari kalangan Kristen yg kemudian dikenal sebagai tafsir hermeneutika

63. Para intelektual Kristen menganggap Bibel harus dikritik krn tdk up to date… Lalu lahirlah paham sekuler dan liberal…

64. Nah, merekapun ingin hal ini diberlakukan thd Alquran, repotnya, ada org2 yg ‘celamitan’ ikut2an ingin mengkritisi Alquran..

65. Padahal bibel yg mereka pegang, jelas beda dg Alquran yang kita pegang, tidak dapat dibanding2kan…

66. lebih jelas soal tafsir hermeneutika sila simak uraian Adhian Husaini https://t.co/FED4eRYQvU

67. Mereka pun org Kristen atau agama lain sering mengkritisi Alquran, santai saja, insya Allah bisa kita jawab… jangan lebay

68. Yang tercela itu, mengaku muslim tapi sering mengkritisi Alquran, mengabaikan kaidah2 yg sudah baku, menuduh Alquran tdk relevan..

69. Kalau ada muslim spt ini, saya tidak ragu utk mengatakan spt ucapan @sahaL_AS “Sok, Asal2an dan pamer kebodohan..”

70. Demikian twip… ini bukan ajakan kebencian &permusuhan, namun ajakan utk jelas dlm keyakinan. Agar jangan jadi ‪#‎Muslimtidakjelas‬.

71. Soal toleransi, gak usah banyak ngajarin deh.. tinggal bandingn aja secara obyektif, di negara2 yg muslim mayoritas dan minoritas ..!

72. Bandingkan saja muslim di mindanau, palestina, afrika selatan, myanmar, dg agama lain yg hidup di indonesia, malaysia, Mesir, Saudi, dll.

73. Sudah ya twips…. moga Allah kuatkan iman islam kita…

(Manhajuna/AFS)

Natal Dan Toleransi

Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

Membaur, akrab, tolong menolong dalam bermasyarakat walau beda agama, tapi mampu menjaga identitas keyakinan, itulah toleransi.

Tegas dalam keyakinan, ramah dalam pergaulan, akrab dalam kehidupan……itulah toleransi…

Tegas lalu kaku apalagi kasar dalam bergaul, atau gaul tapi lebur dan luntur dalam keyakinan….. itu bukan toleransi.

Kami hormati anda yang beragama lain berhari raya sewajarnya. Mohon hormati ajaran agama kami yg melarang tasyabbuh dengan ajaran dan keyakinan agama lain…

Umat Nashrani semestinya apresiasi kaum muslimin Indonesia yang biarkan mereka merayakan hari besarnya dengan aman di tengah mayoritas muslim.

Jika mereka bandingkan kehidupan beragama mereka di Indonesia dengan nasib minoritas kaum muslimin di negara-negara mayoritas Kristen, pasti tidak ada apa-apanya.

Apakah di Washington atau London, Idul Fitri seperti Natal di Jakarta?

Belum lagi berbicara umat Islam yang dibantai di berbagai negara oleh penganut agama lain…

Menggunakan kuasa untuk memaksa penganut agam lain berpartisipasi dlm hari rayanya, walau dengan memakai simbol, itulah anti toleransi yang sebenarnya!

Jadi, yang tidak toleran siapa? Yang tidak ikut natal tapi tidak mengganggu mereka yang natal, atau yang merayakan natal dan mengajak atau bahkan memaksa penganut agama lain untuk ikut serta?

Suasana kondusif hari natal nanti jangan dirusak dengan mengajak-ajak kaum muslimin ikut merayakannya. Yang muslim pun jangan lebay ikut merayakannya…Lakum diinukum wa liyadiin…

Sangat dianjurkan MUI atau lembaga-lembaga Islam membuka pusat layanan pengaduan jika ada umat Islam mengalami tekanan untuk berpartisipasi dalam perayaan agama lain…

Selamat menjaga izzah beragama namun tetap tebar akhlak mempesona…..

(Manhajuna/AFS)

Mengelola Kekecewaan

Oleh: Ustadz Abdullah Haidir, Lc

Kecewa sering dialami dalam kehidupan setiap manusia. Ada yang kecewa studinya gagal, ada yang kecewa tidak dapat menikahi gadis pujaannya, dan ada juga yang kecewa karena capresnya ngga terpilih. Kekecewaan tentu saja kondisi yang tidak disukai setiap orang. Karenanya kecewa sering berbanding lurus dengan tindakan negatif seseorang; bisa marah-marah tak karuan, menghardik, memutuskan hubungan, hingga gantung diri.

Namun sebagai seorang muslim, kekecewaan tidak harus selalu identik dengan tindakan negatif. Karena jika kekecewaan adalah bagian yang tidak dapat kita hindari dari kehidupan, maka tidak ada gunanya jika kita sekedar meratapi kekecewaan tersebut, tapi justru kita dituntut bagaimana mengelolalnya hingga hal tersebut mendatangkan kebaikan pada diri kita.

Nyatanya kekecewaan mendidik kita berbagai hal, di antaranya:

  • Kita dilatih untuk memiliki self control (kontrol diri) yang kuat,
  • Kita dituntut untuk semakin memahami realita yang ada untuk kemudian menentukan langkah antisipatif dimasa mendatang,
  • Kitapun diajarkan untuk tidak memandang sesuatu dari satu sisi saja, karena ternyata banyak sisi lain yang selama ini terhalang dari pandangan kita namun sesungguhnya memiliki potensi tertentu.
  • Lebih dari itu, dengan motivasi keimanan, kekecewaan membuat kita lebih khusyu’ mohon kepada Allah untuk mengobati kekecewaan tersebut.

Dalam sejarah para Nabi, ada Nabi Yunus alaihissalam yang kecewa dengan umatnya yang tidak juga beriman setelah dia bersungguh-sungguh menyampaikan dakwah kepada mereka untuk beribadah kepada Allah semata. Maka dia lampiaskan kekecewaannya tersebut dengan meninggalkan penduduk negeri itu. Padahal sepeninggal dia, penduduk negeri tersebut kemudian bertaubat dan beribadah dengan baik kepada Allah. Adapun Nabi Yunus akhirnya Allah uji dengan dimakan ikan hiu yang membawanya ke dasar lautan. Maka Nabi Yunus menyesali sikapnya dan mohon ampun kepada Allah. Hal tersebut kemudian diabadikan dalam Al-Quran,

وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ (سورة الأنبياء: ٨٧)

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya: 87)

Karena itu, tindakan negatif dari kekecewaan yang kita hadapi dapat dirubah dengan tindakan positif manakala kita kelola dengan baik. Jadi, jangan terlalu kecewa dengan kekecewaan anda, karena hal itu akan membuat anda semakin kecewa. Nikmatilah keindahan hidup ini dengan sikap positif dalam berbagai kondisi.

Baca Juga: Bagaimana Bersikap Saat Dilanda Kecewa

(Manhajuna/IAN)

Ust. Abdullah Haidir, Lc.

Pembina at Manhajuna.com
Alumni Syariah LIPIA ini adalah pengasuh utama manhajuna.com. Setelah 15 tahun menjadi Penerjemah dan Penyuluh Agama (Da'i) di Kantor Jaliyat Sulay, Riyadh, beliau memutuskan pulang mengabdikan diri di tanah air. Kini selain tetap aktif menulis dan ceramah di berbagai kesempatan, ustadz humoris asal Depok ini juga tergabung dalam mengelola Sharia Cunsulting Center.

Mengapa Muharram Ditetapkan Sebagai Bulan Pertama Tahun Hijriah?

Banyak yang mengira bahwa penetapan bulan Muharram sebagai awal tahun Hijriah adalah karena peristiwa Hijrah Rasulullah ﷺ ke Madinah terjadi pada bulan itu.

Perkiraan tersebut keliru, karena Rasulullah ﷺ memulai perjalanan Hijrahnya pada akhir bulan Shafar dan tiba di Madinah pada awal bulan Rabi’ul Awal [1].

Akan tetapi memang benar adanya bahwa peristiwa hijrah dijadikan sebagai patokan untuk memulai penanggalan Hijriah, dimana tahun kejadiannya dijadikan sebagai tahun pertama dalam penanggalan hijriah.

Maka kalau sekarang dikatakan sebagai tahun 1438 H, hal itu berarti telah berlalu 1438 tahun sejak peristiwa hijrahnya Rasulullah ﷺ ke Madinah. Namun penetapan Muharram sebagai awal bulan dalam tahun Hijriah adalah karena alasan lain.

Ketika dimusyawarahkan pada zaman Umar bin Khattab radhiallahu anhu tentang bulan apa yang akan dijadikan sebagai bulan pertama dalam penanggalan Hijriah, pada  awalnya yang diusulkan adalah bulan Rabi’ul Awal, ada pula yang mengusulkan bulan Ramadhan. Namun, akhirnya yang disepakati adalah bulan Muharram, karena pada bulan ini kaum muslimin telah pulang dari melaksanakan ibadah haji yang merupakan akhir dari rukun Islam yang lima [2].

Disamping itu -terkait dengan peristiwa hijrah- karena bulan Muharram dianggap sebagai awal dari keinginan Hijrah, mengingat peristiwa Bai’atul Aqabah kedua [3] terjadi pada pertengahan bulan Dzulhijjah, dan karenanya diperkirakan bahwa pada bulan Muharram keinginan untuk melakukan hijrah sudah bulat [4]. Hanya saja secara praktis hal tersebut baru dapat direalisasikan pada bulan Safar.

Catatan Kaki:

[1] Sirah Ibnu Hisyam, 3/135
[2] Dimana hal tersebut memberi kesan telah usainya tugas-tugas dasar kaum muslimin dalam melaksanakan perintah-perintah Allah yang utama, sehingga seakan-seakan setelah itu, seorang muslim hendak memulainya dari awal kembali. Wallahua’lam.
[3] Bai’atul Aqabah kedua adalah bai’at yang dilakukan oleh 73 laki dan 2 orang wanita dari penduduk Madinah kepada Rasulullah J. Terjadi pada tahun 13 kenabian. Di antara isinya adalah kesiapan para sahabat untuk membela dan melindungi Rasulullah J apabila beliau datang ke Madinah. (Lihat kitab Rahiqul Makhtum, Syekh  Shafiurrahman Mubarakfury)
[4] Fathul Baari, Bab Tarikh, 7/268-269

Sumber: Muharram & `Asyuro: Hukum dan Pelajaran Di Dalamnya, Abdullah Haidir

(Manhajuna/IAN)

Tentang Qadha, Fidyah dan Kafarat Dalam Puasa

Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

abdullah-haidir Dalam masalah puasa, ada masalah qadha, fidyah dan kafarat. Bagaimana pemahamannya? Sebelum itu mari kita pahami dahulu apa beda ketiganya.

Qadha adalah mengganti hutang puasa dengan puasa di kemudian hari. Fidyah, mengganti hutang puasa dengan memberi makan untuk orang miskin. Kafarat: Menebus pelanggaran membatalkan puasa dengan sejumlah ketentuan yang ditetapkan syariat.

Beda fidyah dengan kafarat adalah; Fidyah menebus puasa yang ditinggalkan karena uzur syar’i, maksudnya memang boleh berbuka. Sedangkan kafarat adalah menebus puasa yang batal karena pelanggaran. Nanti kita bahas lebih lanjut.

Qadha puasa berlaku bagi mereka yang meninggalkan puasa dan dikemudian hari masih memiliki kekuatan fisik untuk berpuasa. Misal, karena sakit atau safar, haid, nifas.. Atau alasan lain selain sakit dan safar sehingga seseorang tidak dapat berpuasa.

Waktu qadha bersifat luas hingga sebelum Ramadan berikutnya. Namun semakin cepat diqadha, lebih baik. Bahkan sebagian ulama berpendapat qadha puasa dahulu sebelum puasa sunah Syawal. Sebagian lainnya menganggap tidak mengapa sebaliknya.

Jika Ramadan berikutnya dia belum juga mengqadha hutang puasanya tanpa alasan jelas, yang paling utama dia mohn ampun atas kelalaiannya. Berikutnya dia harus tetap mengqadha puasa Ramadan sebelumnya. Sebagian ulama mengharuskannya membayar kafarat atas kelalaiannya. Kafaratnya adalah memberi makanan pokok satu mud kepada fakir miskin, jumlahnya 1 kg kurang sedikit, untuk setiap hari yang ditinggalkan. Kalau mau dimasak dahulu, lalu diundang makan fakir miskin sejumlah puasa yang ditinggalkan itu juga baik. Tapi jika sebabnya bukan kelalaian, karena kondisi dia tidak sempat qadha selama setahun itu, maka tidak dianggap lalai, cukup dia mengqadha.

Bagaimana kalau jumlah harinya tidak diketahui pasti? Dikira-kira saja yang lebih dekat dengan keyakinan.

Bagaimana jika sengaja tidak puasa tanpa alasan syar’i? Yang paling utama adalah bertaubat, karena hal tersebut dosa besar. Dia harus qadha puasanya. Selain itu dia pun harus bayar kafarat jika puasa yang dia tinggalkan belum diqadha setelahh melewati Ramadan berikutnya.

Sekarang kita beralih ke masalah fidyah. Fidyah dalam hal puasa berlaku bagi mrk yang tidak kuat berpuasa dan tidak lagi memiliki kemampuan fisik untuk berpuasa di hari lainnya. Yang umum disebutkan dalam golongan ini adalah orang tua renta yang sudah tak mampu berpuasa, juga orang sakit yang tak ada harapan sembuh. Caranya adalah dengan memberikan makanan pokok sejumlah hari yang dia tinggalkan.

أَيَّامٗا مَّعۡدُودَٰتٖۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدۡيَةٞ طَعَامُ مِسۡكِينٖۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيۡرٗا فَهُوَ خَيۡرٞ لَّهُۥۚ وَأَن تَصُومُواْ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ١٨٤

(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah 184).

Para ulama berbeda pendapt terkait takaran yang harus dikeluarkan sbg fidyah. Ada yang mengatakan satu mud, setengah sha atau satu sha. Perlu diingat 1 sha itu adalah 4 raupan kedua tangan orang dewasa. Nah, 1 raupan kedua tangan itu disebut 1 mud. Jadi 1 sha adalah 4 mud. Maka 1 sha itu kisarannya 3 kg, setengah sha itu 1,5 kg, 1 mud itu 1 kg kurang. Banyak ulama yang memakai pendapat setengah sha dalam masalah ini. Saya memilih pendapat ini. Fidyah juga dapat dilakukan dengan menghidangkan menu lengkap siap dimakan kepada sejumlah orang sesuai jumlah hari yang ditinggalkan.

Yang sering ditanyakan dlm masalah ini adalah apakah wanita hamil dn menyusui yang tidak berpuasa, membayar qadha atau fidyah? Yang perlu diketahui, wanita hamil dan menyusui tidak langsung boleh tidak berpuasa jika dia merasa kuat berpuasa dan tidak khawatir dengan anaknya. Tapi jika wanita hamil/menyusui merasa lemah, atau khawatir berdampak buruk bagi janin/bayinya jika dia berpuasa, mk dia boleh tidak berpuasa.

Nah, jika wanita hamil/menyusui tidak puasa Ramadan, bagaimana menggantinya, apakah qadha atau fidyah? Dalam perkara ini para ulama berbeda pendapat sejak dulu hingga sekarang. Jumhur ulama berpendapat bhw wanita hamil/menyusui yang tidak berpuasa, dia harus qadha di bulan lainnya sejumlah hari yang ditinggalkan. Bahkan ada yang berpendapat, selain qadha juga harus mmbayar fidyah. Namun sebagian ulama berpendapat cukup qadha saja.

Secara umum, jumhur ulama berpendapat bhw wanita hamil/menyusui diserupakan dengan orang sakit yang ada harapan sembuh. Maka, kalau mereka diharuskan qadha, wanita hamil/menyusui juga diharuskan qadha. Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa wanita hamil/menyusui yang tidak berpuasa ckp membayar fidyah saja. Pendapat ini bersumber dari Ibnu Abbas dn Ibnu Umar yang memasukkan wanita hamil/menyusui dlm kelompok orang tua renta yang tak kuat puasa.

Membayar fidyah cukup memiliki landasan kuat, namun mengqadha puasa lebih hati-hati.

Sekarang kita beralih ke masalah kafarat dlm puasa. Seperti telah disampaikan, kafarat adalah untuk puasa yang batal karena pelanggaran. Dalam hal ini berlaku bagi mrk yang berjimak di siang hari Ramadan saat mrk berpuasa.

Disebutkan dalam hadits muttafaq alaih ada seorang shahabat yang berjimak di siang hari Ramadan, maka Nabi suruh dia bayar kafarat. Kafaratnya adalah, merdekakan budak. Jika tidak ada, puasa 2 bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, beri makan 60 orang miskin. Itupun diiringi taubat atas kemaksiatannya juga qadha hari itu yang batal puasanya. Puasa 2 bulan harus berturut-turut. Jika batal sehari, maka tidak berlaku. Tapi jika ada uzur, seperti haidh atau sakit misalnya, maka dapat diteruskan. Jika tak mampu berpuasa, maka beri makan 60 orang miskin. Caranya sama dengan fidyah yang telah dijelaskan.

Bagaimana jika berjimak di siang hari Ramadan saat uzur berpuasa, seperti saat safar? Tidak kena kafarat, tapi harus qadha puasa hari itu. Yang terkena kafarat, suami isteri jika keduanya melakukan suka sama suka. Lain halnya jika isteri dipaksa. Jika bercumbu saja hingga keluar mani atau masturbasi hingga keluar mani, tidak kena kafarat. Tapi puasanya batal dan harus qadha. Qadhanya di luar Ramadan, seperti biasa, sesuai jumlah hari yang dia tinggalkan. Tentu diiringi taubat karena kelalaiannya.

Satu lagi dalam bab qadha, jika seseorang sebelum qadha puasanya keburu meninggal, apa yang dilakukan? Jika seseorang meninggal sebelum sempat mengqadha puasanya, ada dua kemungkinan. Dia belum sempat mengqadha karena uzur syar’i. Misalnya, bulan ramadan haid, setelah ramadan sakit, lalu meninggal. Atau tidak puasa karena sakit yang diperkirakan sembuh. Ternyata sehabis Ramadan terus sakitnya hingga wafat. Orang spt ini tidak ada kewajiban apa2, juga bagi kerabatnya. Karena dia tidak puasa dan tidak qadha karena uzur.

Kondisi kedua, jika seseorang dlm keadaan mampu mengqadha puasanya setelah ramadan, namun dia tunda-tunda hingga keburu wafat. Untuk orang dengan kondisi ini, sebagian ulama berpendapat bayar fidyah, sebagian lainnya berpendapat agar kerabatnya mengqadha puasa untuknya.

Yang cukup kuat adalah mengqadha puasanya oleh para kerabatnya, sejumlah hari yang ditinggalkan. Karena ada hadits dalam masalah ini, yaitu “Siapa yang meninggal tapi punya kewajiban puasa, maka keluarganya puasa untuknya.” muttafaq alaih. Juga ada hadits riwayat Muslim, Rasulullah saw memerintahkan seorang anak untuk mengqadha puasa ibunya.

Jika hari puasanya banyak, caranya dapat dibagi di antara kerabatnya, lalu mereka berpuasa untuk mengqadha puasa orang tersebut.

Wallahua’lam…

(Manhajuna/AFS)

Ustadz Abdullah Haidir, Lc., lahir dan besar di Depok, menyelesaikan pendidikan sarjana di LIPIA jurusan syari’ah. Sehari-hari beliau menjadi da’i di Kantor Jaliyat Sulay, sebuah lembaga yang memberikan penyuluhan tentang Islam kepada pendatang di Riyadh Arab Saudi. Selain itu aktifitas beliau adalah menjadi penulis buku dan kontributor artikel dakwah, mengisi taklim komunitas WNI, serta juga menjadi penerjemah khutbah Jum’at di Masjid Al Rajhi. Setelah 15 tahun berdidikasi di kota Riyadh, beliau memutuskan untuk kembali ke tanah air.

Ampunan Allah, Akar Solusi Kita

Ramadhan. Entah untuk yang keberapa kalinya. Semoga Allah Ta’ala panjang dan berkahi umur kita agar kembali dipertemukan dengan bulan yang dinanti-nanti ini pada masa datang.

Berbicara tentang keutamaan bulan Ramadhan, seakan tak pernah habis. Bulan ini tampaknya memang sudah diseting untuk menjadi bulan yang dapat memberikan energi sebesar-besarnya bagi setiap muslim agar semakin mantap mengarungi kehidupan dalam bingkai ajaran Allah Ta’ala.

Akan tetapi, jika kita perhatikan hadits-hadits Rasulullah ﷺ, sasaran riil dari Ramadhan yang kita lalui sebenarnya sederhana, meskipun dampaknya tidak sesederhana yang kita bayangkan. Yaitu teraihnya ampunan dari Allah Ta’ala.

Perhatikan dua hadits Rasulullah ﷺ tentang keutamaan puasa dan ibadah di bulan Ramadhan;

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متفق عليه)

 “Siapa yang puasa (di bulan) Ramadhan dengan iman dan penuh harap pahala, maka akan diampuni dosanya  yang telah lalu.” (Muttafaq alaih)

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متفق عليه)

“Siapa yang beribadah (shalat) (di bulan) Ramadhan dengan iman dan penuh harap pahala, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq alaih)

Dari hadits ini tampak, bahwa permasalahan ampunan Allah sangat besar artinya bagi kehidupan kita. Bayangkan, ibadah puasa di siang hari Ramadhan, lalu malamnya dihiasai dengan ibadah shalat dan ibadah lainnya, balasannya adalah ampunan Allah Ta’ala atas dosa-dosa yang telah lalu.

Bahkan di malam Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan, ketika Aisyah ra bertanya kepada Rasulullah ﷺ, jika kita menemui malam tersebut apa yang sebaiknya kita baca, Rasulullah ﷺ berpesan kepadanya untuk membaca

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي (رواه الترمذي وابن ماجه)

“Ya Allah, sungguh Engkau Maha Pema’af, menyukai permaafan, ma’afkanlah Aku.”  (HR. Tirmizi dan Ibnu Majah)

Mengapa di malam mulia yang berdoa di dalamnya mustajabah itu Rasulullah ﷺ tidak mengajarkan kita  memohon, misalnya, hidup sejahtera dunia akhirat, atau kaum muslimin diberi kemenangan atas orang-orang kafir, atau Islam diberi kejayaan di seluruh dunia, dsb.

Dari sini kita dapat menarik kesimpulan bahwa perkara ampunan Allah Ta’ala adalah masalah prinsip dan mendasar bagi keselamatan hidup kita. Sebaliknya, bertumpuknya dosa dan kemaksiatan dalam kehidupan adalah sumber problematika kita yang sesungguhnya.  Banyak ayat-ayat Allah Ta’ala dan hadits-hadits Rasulullah ﷺ yang mengisyaratkan tentang bahaya dosa dan kemaksiatan dalam kehidupan, baik dalam kontek pribadi, keluarga, masyarakat hingga Negara. Maka dengan demikian, berbagai problematika yang kita hadapi sekarang ini, akar solusinya dapat kita cari dari sini; Ampunan Allah Ta’ala.

Karenanya,  tingginya kwantitas dan kwalitas ibadah yang terjadi di tengah masyarakat seiring masuknya bulan suci Ramadhan, hendaknya tidak hanya didasari pada keinginan untuk meraih pahala dan kebaikan sebanyak-banyaknya. Tetapi juga dimotivasi –bahkan seharusnya bobotnya lebih besar- oleh keinginan mendapatkan ampunan dosa sebesar-besarnya dari Allah Ta’ala.

Hal ini patut menjadi perhatian. Karena ada fenomena ironis yang sering kita saksikan, dimana bertambahnya frekwensi ibadah di bulan ini, ternyata tidak mengurangi secara signifikan tingkat ‘dosa’ yang dilakukan. Lihatlah acara-acara di TV, hanya judulnya saja yang bernama ‘gebyar Ramadhan’ selebihnya adalah pamer aurat dan adegan-adegan merangsang. Lihat pula urusan-urusan birokrasi, praktek korupsi dan kolusi ternyata tak berkurang di bulan ini. Lihat pula para lelaki dan wanita iseng yang menjalin asmara via WA, FB, media sosial lainnya,  yang tetap melakukan aktifitasnya, mungkin, sehabis teraweh atau berbuka puasa.

Pendekatan mengisi bulan Ramadhan seperti ini tak ubahnya sopir angkutan yang mengejar setoran dengan ngebut ugal-ugalan serta menerjang rambu-rambu lalu lintas. Akibatnya denda yang harus dia bayar bisa jadi lebih besar dari setoran yang dia dapatkan.

Hal ini pula yang telah diingatkan oleh Rasulullah ﷺ dalam sabdanya,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ (رواه البخاري)

“Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan buruk, maka tidak ada bagi nilainya Allah Ta’ala dia meninggalkan makanan dan minumannya” (HR. Bukhari)

Tanpa obsesi yang muluk-muluk, mari kita jadikan Ramadhan kali ini sebagai momentum untuk mendapatkan ampunan Allah Ta’ala dengan bertaubat kepada-Nya dan menjauhkan maksiat sejauh-sejauhnya. Karena, dari sinilah akar solusi atas setiap problematika yang kita hadapi dalam kehidupan ini. Bahkan, dari sinilah sesungguhnya barometer yang menentukan apakah kita termasuk orang yang beruntung atau merugi dengan pada bulan suci Ramadhan ini.

Rasulullah ﷺ bersabda,

وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَانْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ (رواه أحمد)

“Rugilah orang yang mendapatkan Ramadhan, namun ketika dia berlalu, dirinya  tidak mendapatkan ampunan (dari dosa-dosanya)” (HR. Ahmad)

Sumber: Buku Pesan-pesan di Jalan Kehidupan, Abdullah Haidir, Murajaah Thariq Abdulaziz At-Tamimi, MA, Penerbit Kantor Dakwah Sulay, Riyadh, KSA

(Manhajuna/IAN)

Ust. Abdullah Haidir, Lc.

Pembina at Manhajuna.com
Alumni Syariah LIPIA ini adalah pengasuh utama manhajuna.com. Setelah 15 tahun menjadi Penerjemah dan Penyuluh Agama (Da'i) di Kantor Jaliyat Sulay, Riyadh, beliau memutuskan pulang mengabdikan diri di tanah air. Kini selain tetap aktif menulis dan ceramah di berbagai kesempatan, ustadz humoris asal Depok ini juga tergabung dalam mengelola Sharia Cunsulting Center.

Panduan Ramadhan

Panduan Ramadhan

Download

Judul Buku: Panduan Ramadan
Penyusun: Abdullah Haidir
Perwajahan Isi dan Tata Letak: Abdullah Haidir
Penerbit: Kantor Dakwah Sulay, Riyadh
Cetakan Keempat, Rajab 1433 H – Juni 2012

DAFTAR ISI

  • Keutamaan Ramadan & Puasa
  • Hukum Puasa
  • Zakat Fitrah
  • Shalat Taraweh
  • Shalat Witir
  • Lailatul Qadar
  • I’tikaf
  • Idul Fitri dan Puasa Syawal