Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Konsultasi / Apakah Bisnis K-Link Indonesia Termasuk MLM Syariah dan Legal ?
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Apakah Bisnis K-Link Indonesia Termasuk MLM Syariah dan Legal ?

Assalamu’alaykum warohmatullohi wabarokatuh

Ustadz, beberapa hari lalu saya ditawari peluang usaha MLM oleh seorang sahabat saya, ustadz muda yang sekarang sudah berhasil mencapai jenjang leader di bisnis Direct Selling/ Multi Level Marketing K-Link: http://k-link.co.id/

Kemudian saya menanyakan pada sahabat saya, apakah bisnis K-Link benar-benar sudah memenuhi tuntunan syariah Islam? Sahabat saya menjawab saat ini K-Link sudah mempunyai sertifikasi MLM Syariah dari Dewan Syariah Nasional dan mempunyai Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan K-Link Indonesia, salahsatunya yaitu Ustadz H.M. Sofwan Jauhari.

Berikut saya cantumkan juga link terkait mengenai K-Link dan MLM Syariah:

http://k-link.co.id/syariah/det/175/Bagaimana-Menanggapi-Orang-Yang-Kontra-Dengan-MLM

http://mui.or.id/homepage/berita/berita-singkat/k-link-indonesia-terima-sertifikasi-mlm-syariah-dsn-mui.html

http://k-link.co.id/syariah/det/170/Apa-Yang-Dimaksud-Dengan-MLM-Syariah

http://www.k-link.co.id/syariah/artno/27/Fatwa-Ulama-Mengenai-MLM

http://www.republika.co.id/berita/bisnis-syariah/berita/10/08/30/132421-mlm-syariah-dapat-sertifikasi-mui

http://sehatsuksesbahagia.com/PeluangUsaha/ArtikelMLMSyariah10.html

Selanjutnya, mohon saran atau petunjuk dari ustadz, apakah saya boleh menerima tawaran peluang usaha dari sahabat saya tersebut atau menolaknya secara baik-baik?

Saya tunggu segera jawaban dari Ustadz. Barokallohu fiik.

Jawaban:

Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh

Alhamdulillahi rabbil `alamin, washshalatu wassalamu `ala sayyidil mursalin, wa ba`du,

Sistem pemasaran dengan Multi Level Marketing (MLM) itu sungguh sangat beragam sekali. Dan di dalam keberagamannya itu, bisa saja satu sama lain saling bertentangan 180 derajat. Maka pandangan syariah dalam MLM ini pun menjadi sangat tergantung seperti apa anatomi MLM tersebut.

MLM dalam literatur Fiqh Islam masuk dalam pembahasan Fiqh Muamalah atau bab Buyu’ (Perdagangan). MLM adalah menjual/memasarkan langsung suatu produk baik berupa barang atau jasa kepada konsumen. Sehingga biaya distribusi barang sangat minim atau sampai ke titik nol. MLM juga menghilangkan biaya promosi karena distribusi dan promosi ditangani langsung oleh distributor dengan sistem berjenjang (pelevelan).

Dalam MLM ada unsur jasa, artinya seorang distributor menjualkan barang yang bukan miliknya dan ia mendapatkan upah dari prosentasi harga barang dan jika dapat menjual sesuai target dia mendapat bonus yang ditetapkan perusahaan. MLM banyak sekali macamnya dan setiap perusahaan memiliki spesifikasi tersendiri. Sampai sekarang sudah ada ratusan perusahaan yang mengatasnamakan dirinya menggunakan sistem MLM baik yang terdaftar resmi di APLI atau pun yang tidak.

Untuk menilai sejauh mana kehalalan dari masing-masing perusahaan yang menggunakan sistem ini rasanya tidak mungkin, kecuali jika perusahaan tersebut memberikan penjelasan utuh baik melalui buku yang diterbitkan atau presentasi langsung tentang perusahaan tersebut.

Oleh karena itu kami akan memberi jawaban yang bersifat batasan-batasan umum sebagai panduan bagi umat Islam yang akan terlibat dalam bidang MLM. Allah SWT berfirman:

“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al Baqarah 275).

“Tolong menolonglah atas kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan” (QS. Al Maidah 2).

Rasulullah SAW bersabda:

“Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha”. (HR. Al-Baihaqi dan Ibnu Majah).

“Umat Islam terikat dengan persyaratan mereka”( HR. Ahmad, Abu Dawud dan Al-Hakim)

1. Pada dasarnya sistem MLM adalah muamalah atau buyu’ dan muamalah atau buyu’ prinsip dasarnya boleh (mubah) selagi tidak ada unsur:

  • Riba’
  • Ghoror (penipuan)
  • Dhoror (merugikan atau mendholimi fihak lain)
  • Jahalah (tidak transparan).

2. Ciri khas sistem MLM terdapat pada jaringannya, sehingga perlu diperhatikan segala sesuatu menyangkut jaringan tersebut:

  • Transparansi penentuan biaya untuk menjadi anggota dan alokasinya dapat dipertanggungjawabkan. Penetapan biaya pendaftaran anggota yang tinggi tanpa memperoleh kompensasi yang diperoleh anggota baru sesuai atau yang mendekati biaya tersebut adalah celah dimana perusahaan MLM mengambil sesuatu tanpa hak.
  • Transparansi peningkatan anggota pada setiap jenjang (level) dan kesempatan untuk berhasil pada setiap orang. Peningkatan posisi bagi setiap orang dalam profesi memang terdapat disetiap usaha. Sehingga peningkatan level dalam sistem MLM adalah suatu hal yang dibolehkan selagi dilakukan secara transparan, tidak menzhalimi pihak yang ada di bawah, setingkat maupun di atas.
  • Hak dan kesempatan yang diperoleh sesuai dengan prestasi kerja anggota. Seorang anggota atau distributor biasanya mendapatkan untung dari penjualan yang dilakukan dirinya dan dilakukan down line-nya. Perolehan untung dari penjualan langsung yang dilakukan dirinya adalah sesuatu yang biasa dalam jual beli, adapun perolehan prosentase keuntungan diperolehnya disebabkan usaha down line-nya adalah sesuatu yang dibolehkan sesuai perjanjian yang disepakati bersama dan tidak terjadi kedholiman.

3. MLM adalah sarana untuk menjual produk (barang atau jasa), bukan sarana untuk mendapatkan uang tanpa ada produk atau produk hanya kamuflase. Sehingga yang terjadi adalah Money Game atau arisan berantai yang sama dengan judi.

4. Produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, karena anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang tersebut dan bertanggung-jawab kepada konsumen lainnya.

5. Alangkah baiknya bila seorang muslim menjalankan MLM yang sudah ada legalisasi syariahnya. Yaitu perusahaan MLM yang tidak sekedar mencantumkan label dewan syariah, melainkan yang fungsi dewan syariahnya itu benar-benar berjalan. Sehingga syariah bukan berhenti pada label tanpa arti. Artinya, kalau kita datangi kantornya, maka ustaz yang mengerti masalah syariahnya itu ada dan siap menjelaskan letak halal dan haramnya.

6. Hal yang paling rawan dalam pemasaran gaya MLM ini adalah dinding yang teramat tipis dengan dusta dan kebohongan. Biasanya, orang-orang yang diprospek itu dijejali dengan beragam mimpi untuk jadi milyuner dalam waktu singkat, atau bisa punya rumah real estate, mobil built-up mahal, apartemen mewah, kapal pesiar dan ribuan mimpi lainnya.

Dengan rumus hitung-hitungan yang dibuat seperti masuk akal, akhirnya banyak yang terbuai dan meninggalkan profesi sejatinya atau yang kita kenal dengan istilah ‘pensiun dini’. Apalagi bila objeknya itu orang miskin yang hidupnya senin kamis, maka semakin menjadilah mimpi di siang bolong itu, persis dengan mimpi menjadi tokoh-tokoh dalam dunia sinetron TV yang tidak pernah menjadi kenyataan.

Dan simbol-simbol kekayaan seperti memakai jas dan dasi, pertemuan di gedung mewah atau kemana-mana naik mobil seringkali menjadi jurus pemasaran. Dan sebagai upaya pencitraan diri bahwa seorang distributor itu sudah makmur sering terasa dipaksakan. Bahkan istilah yang digunakan pun bukan sales, tetapi manager atau general manager atau istilah-istilah keren lain yang punya citra bahwa dirinya adalah orang penting di dalam perusahaan mewah kelas international. Padahal ujung-ujungnya hanya jualan obat. Kami tidak mengatakan bahwa trik ini haram, tetapi cenderung terasa mengawang-awang yang bila masyarakat awam kurang luas wawasannya, bisa tertipu.

7. Yang harus diperhatikan pula adalah penggunaan dalil yang tidak pada tempatnya untuk melegalkan MLM. Seperti sering kita dengar banyak orang yang membuat keterangan ‘palsu’ bahwa Rasulullah SAW itu profesinya adalah pedagang atau menjual sesuatu. Ini jelas eksploitasi sirah Rasulullah SAW yang perlu diluruskan. Yang benar adalah bahwa sebelum diangkat menjadi Nabi pada usia 40, Muhammad itu memang pernah berdagang dan ketika masih kecil memang pernah diajak berdagang. Namun setelah menjadi nabi, beliau tidak lagi menjadi pedagang. Ma’isyah beliau adalah dari harta rampasan perang / ghanimah, bukan dari hasil jualan atau menawarkan barang dagangan, juga bukan dengan sistem MLM. Lagi pula kalaulah sebelum jadi nabi beliau pernah berdagang, jelas-jelas sistemnya bukan MLM. Dan Khadidjah ra itulah Up-linenya beliau sebagaimana Maisarah juga bukan downline-nya.

8. Terkait dengan itu, ada juga yang berdalih bahwa sistem MLM merupakan sunnah nabi. Mereka mengaikannya dengan dakwah berantai / berjenjang yang dilakukan oleh Rasulullah SAW di masa itu. Padahal apa yang dilakukan beliau itu tidak bisa dijadikan dalil bahwa sistem penjualan berjenjang itu adalah sunnah Rasulullah SAW. Sebab ketika melakukan dakwah berjenjang itu, Rasulullah SAW tidak sedang berdagang dengan memberikan barang /jasa dan mendapatkan imbalan materi. Jadi tidak ada transaksi muamalat perdangan dalam dakwah berjenjang beliau. Kalau pun ada reward, maka itu adalah pahala dari Allah SWT yang punya pahala tak ada habisnya, bukan berbentuk uang pembelian.

9. Juga perlu diperhatikan bahwa bila semua orang akan dimasukkan ke dalam jaringan MLM yang pada hakikatnya menjadi sales menjualkan produk sebuah industri, maka akan matilah jiwa kreatifitas dan produktifitas ummat. Sebab di belakang sistem MLM itu sebenarnya adalah industri yang mengeluarkan produk secara massal. Padahal umat ini butuh orang-orang yang mampu berkreasi, mencipta, melakukan aktifitas seni, menemukan hal-hal baru, mendidik, memberikan pelayanan kepada ummat dan pekerjaan pekerjaan mulia lainnya. Kalau semua potensi umat ini tersedot ke dalam bisnis pemasaran, maka matilah kreatifitas umat dan mereka hanya sibuk di satu bidang saja yaitu : BERJUALAN produk sebuah industri.

10. Etika Penawaran

Salah satu hal yang paling ‘mengganggu’ dari sistem pemasaran langsung adalah metode pendekatan penawarannya itu sendiri. Karena memang disitulah ujung tombak dari sistem penjualan langsung dan sekaligus juga disitulah titik yang menimbulkan masalah.

Biasanya para distibutor selalu dipompakan semangat untuk mencari calon pembeli. Istilah yang sering digunakan adalah prospek. Sering hal itu dilakukan dengan tidak pandang bulu dan suasana. Kejadiannya adalah seorang teman lama yang sudah sekian tahun tidak pernah berjumpa, tiba-tiba menghubungi dan berusaha mengakrabi sambil memubuka pembicaraan masa lalu yang sedemikian mesra. Kemudian melangkah kepada janji bertemu. Tapi begitu sudah bertemu, ujung-ujungnya menawarkan suatu produk yang pada dasarnya tidak terlalu dibutuhkan.

Hanya saja karena kawan lama, tidak enak juga bila tidak membeli. Karena si teman ini menghujaninya dengan sekian banyak argumen mulai dari kualitas produk yang terkadang sangat fantastis, termasuk peluang berbisnis di MLM tersebut yang intinya mau tidak mau harus beli dan jadi anggota. Pada saat mewarkan dengan sejuta argumen inilah seorang distributor bisa bermasalah.

Demikian batasan-batasan ini barangkali dapat bermanfaat untuk kaum muslimin Indonesia dan dapat menjadi salah satu jalan keluar dari krisis ekonomi.

Sumber : Pusat Konsultasi Syariah

(Visited 5.506 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Rajab, Sya’ban dan Ramadhan

Manhajuna – Bulan rajab baru saja datang, dan berlalu tanpa terasa. Setelahnya adalah sya’ban, kemudian bulan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *