Oleh: Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri, MA
Manhajuna – Salah satu kondisi orang yang mustatajab doanya adalah kondisi “mudhtharr”, yakni orang yang berada dalam kondisi terdesak, terhimpit, “kepepet”, dan semacamnya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Atau siapakah yang mengabulkan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya)” (QS. An-Naml: 62).
Oleh karena itu tidak sedikit kisah tentang berbagai bentuk keajaiban pengkabulan doa dan munajat bagi orang-orang yang sedang mengalami himpitan musibah, ujian atau persoalan dalam hidupnya. Jika hal semacam itu terjadi pada para ulama, waliyullah dan orang-orang saleh, mungkin sebagian kalangan akan menganggapnya sebagai sebuah kelumrahan. Namun tidak jarang kita dengar kisah-kisal serupa bisa terjadi pula pada orang-orang yang dianggap biasa-biasa saja, atau termasuk orang kebanyakan!
Dan salah satu rahasianya, adalah karena dalam kondisi terhimpit, terdesak dan terpaksa, biasanya sangat dimungkinkan seseorang – yang biasa-biasa saja sekalipun – akan mampu berdoa dan memohon dengan penuh keikhlasan, totalitas pengharapan, kekuatan tawakkal dan keyakinan besar akan dikabulkan! Nah, kondisi-kondisi hati seperti itulah yang sebenarnya merupakan faktor penentu utama bagi pengkabulan doa yang penuh keajaiban tersebut. Dimana dalam keadaan-kedaan biasa bukan terdesak, umumnya tidak mudah bagi seseorang untuk bisa menghadirkan totalitas seperti itu saat berdoa. Kecuali bagi para ulama dan orang-orang saleh dengan tingkat keimanan istimewa yang tinggi, bisa saja totalitas doa seperti itu mereka lakukan sewaktu-waktu, tanpa menunggu adanya kondisi terdesak atau terhimpit!
Jadi sekali lagi, kunci utamanya adalah pada totalitas tawakkal, pengharapan dan keyakinan akan pengkabulan, dan bukan pada kondisi keterpaksaan dan keterdesakannya! Sehingga jangan ada misalnya, yang sampai salah paham, lalu mengharap-harap datangnya situasi himpitan dan keterdesakan, demi mendapatkan keajaiban pengkabulan doa! Apalagi sikap mengharap-harap keburukan dan kenegatifan itu sendiri, memang termasuk yang dilarang di dalam Islam!
Selanjutnya, mari menyimak bersama seraya mengambil ibrah dari kisah klasik berikut ini.
Diriwayatkan dari Sahabat Anas ra, beliau berkisah: Ada seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dari kalangan Anshar, ber-kun-yah Abu Mu’allaq. Dia ini seorang saudagar yang biasa berniaga kemana-mana, baik dengan membawa dagangannya sendiri ataupun milik orang lain. Disamping itu, iapun dikenal sebagai seorang ahli ibadah dan wara’. Sekali waktu saat bepergian, dalam perjalanannya ia dicegat oleh seorang pencuri atau perampok atau perompak bertopeng dan bersenjata. Si perampok berkata kepadanya: Letakkan semua bawaanmu, dan aku akan membunuhmu! Ia membalas: Apa kamu memang harus membunuhku? Ambil sajalah hartaku semua! Si perampok berkata lagi: Hartamu sudah jelas menjadi milikku. Tapi, begitupun, aku tetap mau membunuhmu. Ia lalu menjawab: Jika memang tetap begitu kemauannmu, biarkan aku shalat dulu empat rakaat. Sang penjahatpun mengizinkan seraya berujar: Baik, shalatlah sepuasmu.
Maka iapun berwudhu lalu shalat empat rakaat. Dan diantara doa yang dibacanya dalam sujud terakhirnya adalah: Ya Waduud, ya Dzal ‘Arsyil Majiid. Ya Fa’aalu lima yuriid. As-aluka bi-‘izzikal-ladzi la yuraam, wa mulkikal-ladzi la yudhaam, wa binuurikal-ladzi mala-a arkaana ‘Arsyik, an takfiyani syarra hadzal-lish. Yaa Mughits aghitsni, ya Mughits aghitsni [Wahai Dzat Maha Penyayang. Wahai Tuhan Pemilik ‘Arsy Yang Agung. Wahai Dzat Yang Maha Mampu Melaksanakan segala yang dikehendaki-Nya. Aku memohon kepada-Mu, seraya bertawassul dengan kemuliaan-Mu yang tak terjangkau, bertawassul dengan kekuasaan-Mu yang tak tertandingi, dan bertawassul dengan cahaya-Mu yang memenuhi pilar-pilar ‘Arsy-Mu, (aku memohon…) agar Engkau membebaskanku dari kejahatan pencuri/perampok ini. Wahai Dzat Maha Penyelamat, selamatkanlah daku. Wahai Tuhan Maha Pembebas, bebaskanlah aku] 3x. Ia mengulang doa-doa itu tiga kali. Dan sejurus kemudian, tiba-tiba datang seorang penunggang kuda membawa tombak yang diletakkan diantara kedua telinga kudanya. Berbareng saat pencuri/perampok itu melihatnya, maka sang penunggang kudapun langsung menghampirinya, menikamnya dan membunuhnya seketika.
Setelah itu si penolongpun datang kepadanya seraya berkata: Bangkitlah. Ia bertanya: Siapakah Engkau sebenarnya? Sungguh Allah telah menyelamatkanku melalui perantaraanmu hari ini. Ia menjawab: Aku adalah malaikat dari Langit Keempat. Saat Engkau berdoa dengan doa pertama, akupun mendengar pintu-pintu langit beradu bunyi. Lalu ketika Engkau mengulang doamu kedua kalinya, aku mendengar para penghuni langit bergemuruh. Dan begitu Engkau melantunkan doamu yang ketiga, dikatakan kepadaku: Ini adalah doa orang yang sedang terhimpit bahaya! Maka akupun memohon kepada Allah agar Dia menugaskanku untuk membunuhnya (si penjahat). Sahabat Anas ra. berkata: Barangsiapa berwudhu lalu shalat empat rakaat, dan berdoa dengan doanya tadi, maka insya-allah akan diijabahi doanya, baik ia sedang dalam himpitan bahaya ataupun tidak!
(Kitab “Mujaabid-da’wah oleh Al-Imam Ibnu Abid-Dun-ya).
(Manhajuna/GAA)