Manhajuna.com – Nindya sehari itu mengalami situasi yang tidak menyenangkan. Listrik mati begitu lama, cucian menumpuk, setrikaan segunung, PAM rusak sehingga harus menimba air dari sumur tetangga. Sementara anak bungsunya menjadi sangat rewel karena ibunya sibuk mencuci tanpa mesin cuci, sehingga dia tidak punya teman bermain. Di tengah-tengah situasi yang menekan, datang tukang kredit yang menagih hutang kredit barang elektronik mereka. Nindya semakin panik karena hari itu seharusnya Aldo, suaminya telah memberikan uang kepadanya–mungkin lupa. Akhirnya dengan sangat terpaksa Nindya meminjam uang ke tetangga dengan wajah merah padam karena malu. Sementara semasa gadis, Nindya pantang berhutang. Tapi semenjak menikah ia merasa Aldo terlalu mudah meminjam uang dan mengkredit barang.
Ketika Aldo pulang, Nindya masih dalam keadaan stressfull. Aldo yang terbiasa kurang memperhatikan komunikasi non verbal istrinya, tidak bisa membaca mendung di wajah Nindya. Karena capek, Aldo minta dipijit dan Nindya masih menuruti. Setelah Aldo dan anak-anak tidur, ia mulai mencuci lagi. Tetapi ketika menemukan Aldo menaruh sembarangan baju dan kaus kaki kotor di ruang tamu, kemarahan Nindya meledak. Aldo terbangun. Alih-alih menanyakan dan menghibur Nindya, ia justru berbalik marah karena merasa tidurnya terganggu. Nindya menangis dan menuduh Aldo egois dan tidak mau membantu. Sementara Aldo merasa disudutkan, harga dirinya terluka dan ia semakin marah. Mereka pun bertengkar dan saling menyalahkan tanpa mendapatkan solusi yang tepat dan tanpa mengetahui situasi dan kondisi masing-masing.
*****
Begitulah sedikit cuplikan letupan emosi dalam rumah tangga. Apa itu emosi? Emosi merupakan reaksi subjektif terhadap sesuatu di lingkungan yang biasanya didapat dari pengalaman kognisi terhadap kenyamanan maupun ketidaknyamanan yang secara umum diiringi dengan perubahan fisiologis (detak jantung yang cepat, muka memerah, meningkatnya hormon) dan sering diekspresikan dalam perilaku yang tampak/muncul. Emosi tidak selalu negatif, akan tetapi juga bersifat positif.
Dari cuplikan contoh singkat di atas, sesungguhnya Nindya marah bukan disebabkan oleh karena ia membenci suaminya, walaupun saat itu pemicu pertengkarannya adalah hal-hal sepele berupa baju kotor yang bertebaran di ruang tamu. Biasanya dalam kondisi tidak tertekan, ia dengan mudah memungut baju kotor itu tanpa banyak komentar maupun omelan. Nindya hanya sedang berada dalam keadaan stressfull yang sangat memicu kemarahan. Barangkali itu adalah bagian dari mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) bagi seorang Nindya. Orang yang dalam keadaan marah (seperti halnya kasus di atas) boleh jadi karena kondisi stressfull membutuhkan pertolongan orang lain untuk mengatasi kondisi stressful tersebut. Dan orang terdekat itu adalah sang suami.
Emosi bersifat sangat personal. Kemunculannya bisa dipicu oleh hal-hal yang sangat sepele dan sederhana. Akan tetapi, juga dapat diredakan dengan hal yang sangat sepele dan sederhana. Jika saja Aldo mau sedikit berempati dan menanyakan apa yang membuat Nindya marah, dan mau melalukan komunikasi yang lebih empatik, pertengkaran mungkin dapat dihindari. Jika saja Nindya mau lebih terbuka dan berterus terang mengkomunikasikan kepada Aldo mengenai stressfull yang ia alami, tanpa memendamnya sendiri tentu situasi yang membuatnya ‘meledak’ tidak perlu terjadi.
*****
Berikut ini adalah tips untuk mengkomunikasikan perasaan kepada pasangan.
- Cobalah untuk melihat tanda non verbal dari pasangan. Bisa berupa diam tanpa alasan, penolakan secara fisik, perasaan mudah tersinggung yang meningkat, atau pola makan dan minum yang berubah. Tanyakan kepada pasangan dengan hati-hati jika tampak tanda-tanda tersebut. Jangan menunggu ledakan emosinya.
- Duduklah berdua dengan pasangan di tempat yang pribadi, saling berhadapan, dan jika memungkinkan saling memegang tangan atau menyentuh untuk memfasilitasi ekspresi perasaan yang lebih terbuka.
- Dengarlah dengan penuh perhatian jika pasangan mulai berbicara dan jangan menyela. Jangan berkata; “kamu tidak boleh berperasaan seperti itu” atau jangan mengecilkan perasaannya. Perasaan adalah sesuatu yang sangat personal, sangat pribadi dan sangat subjektif. Mengecilkan perasaannya berarti mengecilkan harga dirinya.
- Jangan bereaksi berlebihan atau bersimpati dengan jalan menguasai perasaannya. Bergabung dengan perasaannya dengan cara merasa sama terluka atau sama marahnya justru akan mengecilkan hatinya. Berbagilah dengan lebih positif, sebab melakukan yang lebih dari itu tidak akan membantu. Terima saja perasaannya. Perasaan adalah sesuatu yang cepat berlalu.
- Jangan menggunakan apa yang sedang dibicarakannya sebagai senjata di kemudian hari (jangan diungkit-ungkit). Dan jangan membicarakan hal yang dipercayakan pasangan kepada orang lain tanpa seizinnya.
Nah, sahabat muslimah Manhajuna, semoga kita dapat mengendalikan emosi secara cerdas, tidak meledak-ledak, banyak empati dan cerdas dalam mengkomunikasikan perasaan kepada pasangan.
****
-Ummu Aafiya-
(Disarikan dari buku Psiko Harmoni Rumah Tangga karangan Izzatul Jannah, penerbit Indiva Pustaka, 2008)