Oleh: Ust. Abu Ja’far Fir’adi Nasrudin, Lc.
Saudaraku..
Bagaimana perasaan kita, jika kita mendapat bingkisan istimewa dan hadiah menarik dari orang yang kita cintai?. Tentu hati kita begitu berbunga-bunga. Kebahagiaan memenuhi relung hati kita. Seulas senyum berbinar dari wajah kita. Terlebih hadiah itu akan menyuburkan cinta di antara kedua belah pihak; si pemberi dan penerima hadiah.
Hadiah istimewa tidak harus dalam bentuk materi. Tidak mesti pula mengeluarkan biaya yang mahal, jutaan rupiah atau ribuan real. Karena hadiah ini bisa diberikan oleh semua kita. Baik yang kaya ataupun miskin. Berada atau tiada. Pejabat ataupun rakyat jelata. Orang tua, muda, ataupun anak-anak. Semua kalangan mampu melakukannya.
Hadiah yang kita maksudkan bukanlah emas, permata, berlian, mutiara dan yang senada dengan itu. Tapi hadiah yang kita maksud adalah titipan salam kita untuk sahabat-sahabat dekat kita lewat orang lain. Seperti ucapan kita kepada si Ahmad misalnya, “Tolong sampaikan salamku untuk si Fulan dan Fulan.”
Saudaraku..
Bagi kita titipan salam merupakan perkara yang remeh dan ringan. Tapi di kalangan sahabat, hal itu merupakan perkara besar, amanah yang harus ditunaikan dan bahkan mereka pandang sebagai hadiah istimewa dari si pemberi salam.
Suatu ketika datang seseorang kepada Salman al Farisi seraya berucap, “Wahai Abu Abdullah, Fulan menitipkan salam untukmu.”
Ia berkata, “Sesungguhnya jika engkau tidak menyampaikan salamnya untukku, maka hal itu tetap menjadi amanah di pundakmu.”
Lalu bagaimana dengan kita wahai saudaraku, berapa banyak salam dari saudara kita yang lalai dan lupa kita sampaikan? Tentu hal itu berakar dari ketidak pahaman kita terhadap persoalan ini. Dan sikap memandang remeh terhadap amanah yang secara zahir terlihat ringan dan tidak berbobot.
Namun mengkhianati sebuah amanah sekecil apapun, dan tidak menyampaikannya kepada yang berhak menerimanya, merupakan bibit dan benih kemunafikan.
Saudaraku..
Seorang laki-laki pernah berkata kepada Abu Darda’ ra, “Fulan, menyampaikan salam untumu.”
Ia menjawab:
هَدِيَّةٌ حَسَنَةٌ وَمَحْمَلٌ خَفِيْفٌ
“Salam adalah hadiah yang baik dan beban (titipan) yang ringan.”
(Mawa’izh as shahabah, Shalih Ahmad al Syami).
Salam merupakan hadiah yang baik, karena siapapun kita mampu melakukannya. Selama di hati ada cinta yang tulus. Selama di hati kita tiada dendam. Selama kita menginginkan kebaikan, keberkahan dan keselamatan dunia dan akherat bagi orang lain.
Salam juga meruapkan amanah atau titipan yang ringan. Karena kita merasa tak terbebani saat membawanya. Juga tidak memenuhi rangsel dan tas bawaan kita. Atau mengurangi jatah timbangan bagasi kita dan seterusnya.
Tapi sejatinya ia berat, bagi orang yang tidak amanah. Bagi orang yang pelit dan tidak mengharapkan kebaikan dan keberkahan bagi orang lain.
Saudaraku..
Mari kita memperbanyak memberi bingkisan yang baik dan hadiah istimewa bagi sahabat-sahabat kita. Tapi ingat, bingkisan yang baik dan hadiah terindah seharusnya kita berikan kepada orang yang layak menerimanya.
Karena jika kita berikan kepada orang yang salah alamat, justru bisa menjadi fitnah bagi kita. Seperti salam yang kita berikan buat lawan jenis kita dan bukan mahram kita.
Maka hal itu bisa menjadi awal dari tumbuh dan suburnya cinta yang tidak mendatangkan rahmat, barakah dan keselamatan dalam hidup kita. Wallahu a’lam bishawab.
Riyadh, 31 Agustus 2012 M
(AFS/Manhajuna)