Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Konsultasi / Istri dan Anak Adalah Musuh ?
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Istri dan Anak Adalah Musuh ?

Ass.wr.wb, Pak Ustad yang dirindukan jemaahnya mohon dapat diberikan penjelasan yang sejelasnya makna dari:

  1. Qs. (64:14, 15 ) , apa maksudnya dan mohon diberikan penjelasan dan contoh apabila kita tdk dapat mengamalkan ayat tsb.
  2. Apakah kita memang harus bermazhab dan apa konsekwensinya kita bila tidak bermashab, tapi kita menjalankan apa yang diperintahkan oleh Alquran & Hadis Rosulallah Muhammad SAW.

Mohon dapat dijelaskan krn sangat penting artinya ini buat saya. Atas jawaban P’Ustad saya mengucapkan terimakasih dan sll dlm lindungan Allah swt. amien. Wassalam.

Jawaban:

Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh. Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba’d.

1. Quran surah At-Taghabun 14-15

Tepatnya terjemahan ayat itu adalah sebagai berikut:

Hai orang-orang mu’min, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan , dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. At-Taghabun : 14-15)

Para ulama mengatakan tentang tafsir ayat ini dalam beberapa riwayat sebagaimana yang tercantum dalam Al-Jami` li ahkamil Quran-nya Al-Qurtuby.

  1. Ayat ini turun di Madinah kepada seorang laki-laki yang bernama Auf bin Malik Al-Asyja`i. Dia mengadu kepada Rasulullah SAW tentang perilaku anak dan istrinya yang selalu mengalanginya bila berjihad di jalan Allah SWT.
  2. At-Thabary menyebutkan dari Atho` bin Yasar bahwa surat At-Taghabun ini semuanya turun di Mekkah, kecuali ayat-ayat ini saja. Yang ini turunnya dalam konteks Auf bin Malik Al-Asyja`i yang punya banyak anak dan istri. Bila dia akan berangkat jihad, mereka menangis dan menggendolinya seraya berkata,”Kepada siapakah kami ditinggalkan ?”. Maka turunlah ayat ini.
    Al-Qadhi Abu Bakar ibn al-Arabi berakta bahwa ayat ini menerangkan tentang kemungkinan adanya musuh di dalam anggota keluarga atau dari pihak istri sendiri. Namun bukan musuh seperti biasanya, tetapi musuh dalam selimut. Karena perbuatannya yang bisa membuat seseorang surut dari perjuangan atau surut dari ketaatan kepada Allah SWT. Dan tidak ada musuh yang lebih berbahaya dari pada musuh yang mampu memutuskan hubungan mesra antara seseorang dengan tuhannya.
    Dalam kaitan pengertian makna ayat itu, dahulu Nabi Isa as pernah berkata dengan hikmah,”Orang yang dikuasai oleh istri, anak dan hartanya, sesungguhnya sudah menjadi budak keduniaan”.

2. Bermazhab

Bermazhab sebenarnya bukan merupakan keharusan, sebab tidak ada dalil yang mewajibkan kita untuk bermazhab. Namun sebenarnya yang terjadi adalah bahwa ketika seseorang dihadapkan dengan dalil-dalil yang sedemikian banyak, pastilah dia akan kesulitan dalam menentukan sikap dalam masalah hukum segala sesuatu.

Belum lagi terkadang sebuah dalil –selain Al-Qur’an Al-Kariem- itu masih harus diselidiki lebih lanjut tentang level keshahihannya. Ada sekian ribu hadits di hadapan kita yang meski sudah diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits, namun terkadang masih perlu ditakhrij lagi agar bisa secara pasti ditentukan derajat kekuatannya. Barangkali masalahnya akan selesai bila hadits itu memang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Sebab Shahih bukhari sering disebut ulama sebagai kitab tershahih kedua setelah Al-Qur’an Al-Kariem.

Demikian juga kaitannya dengan persoalan yang dihadapi. Sebab terkadang sebuah dalil harus berhadapan dengan dalil lainnya yang bisa saja sejalan, namun terkadang sedikit berbeda. Dan tidak jarang pula yang secara zahir terkesan berbeda 180 derajat.

Di sisi lain, banyak sekali orang yang tidak tepat dalam menerapkan sebuah dalil dengan kondisi yang terjadi. Dalilnya mungkin shahih, hanya penerapannya bukan pada tempatnya.

Dan ada sekian banyak persoalan lainnya yang perlu dipecahkan oleh orang yang punya kompetensi, ilmu dan otoritas yang syah untuk merinci sekian banyak dalil tadi menjadi hukum-hukum yang bisa langsung dipakai. Disinilah peranan para mujtahid mazhab sangat relevan, sebab mereka memang punya segala persyaratan dan kemampuan yang tidak dimiliki oleh orang-orang awam seperti kita. Mereka tentu bukan asal ijtihad, tetapi mereka punya metodologi yang telah teruji dalam mensintesakan semua dalil tadi menjadi hukum yang rinci.

Dan metode yang dipakai oleh para mujtahid serta hasil-hasil produknya itulah yang kita namakan dengan mazhab. Maka dengan demikian, metodologi dan hasil-hasil ijtihad yang dilakukan oleh orang sekaliber Imam Asy-syafi`i disebut mazhab Syafi`i.

Dan bila Anda punya metodologi sendiri dalam menyimpulkan semua dalil agama menjadi hukum-hukum yang rinci, maka disebut dengan mazhab Happy As Beauty. Jadi kalau pun Anda tidak mau bermazhab dengan mazhab-mazhab yang ada, Anda pun tetap harus bermazhab, paling tidak mazhab Anda sendiri.

Tapi mazhab Happy As Beauty ini harus teruji dulu di dalam dunia Islam untuk bisa diterima oleh para ulama lainnya. Tanpa itu, barangkali tidak ada yang tertarik dengan metodologi/mazhab itu. Dan beberapa mazhab yang terkenal seperti Hanafi, Maliki, Syaf`i dan Hambali adalah mazhab-mazhab yang sudah teruji lebih dari 1300-an tahun. Dan selama itu, keempatnya tetap bertahan dan eksis diakui oleh dunia Islam. Padahal di luar keempat mazhab ini, ada ribuan bahkan jutaan orang yang berusaha membuat metodologi sendiri, namun kalau bukan hasil tiruan dari keempatnya, yang sering terjadi adalah mazhab ini tidak bisa bertahan lama. Sehingga yang hingga kini kita kenal sekitar 4 itu saja.

Tetapi tetap saja setiap ulama yang memang sudah punya segala syarat dan kecapakan dalam istimbath hukum, dia punya hak untuk mendirikan mazhab sendiri. Tinggal nantinya proses alam (seleksi alam ?) atau lebih tepatnya sunnatullah yang akan menjadikannya eksis atau malah sebaliknya.

Dan agaknya, buat kita yang awam ini, ketimbang susah-susah berijtihad sendiri yang tentu akan menguras semua tenaga, waktu, pikiran dan kesempatan hidup, lebih mudah memakai mazhab yang sudah jadi dan juga sudah teruji di lapangan.

Kira-kira kalau dalam dunia komputer itu seperti sebuah program/software sistem operasi. Kita kenal sekarang ini ada windows, ada linux dan ada yang lain-lainnya. Bolehkah seseorang tidak menggunakan salah satunya ?

Jawabnya boleh boleh saja sih, namun sebuah sistem operasi tetap harus digunakan bila ingin berkomputer meskipun dengan membuat sendiri. Masalahnya adalah bahwa membuat sistem operasi sendiri terus terang bukan perkara mudah. Lagian, ngapain sih kita harus repot-repot membuat sistem operasi sendiri yang rumit, njlimet, susah dan orang awam komputer pasti tidak mungkin bisa melakukannya ?. Kalau pun bisa, belum tentu handal dan tokcer waktu dijalankan. Bukankah kita lebih baik memakai sistem operasi yang sudah ada, familiar dan mudah. Apalagi semua orang juga kenal.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Pusat konsultasi Syariah

(Visited 2.347 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Rajab, Sya’ban dan Ramadhan

Manhajuna – Bulan rajab baru saja datang, dan berlalu tanpa terasa. Setelahnya adalah sya’ban, kemudian bulan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *