Oleh : Kiki Barkiah
Manhajuna – Di hari-hari pertama kelahiran bayi, memang tidak mudah bagi Faruq yang saat itu berusia 2.5 tahun untuk berkompromi dengan perubahan yang ada. Kehadiran anggota baru tentunya menyita perhatian kami, terlebih bagi kami yang hidup merantau tanpa sanak saudara. Kecemburuan adalah hal yang wajar muncul meski sejak jauh-jauh hari sebelum kelahiran bayi, kami mempersiapkan Faruq agar dapat menerima kondisi ini melalui berbagai buku yang bercerita tentang saat-saat pertama memiliki adik baru.
Dalam tulisan sebelumnya saya pernah menulis berbagai teknik yang kami coba terapkan dalam menghadapi kecemburuan Faruq yang terkadang sangat menganggu dan membahayakan. Dari mulai memberi pengertian, membuat aturan dan batasan, sampai sesekali memisahkan bayi dari Faruq demi keselamatan.
Sampai suatu hari Allah memberi ilham saat saya akan meninggalkan bayi ke kamar mandi. Biasanya ketika sebuah pesan larangan untuk tidak mengganggu saya sampaikan, yang sering terjadi adalah munculnya tangisan bayi yang merasa terganggu oleh ulah jahil sang abang. Dan ketika keluar kamar mandi Faruq akan tertawa puas dan senang karena merasa menang.
Suatu hari sebuah pesan saya sampaikan bukan untuk Faruq tapi untuk sang bayi. “Fatih, ummi mau ke kamar mandi dulu ya, Fatih jangan sedih, Fatih dijaga abang Faruq. Abang faruq kan sayaaaaaaang banget sama fatih” “Faruq tolong jaga ya nak ade babynya” maka Faruq pun tersenyum, memeluk, menjaga dan menghibur sang bayi.
Dari hari ke hari alhamdulillah kami semakin mengerti tentang Faruq. Menyampaikan sebuah larangan bagi anak dengan tipe seperti Faruq hanya akan menantangnya menguji batasan. Faruq dengan senang hati melakukan apa yang dilarang untuk sekedar memuaskan rasa penasaran tentang apa yang akan kami lakukan jika aturannya dilanggar. Dan kami semakin mengerti bahwa memberikan kepercayaan dan penghargaan padanya akan membuat ia merasa diakui, lalu ia bersemangat membuktikan yang terbaik pada kami.
Sejak saat itu, hari demi hari kemi lewati dengan memperbanyak apresiasi saat menemukan Faruq bersikap baik terhadap adik barunya. Ia pun begitu bersemangat membantu bahkan terkadang berkeras hati untuk membantu. Kepeduliannya begitu istimewa untuk seorang balita yang kini baru berusia 3 tahun. Bahkan sering sekali ketika sang bayi terdengar menangis dari kamar, ia hentikan permainannya, lalu sibuk mengumpulkan buku dan mainan bayi kemudian segera menghampiri bayi untuk menghiburnya. Bahkan seringnya, saya pun sampai tidak tahu bahwa bayi terbangun dan menangis karena sibuk dengan pekerjaan rumah tangga.
Masya Allah, memiliki adik memang salah satu cara ampuh untuk membuat seorang anak lebih mandiri asalkan kita mampu menanganinya dengan tepat. Faruq terpaksa harus melakukan berbagai kebutuhannya sendiri, karena ia tidak mau menunggu saya selesai menyusui. Kecuali pada hal yang benar-benar membutuhkan pertolongan saya.
Namun bagaimanapun ia adalah balita 3 tahun yang masih dalam tahap menyempurnakan 50% perkembangan otaknya. Maka ia pun sesekali bertindak layaknya balita pada umumnya yang kurang tepat bertindak dalam mengungkapkan keinginannnya.
Saat faruq berbuat kegaduhan disamping bayi….
Ummi: “faruq lagi cari perhatian ya…..!”
Faruq: “heheehe iya…..”
Ummi: “faruq lagi butuh ummi ya? Kalo faruq butuh ummi faruq bilang ‘ummi….. faruq butuh ummi! Gimana bilangnya?”
Faruq: “ummi….. faruq butuh ummi”
Ummi: “sekarang faruq lagi pengen apa?”
Faruq: “faruq pengen susu”
Ummi: “faruq bisa nunggu? Kalo sekarang Fatih lagi nyusu”
Faruq: “mau sekarang!”
Ummi: “kalo gitu Faruq ijin sama adek, boleh gak susunya lepas dulu?”
Faruq: “Fatih…. boleh gak nyusunya berhenti dulu?”
Terkadang Fatih pun mengerti, dan melepas puting susu. Terkadang ia menangis, lalu dihibur Faruq sementara saya menyiapkan susu.
Saat faruq melompat-lompat atau berjungkir balik dikasur, sementara bayi sedang tidur sambil menyusui…..
Ummi: “faruq sedang cemburu ya! Itu namanya faruq sedang cemburu”
Faruq pun tersenyum dan berkata “adek nyusunya lama”
Ummi: “eh sini sini ummi punya cerita, dulu waktu Faruq bayi, Faruq nyusu lamaaaaaaaaaa sekali seperti Fatih. Abang Shiddiq juga harus nunggu kalo mau dipeluk ummi, tapi kalo faruq lompat-lompat Fatih gak tidur-tidur, makin lama dong dipeluknya”
Lalu saya terus bercerita tentang kenangan masa bayinya sehingga ia pun terhibur bahagia.
Saat Faruq tiba-tiba bermain dengan kasar pada bayi…
Ummi: “abang pengen ngajak main ade bayi ya? Abang sayang ya sama adek?” Faruq pun mengangguk
Ummi: “adek gak suka kalo mainnya seperti tadi, karena sakit, adek pengen cara mainnya lembut, tapi adek sukaaaa banget kalo Faruq bawain boneka dan bacain buku” lalu Faruq pun mencari permainan lain untuk menghibur bayi.
Anak bisa diberi pengertian, anak bisa diberi kepercayaan, anak bisa terlibat mengambil peran, anak bisa memilih sikap yang sesuai, asalkan kita terus bersabar memberikan pendidikan. Mendisiplinkan anak bukanlah sebuah deklarasi kekuasaan orang tua. Mendisiplinkan adalah mengajarkan batasan perilaku. Mendisiplinkan anak adalah buah dari cinta kita maka perlu dilakukan dengan penuh cinta. Kecemburuan memang perasaan alamiah yang keberadaannya terkadang penting sebagai wujud dari cinta. Namun cinta yang tulus akan melahirkan kebijaksanaan dalam mengelola rasa cemburu.
(Manhajuna/FM/AA*)
****
Kiki Barkiah, alumni teknik Elektro ITB yang memutuskan menjadi ibu rumah tangga. Ibu yang menjadi homeschooler bagi kelima anaknya ini saat ini berdomisili di San Jose, California, USA. Kiki aktifdiradiopengajian.com sebagai presenter dalam program “Ibu Indonesia Berbagi”. Beliau juga adalah ketua Yayasan Rumah Tahfidz Al-Kindi Mahardika & Komunitas Homeschooling Al-Kindi