Oleh: Ust. Abu Ja’far Fir’adi, Lc.
Sudahkah kita menatap indahnya pelangi di langit kehidupan kita? Apakah kita termasuk orang yang sudah mengecap kebahagiaan hidup sebagaimana yang telah kita pahat di alam khayal kita? Tentu, semua orang mendambakan demikian. Persoalannya adalah bagaimana cara kita menakar kebahagiaan hidup dan mengukur keceriaan jiwa kita.
Ibnu Abbas rahiallahu anhuma, memberi kita takaran dan timbangan untuk mengukur seberapa besar kebahagiaan yang telah kita rasakan dalam hidup. Beliau menyebutkan ada tujuh perkara yang mengalirkan kebahagiaan dalam hidup kita.
• Memiliki hati yang selalu bersyukur.
• Mempunyai pendamping hidup yang shalihah.
• Lahirnya keturunan yang shalih.
• Hidup di tengah lingkungan yang baik.
• Mempunyai sumber penghasilan yang halal.
• Intens mendalami pengetahuan agama.
• Usia yang penuh berkah.
Saudaraku…
Dari mana kita akan bahagia jika kita memiliki jiwa yang kufur nikmat. Tak puas dengan pemberian-Nya. Tiada ridha dengan ketetapan-Nya.
Bagaimana akan mengalir kebahagiaan jika kita masih hidup menyendiri tanpa pendamping hidup? Kesendirian adalah kumpulan duka nestapa, demikian komentar Khalil Gibran. Namun kesengsaraan hidup sulit dihindari bila kita mempunyai pasangan hidup yang tidak shalihah.
Anak, kata seorang ibu di Lampung..merupakan tali cinta. Artinya ia sebagai pengikat keharmonisan dalam sebuah keluarga. Terlebih ketika anak-anak yang lahir adalah shalih dan shalihah. Sungguh merupakan investasi yang sangat berharga bagi orang tuanya.
Katiga hal tersebut di atas ada pada diri kita, tapi kita hidup di lingkungan yang tidak kondusif dan baik, maka sebuah kebahagiaan akan terusik. Oleh karena itu di masa salafus shalih, sebuah rumah dan pekarangan menjadi mahal harganya, jika berada di tengah masyarakat yang menjaga norma-norma agama.
Berpenghasilan halal dapat menetaskan kebahagiaan hidup, terlebih jika penghasilannya mampu menutupi kebutuhan hidup kita dan sebagiannya bisa kita sisihkan bagi orang-orang yang berkekurangan.
Senantiasa dimudahkan Allah SWT untuk mendalami dan memahami agama-Nya, juga merupakan aliran kebahagiaan yang tidak kecil.
Terakhir, keberkahan hidup terwujud bukan karena usia yang panjang. Tapi kita mampu memaksimalkan usia kita dengan mengukir amal-amal shalih, mendaki puncak ubudiyah dan berbuat kebajikan. Mudah-mudahan kita memiliki 7 perkara di atas sehingga kebahagiaan selalu memenuhi ruang kalbu kita. Amien.
(AFS/Manhajuna)