Oleh Ust. Abdullah Haidir, Lc.
Bangunan Ka’bah dan Sekitarnya
– Bagian dalam Ka’bah.
Bagian dalam Ka’bah hanyalah ruang kosong dengan beberapa tiang penyangga. Tidak ada ornamen-ornamen khusus di dalamnya. Silakan lihat link berikut:
Disunahkan shalat sunah dua rakaat jika dapat masuk ke dalam Ka’bah, berdasarkan perbuatan Rasulullah saw yang melakukan shalat sunah di dalamnya (HR. Bukhari).
– Hajar Aswad.
Dia merupakan batu yang paling mulia di muka bumi. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Hajar Aswad merupakan bebatuan surga. Asalnya lebih putih dari susu, namun menjadi hitam karena dosa-dosa manusia. Karenanya dia dinamakan Hajar Aswad (Batu Hitam).
Perlu diketahui bahwa Hajar Aswad bukan bagian putih yang sekarang ini tampak dari kejauhan. Itu adalah lapisan perak yang menjadi wadahnya. Hajar Aswad terdapat di bagian dalamnya berbentuk 8 serpihan kecil batu berwarna hitam. Maka ketika hendaknya menciumnya, kepala hendaknya dimasukkan ke dalam wadah perak tersebut hingga batu tersebut tercium.
Disyariatkan terhadap Hajar Aswad untuk menciumnya, atau mengusapnya lalu mencium tangannya yang digunakan untuk mengusap atau melambaikan tangan kepadanya. Semuanya bersumber dari pebuatan Rasulullah saw yang disebutkan dalam beberapa riwayat, disesuaikan dengan kondisi yang ada.
Perlakuan terhadap Hajar Aswad berdasarkan syariat ini hendaknya dipahami sebagai bentuk ittiba'(mengikuti) sunah Rasulullah saw. Dia bukan bentuk penghambaan dan pemujaan terhadapnya, juga bukan keyakinan bahwa batu tersebut dapat mendatangkan manfaat atau mudharat. Sebagaiman perkataan Umar bin Khattab yang masyhur dalam riwayat muttafaq alaih, “Sungguh aku tahu, engkau hanyalah batu yang tidak mendatangkan manfaat atau menimbulkan bahaya. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah saw menciummu, niscaya aku tidak menciummu.”
Selain itu, perlakuan terhadap Hajar Aswad berdasarkan ketentuan syariat tersebut diniatkan untuk mendapatkan fadhilah atau keutamannya, di antaranya adalah terhapusnya dosa (HR. Ahmad). Ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa Hajar Aswad di hari kiamat akan mengenali orang-orang yang menciumnya.
Hanya saja semua dianjurkan dengan tidak menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun ucapan. Kejadian ini sering terjadi saat kondisi sangat sesak dan setiap orang berebut ingin menciumnya, sehingga tak jarang sering terjadi caci maki dan tindakan menyakiti saudaranya. Bayangkan, jika hal tersebut terjadi di pasar, maka dia merupakan perbuatan tercela, apalagi jika terjadi di depan Ka’bah yang mulia.
Rasulullah saw pernah mengingatkan Umar bin Khattab, bahwa karena dia orang yang kuat secara fisik, agar jangan menyakiti orang lemah. Maka hendaknya dia mengusapnya ketika sepi. Adapun ketika penuh sesak, maka cukup menghadapnya dan bertakbir.
Disyariatkan pula terkait dengan Hajar Aswad, menjadikannya sebagai tempat awal dan akhir bagi orang yang melakukan Thawaf. Para ulama umumnya berpendapat, bahwa thawaf yang tidak dimulai dari Hajar Aswad, tidak dianggap sebagai satu putaran. Caranya, ketika hendak memulai thawaf, hadapkan tubuh ke arah Ka’bah sejajar dengan Hajar Aswad, lalu lambaikan tangan (jika sulit mencium atau mengusapnya) sambil berucap, ‘Bismillahi Allahu Akbar’ setelah itu berjalan dengan menjadikan Ka’bar di sebelah kirinya. Begitu seterusnya hingga tujuh putaran. Lalu diakhiri di Hajar Aswad. Kemudian shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, atau jika tidak memungkinkan dimana saja di Masjidil Haram.
– Maqam Ibrahim
Yang dimaksud ‘Maqam’ di sini adalah batu tempat pijakan kaki. Dikatakan Maqam Ibrahim, karena tempat ini dijadikan tempat berpijak Nabi Ibrahim saat membangun Ka’bah. Ketika dinding Ka’bah sudah semakin tinggi, melebihi postur Nabi Ibrahim alaihissalam, maka Nabi Ismail membawakannya sebuah batu tempat dia berpijak, lalu dia mengambilkan batu untuk sang ayah sedangkan sang ayah berpijak pada batu tersebut.
Kini bangunan tersebut terletak beberapa meter setelah Hajar Aswad sebelum Hijir Ismail, ditutupi oleh kubah emas dan berkaca sehingga orang yang mendekat dapat melihatnya dengan jelas.
Bersama Hajar Aswad, Maqam Ibrahim disebutkan dalam riwayat Tirmizi dan lainnya serta dinyatakan shahih lighairi oleh Al-Albany, sebagai yaqut (batu mulia) surga yang cahayanya telah Allah hapus. Seandainya cahayanya masih ada, maka dia dapat menerangi antara timur dan barat.
Ada riwayat yang menyatakan bahwa asalnya batu tersebut menempel dengan Ka’bah. Lalu pada zaman Umar bin Khattab, setelah terjadinya banjir besar yang turut menghanyutkannya, Umar bin Khattab mengembalikannya sedikit berjarak dari Ka’bah, untuk memudahkan lalu lalang orang-orang yang melakukan thawaf.
Ada sebagian pandangan keliru yang mengatakan bahwa Maqam Ibrahim maksudnya adalah kuburan Nabi Ibrahim alaihissalam. Pandangan ini tidak memiliki dasar sama sekali. Karena pendapat yang kuat menyatakan bahwa kuburan Nabi Ibrahim alaihissalam terdapat di negeri Palestina. Mungkin kesimpulan tersebut berangkat dari pemahaman tentang istialah ‘makam’ di tengah masyarakat kita yang biasa diartikan sebagai kuburan. Padahal istilah makam sebagai kuburan tidak dikenal di tengah masyarakat Arab.
Maqam Ibrahim diabadikan dalam Al-Quran pada surat Al-Baqarah: 125. Yaitu Allah memerintahkan agar menjadikan Maqam Ibrahim sebagai tempat shalat. Maka amalan yang berlaku dan disyariatkan terhadap Maqam Ibrahim adalah shalat sunah dua rakaat di belakangnya ketika seseorang selesai melaksanakan thawaf. Itupun jika memungkinkan. Jika tidak, maka dia dapat shalat di mana saja di bagian Masjidil Haram. Adalah tidak bijak memaksakan shalat di belakang Maqam Ibrahim, sementara orang-orang yang thawaf sangat penuh sesak.
Tidak ada dalil atau petunjuk yang memerintahkan untuk mengusap-usapnya sebagaimana dilakukan sebagian orang Disamping kalaupun seseorang memaksakan mengusapnya sekarang ini, sesungguhnya yang diusap bukanlah Maqam Ibrahim, tapi sekedar kubah atau kaca pelindungnya saja. Jika mendekat dan ingin melihat bagian dalamnya untuk sekedar mengetahui, tidak mengapa.
Perlu diketahui juga bahwa cekungan yang tampak dari Maqam Ibrahim sekarang ini, bukan menunjukkan bekas tapak kaki Nabi Ibrahim alaihissalam. Dalam beberapa riwayat, seperti disebutkan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, atau dalam kitab Bidayah wan Nihayah, disebutkan bahwa bekas tapak kaki Nabi Ibrahim alaihissalam, pada awalnya masih ada. Hanya saja, karena sering diusap, bekas tersebut telah hilang, tinggal batunya saja. Yang tampak cekung sekarang adalah pelapis yang terbuat dari emas dan dibentuk seperti tapak kaki. Wallahua’lam.
(Bersambung)
Gambar 1. Hajar Aswad dari dekat.
Gambar 2. Serpihan Hajar Aswad yang tampak.
Gambar 3. Maqam Ibrahim