Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Kolom / Menyikapi Karomah (Keramat) Secara Tepat
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Menyikapi Karomah (Keramat) Secara Tepat

Oleh Ust. Abdullah Haidir, Lc.
Manhajuna – Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita dengar atau bahkan kita saksikan adanya kemampuan luar biasa yang terdapat pada seseorang. Fenomena ini sering membingungkan bagaimana menyikapinya, khususnya jika hal tersebut dikaitkan dengan masalah agama. Akibatnya, tidak sedikit masyarakat yang terkecoh.

Untuk memahami masalah ini dengan baik, penting bagi kita untuk memahami satu permasalahan dalam hal ini, yaitu: Karomah. Sebagian  masyarakat sering menyebutnya dengan istilah “Keramat”.

Pemahaman Karomah
Karomah adalah: Kejadian luar biasa yang Allah tampakkan kepada para wali-Nya selain para nabi.
Meskipun sama-sama kejadian luar biasa, namun karomah bukan mu’jizat. Sebab mu’jizat hanya terjadi pada Nabi dan Rasul, sedangkan karomah hanya terjadi pada orang saleh yang beriman dan bertakwa. Oleh karena itu tingkat karomah tidak sama dengan mu’jizat.

Apakah Karomah itu ada?
Ada sebagian orang yang menolak adanya karomah dalam kehidupan ini, karena menurutnya tidak dapat diterima akal.
Keyakinan orang muslim hendaknya merujuk kepada ajaran Islam yang dijelaskan dalam al-Quran dan Hadits atau yang disimpulkan oleh para ulama salafush-shaleh.

Kenyataannya, kejadian luar biasa yang terdapat pada seseorang yang bukan Nabi disebutkan dalam Al-Quran dan Hadits Rasulullah saw serta dikuatkan oleh realita yang ada berdasarkan riwayat orang-orang yang terpercaya.

Beberapa Contoh Karomah
Dalam al-Quran (QS. Ali Imran: 37), kita dapatkan kisah Maryam yang selalu hadir di hadapannya buah-buahan segar yang bukan pada musimnya, atau juga kisah pengikut Nabi Sulaiman u yang mampu memindahkan singgasana Ratu Saba’ dalam sekejap mata (QS. An-Naml: 40).
Dalam hadits, kita juga mendapatkan riwayat shahih dari Rasulullah saw yang mengabarkan beberapa kejadian luar biasa yang dialami seseorang yang bukan Nabi.

Di antaranya, kisah tiga orang yang terkurung batu besar di dalam goa. Secara akal, kekuatan mereka tidak mampu menggeser batu tersebut. Namun setelah mereka masing-masing berdoa kepada Allah, maka batu tersebut sedikit demi sedikit bergeser sehingga mereka dapat keluar dari goa tersebut (Muttafaq alaih).
Demikian juga tentang kisah Juraij, seorang ahli ibadah yang dituduh berzina dengan seorang pelacur. Namun akhirnya dia bebas dari tuduhan itu setelah mohon kepada Allah, sehingga bayi pelacur terse-but dapat berbicara dan menyatakan bahwa ayahnya bukanlah Juraij (HR. Muslim).

Kemudian pada zaman Rasulullah saw, Allah memberikan karomah kepada beberapa orang shahabatnya.
Di antaranya adalah apa yang dialami oleh ‘Usaid bin Hudhair dan Abbad bin Bisyr, ketika keduanya kembali setelah menemui Rasulullah saw, mereka melewati jalan yang sangat gelap, namun mereka diterangi oleh cahaya yang terdapat pada tongkatnya hingga mereka tiba di rumah masing-masing (HR Bukhari).
Dari kalangan tabi’in, diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah (terpercaya) bahwa Abu Muslim Al-Khaulani dapat berjalan di atas air, dan jika dia minta hujan, maka hujan diturunkan [1])
Maka berdasarkan hal-hal di atas, Ahlussunnah wal Jama’ah berkeyakinan bahwa karomah dapat terjadi pada orang-orang yang saleh dan bertakwa.

Apakah Setiap Kejadian Luar Biasa Dianggap Karomah?
Walaupun kita berkeyakinan bahwa karomah itu ada, namun yang harus kita pahami dengan baik adalah bahwa tidak semua kejadian luar biasa dapat dianggap karomah. Karena hal tersebut dapat juga terjadi sebagai tipu daya setan untuk menyesatkan manusia. Hal ini penting diketahui, karena banyak kaum muslimin yang terpedaya ketika melihat kejadian luar biasa pada orang-orang yang ingin menyesatkan manusia.

Perlu diketahui, bahwa kejadian luar biasa dapat juga bersumber dari perbuatan jin atau setan, baik terjadi pada orang kafir, atau pada orang yang telah menjadi budak setan dengan menggadaikan agamanya kepada setan dan mempersembahkan apa saja yang diminta setan untuk mendapatkan imbalan berupa kemampuan luar biasa. Atau bahkan dapat terjadi juga pada ahli ibadah sebagai tipu daya setan untuk menggelincirkannya dari jalan yang benar.
Hal tersebut bukan perkara mustahil, sebab Allah telah memberikan kemampuan terhadap jin atau setan di luar kemampuan manusia, seperti gerak yang cepat, tidak dapat dilihat manusia, berubah bentuk, dapat merasuk ke dalam tubuh manusia dll. Hal itu dapat mereka perlihatkan di hadapan manusia sebagai pemandangan luar biasa dan tentu saja sebagai upaya mereka yang tanpa henti untuk menyesatkan manusia.

Sikap Jika Melihat Atau Mendengar Sesuatu Yang Luar Biasa?
Ketika  kita melihat kejadian luar biasa pada diri seseorang atau mendengar berita tentang hal tersebut, maka hendaklah kita tidak tergesa-gesa memutuskannya sebagai karomah sebelum menilai beberapa hal:

1.  Dari sisi subyeknya. Yaitu orang yang mengalami kejadian luar biasa tersebut adalah orang yang benar-benar beriman dan bertakwa kepada Allah Ta’ala.

2.  Kejadian luar biasa itu sendiri bukan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Allah Ta’ala atau menjadi sebab dilanggarnya ajaran Allah Ta’ala.

3.  Dari sisi pembawa berita, jika hal tersebut berupa berita. Yang menyampai-kan berita haruslah dikenal sebagai orang yang bertakwa dan telah teruji kejujuran-nya dalam ucapan dan perbuatan (tsiqah).

Jika ketiga hal tersebut menyertai kejadian luar biasa pada seseorang, maka layak disebut karomah. Namun jika tidak ada salah satunya apalagi ketiga-tiganya, maka kejadian tersebut tidak boleh dikatakan karomah.

Misal dari  point no. 1, jika pelakunya seorang kafir, atau seorang muslim namun suka melakukan syirik, bid’ah dan kemaksiatan atau orang yang suka meninggalkan perintah Allah dan melakukan larangan-Nya.
Kejadian luar biasa pada orang semacam ini bukanlah karomah. Tetapi dia merupakan perbuatan setan untuk menyesatkan hamba Allah Ta’ala. Dalam hal ini, hendaklah kita tidak terpaku pada simbol, atribut, julukan atau pengakuan-pengakuan yang dilontarkan.

Misal dari point no. 2, jika ternyata kejadian luar biasa tersebut merupakan sesuatu yang bertentangan dengan syari’at, seperti seseorang yang mengaku dapat melihat Allah Ta’ala, atau bermimpi bertemu malaikat dan menyatakan bahwa dirinya adalah nabi baru atau dirinya terbebas dari ketentuan syariat.

Demikian juga jika kejadian tersebut didapatkan dengan cara-cara yang diharamkan, seperti melakukan kesyirikan, menyembelih hewan tertentu untuk selain Allah, melakukan perkara bid’ah seperti membaca zikir atau wirid yang tidak diajarkan Rasulullah saw, dll.

Dikisahkan bahwa Abdul Qadir Al-Kailani suatu saat sangat kehausan. Tiba-tiba datang awan kepadanya dan menurunkan hujan gerimis, sehingga dia dapat minum dan hilang dahaganya, lalu dibalik awan itu muncul seruan:

“Wahai fulan, aku adalah Tuhanmu, dan Aku telah menghalalkan bagimu segala sesuatu yang diharamkan.”
Maka dia segera berucap:

“Enyahlah engkau wahai laknat!”, kemudian dengan serta merta awan itu sirna.

Ketika ditanya kepadanya dari mana dia tahu bahwa itu adalah Iblis?!, beliau menjawab: “Dari ucapannya: Telah aku halalkan apa yang diharamkan” [2])

Di tengah masyarakat banyak yang tergelincir dari sisi ini. Khususnya jika kejadian tersebut diselubungi dengan simbol dan atribut agama. Sehingga banyak di antara mereka yang menjadi pengikut ajaran sesat karena orang yang mereka ikuti dianggap memiliki karomah.

Faktor lain (point no. 3) yaitu masalah siapa yang menyampaikan khabar tersebut, jika hal itu bersifat berita.
Banyak terjadi informasi tentang karomah pada orang tertentu hanya bersifat cerita dari mulut ke mulut yang sulit dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Meskipun cerita tersebut terkait dengan orang yang dikenal keimanan dan ketakwaannya, dan kejadiannya tidak bertentangan dengan syariat, namun jika sumber cerita tersebut tidak berasal dari orang yang beriman, atau orang beriman namun  tidak dikenal kejujuran dan ketaqwaannya, maka hendaklah kita tidak tergesa-gesa mengatakannya sebagai karomah.

Dapat saja hal itu bersumber dari orang-orang yang memujanya secara berlebih-lebihan, atau dari orang yang ingin mengalihkan perhatian masyarakat dari perkara yang lebih penting, atau tujuan lainnya.

Jika diamati, sebagian besar cerita tentang karomah umumnya sulit dicari rujukannya, dan biasanya hanya bersumber dari “Katanya.…”

Bahkan yang sudah tercatat dalam kitab sekalipun dan diketahui dari mana sumber cerita tersebut, ternyata setelah diteliti ulang dari sisi bobot yang menyampaikannya, diketahui kemudian bahwa ternyata banyak riwayat yang lemah.

Firman Allah Ta’ala:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
(QS. Al-Hujurat: 6)

Kesimpulan:
Karomah terjadi semata-mata karena pemberian Allah Ta’ala berkat keimanan dan ketakwaan seseorang dan bukan sesuatu yang terjadi karena direncanakan orang tersebut. Tidak ada ibadah atau wirid khusus untuk mendapatkannya, apalagi jika mengharuskan syarat-syarat tertentu, seperti menyembelih hewan, mendatangi ‘makam keramat’, membaca zikir yang tidak diajarkan Rasulullah saw atau cara-cara lainnya. Setiap karomah itu luar biasa, tapi tidak setiap yang luar biasa disebut karomah. Adanya karomah menunjukkan kewalian seseorang, tapi tidak setiap wali harus memiliki karomah…. Wallahua’lam

Semoga Allah Ta’ala selamatkan aqidah dan iman kita dari segala kesesatan. Amin.

[1]. Lihat: Karomatu Auliya’illah Ta’ala: Al-Laalikaa’i, hal. 208-209.

[2]. Lihat: Karomatu Auliya’illah Ta’ala, al-Laalikaa’i.

(Visited 1.164 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Tentang Qadha, Fidyah dan Kafarat Dalam Puasa

Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc. Dalam masalah puasa, ada masalah qadha, fidyah dan kafarat. Bagaimana …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *