Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Kajian / Muhasabah (Evaluasi Diri) Karakteristik Seorang Mukmin
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Muhasabah (Evaluasi Diri) Karakteristik Seorang Mukmin

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al Hasyr (59): 18).

Setiap orang -apapun profesinya- pasti menginginkan peningkatan kualitas dirinya menuju tingkat yang paling ideal dalam semua sisinya: ilmu, moral, sosial, ekonomi dan lain sebagainya. Salah satu sarana yang dapat menghantarkan manusia mencapai tingkat kesempurnaan sebagai manusia dan hamba Allah yang beriman adalah muhasabah (evaluasi diri).

Muhasabah termasuk Qadhaaya Imaniyah

Begitu pentingnya muhasabah sehingga ia termasuk Qadhaaya Imaniyah, permasalahan yang sangat menentukan kualitas keimanan. Oleh karena itu, Allah SWT membuka ayat muhasabah di atas dengan seruan yang mesra (An Nidaa’u’l Habib) pada orang-orang beriman; Ya Ayyuhalladziina Aamanuu. Artinya barometer keimanan seorang mukmin sangat ditentukan oleh sejauhmana ia menerapkan muhasabah dalam kehidupannya.

Untuk itu, seorang mukmin sejati tidak akan pernah berhenti melakukan muhasabah terhadap dirinya atas kebaikan dan keburukan yang telah ia katakan dan kerjakan dan meneliti sejauhmana kehidupannya sesuai dengan nilai-nilai rabbani, baik dalam kapasitasnya sebagai pejabat, karyawan, orang tua, ibu rumah tangga, pelaku bisnis, politikus, budayawan, guru, jurnalis dan lain sebagainya. Ia selalu menghisab kebaikan dan keburukan yang dimilikinya dan merenung; apa jadinya jika menghadap Allah di akhirat kelak dalam kondisi diri ‘blepotan’ dosa  dan nista?! Hal ini amat penting dilakukan agar pada hari Kiamat nanti ia tidak terperanjat kaget dengan sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Di saat menafsirkan ayat di atas Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: “Maknanya; hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Dan lihatlah amal-amal shalih yang telah kalian tabung untuk diri kalian pada hari kembali kalian dan pertemuan kalian dengan Rabb kalian. Ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui seluruh perbuatan dan keadaan kalian. Tidak ada sesuatu apa pun pada diri kalian yang tidak diketahui Allah”. (Tafsir Ibnu Katsir  V/69).

Sebelumnya, Sayyidina Umar bin Khaththab RA sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dalam kitabnya, Az Zuhd h. 177 pernah berkata: “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab dan timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang, karena lebih mudah bagi kalian menghisab diri kalian hari ini daripada besok (hari Kiamat). Dan bersiaplah untuk menghadapi pertemuan terbesar. Ketika itu, kalian diperlihatkan/dibeberkan dan tidak ada sesuatu pun pada kalian yang tersembunyi”.

 

Muhasabah adalah Kunci Sukses Kehidupan Salafushshalih

Jika kita membuka lembaran-lembaran biografi manusia-manusia unggul yang berpengaruh dalam peradaban dunia dari generasi terbaik umat ini, kita akan temukan kehidupan mereka tidak pernah sepi dengan muhasabah. Padahal mereka begitu banyak mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai macam keta’atan, cepat merespon semua seruan Allah, meskipun demikian mereka tetap merasa takut; jangan-jangan amal-amal mereka tidak diterima oleh Allah SWT.

Abu Bakar Ash Shiddiq RA misalnya, pernah memegang lidahnya sambil mengatakan: “Lidah inilah yang menjerumuskan saya ke dalam banyak lobang (kesalahan)”. Beliau sering menangis dan juga pernah berkata: “Demi Allah, sungguh saya berharap bisa menjadi pohon yang dimakan dan dilumat saja (tanpa diminta pertanggungjawaban)”.

Umar bin Khaththab RA saking seringnya menangis, sampai terlihat di wajahnya dua goresan hitam bekas tangisan. Padahal semua orang tahu betapa kekar dan beraninya beliau. Ibnu Abbas RA mengomentari hal ini seraya mengatakan: “Allah telah membukakan melalui engkau banyak kemenangan-kemenangan (futuhat)”. Umar RA berkata: “Aku sangat berharap menjadi orang yang selamat (dihisab), tanpa pahala dan dosa”.

Utsman bin Affan RA setiap kali berhenti pada suatu kuburan selalu menangis sampai air matanya membasahi jenggotnya. Beliau berkata: “Seandainya aku ada di antara surga dan neraka, tidak tahu aku diperintahkan masuk kemana, niscaya aku akan memilih untuk menjadi abu saja sebelum aku tahu kemana aku ditempatkan!!”

Demikian pula dengan Ali bin Abu Thalib RA, beliau dikenal banyak menangis dan takut serta serta muhasabah dirinya.

Mereka berempat adalah termasuk Khulafa’ur Rasyidin dan manusia-manusia terbaik di jagat raya ini setelah Rasulullah SAW, namun hari-harinya tidak pernah berlalu tanpa muhasabah dan inilah yang membawa mereka kepada kesuksesan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

            Karenanya Allah SWT memuji mereka dan orang-orang yang satu visi dan misi dengan mereka dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka. Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka. Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun). Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya”. (QS Al Mu’minuun (23): 57-60).

Tentang ayat ini Siti Aisyah RA pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: apakah mereka adalah orang-orang yang biasa minum khamr, berzina dan mencuri? Beliau menjawab: “Bukan wahai putrid Ash Shiddiq. Melainkan mereka adalah orang-orang yang rajin puasa, shalat, shadaqa, tetapi selalu merasa takut jangan-jangan Allah tidak menerima amal-amal mereka. Mereka itulah orang-orang yang bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan”. (HR Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad).

 

Macam-macam Muhasabah

Muhasabah terbagai menjadi dua macam. Pertama, muhasabah sebelum melakukan suatu perbuatan. Kedua, muhasabah setelah selesai melakukan suatu perbuatan.

Muhasabah sebelum melakukan suatu perbuatan, yaitu seseorang  berpikir di awal tekad dan keinginannya serta tidak terburu-buru melakukan suatu perbuatan hingga ia mendapatkan kejelasan bahwa meninggalkan hal itu jauh lebih baik. Imam Hasan Al Bashri berkata: “Semoga Allah memberi rahmat kepada seorang hamba yang berpikir di saat akan berbuat sesuatu. Jika perbuatan itu karena Allah maka ia melanjutkannya, namun jika ternyata hal itu karena yang lain maka ia akan meninggalkannya”.

Sementara muhasabah setelah selesai melakukan suatu perbuatan terbagi ke dalam tiga jenis:

1- Muhasabah atas keta’atan kepada Allah SWT yang ia lalaikan sehingga ia tidak melaksanakannya sebagaimana semestinya.

2- Muhasabah terhadap setiap perbuatan yang lebih baik ia tinggalkan daripada ia kerjakan.

3- Muhasabah terhadap hal-hal mubah dan bersifat rutinitas; kenapa ia mengerjakannya? Apakah dengan perbuatan itu ia inginkan Allah dan akhirat? Sehingga ia menjadi orang yang beruntung. Ataukah ia mengerjakannya karena menginginkan dunia? Sehingga mengalami kerugian dan tidak mendapatkan keuntungan dengan itu (Ighaatsatu’l Lahfaan, Ibnu’l Qayyim I/134-135).

Yang menarik dalam ayat di atas, bahwa begitu amat pentingnya muhasabah dan merancang strategi kehidupan untuk masa depan yang lebih baik di dunia dan akhirat, maka sampai diapit oleh dua perintah takwa; “Bertakwalah kepada Allah”. Hal ini menunjukkan bahwa indikasi orang yang bertakwa adalah selalu melakukan muhasabah terhadap semua sepak terjang kehidupannya. Sekaligus memberikan pemahaman kepada kita bahwa muhasabah itu hanya akan efektif ketika senantiasa diiringi dengan takwa. Dan orang yang bertakwa senantiasa mempersiapkan diri untuk menghadapi hari kiamat yang diredaksikan oleh Allah SWT dalam ayat di atas dengan “Lighadin”, untuk hari esok. Hal ini dikarenakan amat dekatnya kiamat tersebut dan pasti akan tiba saatnya. Kata kunci untuk keselamatan kita di hari yang sangat mengerikan itu adalah muhasabah. Perhatikan ucapan Hasan Al Bashri: “Seseorang senantiasa baik selagi ia mempunyai penasehat dari dirinya sendiri dan muhasabah menjadi keinginannya”. Tunggu apa lagi, mari kita selalu muhasabah diri kita sendiri!!

Oleh: Ahmad Kusyairi Suhail

(Visited 1.157 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Rajab, Sya’ban dan Ramadhan

Manhajuna – Bulan rajab baru saja datang, dan berlalu tanpa terasa. Setelahnya adalah sya’ban, kemudian bulan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *