Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam shahihnya, setelah selesai suatu peperangan, seperti biasa beliau membagi-bagikan ghanimah (rampasan perang). Tiba-tiba ada seseorang dengan ketus berucap, “Adillah wahai Rasulullah!” Maka dengan tegas Rasulullah ﷺ menjawab,
وَيْلَكَ ! وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ ؟! قَدْ خِبْتَ وَخَسِرْتَ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ
“Celaka engkau, siapa yang adil jika aku tidak adil?! Sungguh engkau akan kecewa dan rugi jika aku tidak adil.”
Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa orang tersebut bernama Ibnu Dzil Khuwaishirah At-Tamimi.
Di bagian lain, sebagaimana dinukil oleh Ibnu Hisyam dalam sirahnya, Rasulullah ﷺ menentukan sebuah tempat dekat mata air di daerah Badar sebagai markas pasukan kaum muslimin saat bersiap-siap menghadapi pasukan kafir Quraisy dalam perang Badar. Ada seorang Sahabat yang bernama Habab bin Munzir mendekati beliau seraya bertanya,
“Wahai Rasulullah, apakah tempat ini merupakan ketetapan yang telah Allah tetapkan untukmu, tidak dapat dimajukan atau dimundurkan, ataukah ini termasuk bagian yang masih boleh berpendapat dan strategi perang?”
Rasulullah ﷺ menjawab, “Ini termasuk bagian yang boleh berpendapat dan strategi perang.”
Maka Habab bin Munzir mengusulkan agar pasukan Rasulullah bermarkas di mata air yang lebih dekat dengan musuh, lalu mata air mata air yang ada ditimbun agar musuh tidak mendapatkan air sedangkan mereka mendapatkan air. Rasulullah ﷺ pun menerima keputusan tersebut dan memerintahkan pasukan kaum muslimin untuk berpindah ke tempat yang diusulkan oleh Habab.
Dari dua riwayat di atas kita dapat tarik kesimpulan bahwa bukan masalah memberikan masukan bahkan kritikan sekalipun kepada pimpinan. Namun, dia harus memenuhi adab yang baik, memiliki argumen yang jelas serta tetap memberikan cinta dan loyalitas kepada pimpinan. Adapun nasehat atau kritik yang bersifat serampangan, mengabaikan berbagai alasan dan latar belakang dari sebuah keputusan serta dilandasi sikap benci dan bertujuan menggoyahkan loyalitas kepada pimpinan, maka dia lebih dekat disebut sebagai hujatan ketimbang nasehat atau kritik.
Dari sinilah kita dapat melihat perbedaan sikap Rasulullah ﷺ terhadap apa yang dilakukan oleh Ibnu Dzil Khuwaishirah dan Habab bin Munzir dalam riwayat di atas. Wallahu a’lam.
(Manhajuna/IAN)