Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc.
Membaur, akrab, tolong menolong dalam bermasyarakat walau beda agama, tapi mampu menjaga identitas keyakinan, itulah toleransi.
Tegas dalam keyakinan, ramah dalam pergaulan, akrab dalam kehidupan……itulah toleransi…
Tegas lalu kaku apalagi kasar dalam bergaul, atau gaul tapi lebur dan luntur dalam keyakinan….. itu bukan toleransi.
Kami hormati anda yang beragama lain berhari raya sewajarnya. Mohon hormati ajaran agama kami yg melarang tasyabbuh dengan ajaran dan keyakinan agama lain…
Umat Nashrani semestinya apresiasi kaum muslimin Indonesia yang biarkan mereka merayakan hari besarnya dengan aman di tengah mayoritas muslim.
Jika mereka bandingkan kehidupan beragama mereka di Indonesia dengan nasib minoritas kaum muslimin di negara-negara mayoritas Kristen, pasti tidak ada apa-apanya.
Apakah di Washington atau London, Idul Fitri seperti Natal di Jakarta?
Belum lagi berbicara umat Islam yang dibantai di berbagai negara oleh penganut agama lain…
Menggunakan kuasa untuk memaksa penganut agam lain berpartisipasi dlm hari rayanya, walau dengan memakai simbol, itulah anti toleransi yang sebenarnya!
Jadi, yang tidak toleran siapa? Yang tidak ikut natal tapi tidak mengganggu mereka yang natal, atau yang merayakan natal dan mengajak atau bahkan memaksa penganut agama lain untuk ikut serta?
Suasana kondusif hari natal nanti jangan dirusak dengan mengajak-ajak kaum muslimin ikut merayakannya. Yang muslim pun jangan lebay ikut merayakannya…Lakum diinukum wa liyadiin…
Sangat dianjurkan MUI atau lembaga-lembaga Islam membuka pusat layanan pengaduan jika ada umat Islam mengalami tekanan untuk berpartisipasi dalam perayaan agama lain…
Selamat menjaga izzah beragama namun tetap tebar akhlak mempesona…..
(Manhajuna/AFS)