Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Hikmah / Omongan Ngawur LGBT
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Omongan Ngawur LGBT

Oleh: Ustadz Satria Hadi Lubis

“Gak apa-apa LGBT …toh itu hak asasi. Semua orang bebas berekspresi seksual”

“Gak apa-apa LGBT ….toh itu kan bukan salah mereka. Tuhan yang menjadikan mereka seperti itu”

“Gak apa-apa lelaki suka lelaki, perempuan suka perempuan, yang penting kan kasih sayang”

Gak apa-apa..Gak apa-apa..entah berapa banyak lagi omongan ngawur gak apa-apa semacam itu. Banyak orang semakin gak peduli, egois, loe-loe gue-gue.

Padahal dari kata “gak apa-apa” tentang LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender) itu muncullah dampak dashyat berupa kerusakan moral. Mulai dari cinta sesama jenis yg menjijikkan, penyakit kelamin yang merajalela, trauma kepada lembaga perkawinan tradisional, sampai akhirnya muncul fenomena berkurangnya anak-anak karena “pedang lawan pedang” mustahil melahirkan keturunan.

Jika LGBT sebagai sebuah gerakan menular terus berkembang seperti di Barat maka tidak ada lagi anak yang bisa diadopsi oleh kaum LGBT karena tetangga dan lingkungannya juga LGBT. Lagi pula menurut mereka buat apa punya anak. Malah bikin repot dan membatasi kebebasan. Buat apa juga nikah toh saya sudah dapat seks bebas, bahkan bisa gonta ganti lagi. Begitulah kira-kira jalan berpikir sebagian besar anak-anak muda yang kecanduan LGBT di Eropa, Amerika, Jepang dan negara “maju” lainnya.

Apa yang kemudian terjadi? Saat ini penduduk usia muda di negara “maju” tersebut berkurang drastis karena merebaknya LGBT. Jumlah anak sedikit dibanding jumlah orang tua yang tak lagi produktif. Padahal mesin industri harus tetap berjalan, tapi tenaga kerja sedikit. Lalu didatangkanlah imigran dari Afrika, Arab dan Asia yang beda kultur dan agama sehingga lama kelamaan menimbulkan konflik horizontal.

Pemerintahnya kalang kabut. Sampai kemudian memberikan insentif besar bagi yang mau punya anak banyak agar penduduk aslinya tidak punah, seperti di Jerman dan Belanda. Tapi sudah terlambat, karena budaya LGBT terlanjur merajalela. Lambat laun tapi pasti mereka menuju kepunahan.

Omongan ngawur yang tampaknya ringan seperti di atas itu yang bisa berdampak besar pada kepunahan sebuah bangsa. Apakah mereka yang mendiamkan dan mendukung LGBT menyadari dampak maha dahsyat ini??

Inikah yang diinginkan para penganjur kebebasan moral di Indonesia atas nama HAM dan anti diskriminasi? Berpikirkah mereka tentang dampak jangka panjang buruknya LGBT? Yakni musnahnya sebuah bangsa, bangsa Indonesia. Selain dampak “sampingan” yang terjadi di depan mata, seperti merosotnya kualitas SDM, dan maraknya penyakit kelamin, termasuk HIV/AIDS?

Yang lebih penting lagi, merajalelanya LGBT di masyarakat membuat banjir dosa sebuah negeri. Berkah menjadi hilang, kemajuan sulit diraih. Program apa pun yang dilakukan serba salah dan serba gagal karena tidak ada berkah.

Jika orang Barat maju dulu baru rusak moralnya karena LGBT. Nah.. kita bangsa Indonesia maju belum, tapi moral sudah rusak duluan dengan maraknya LGBT. Ironis! Ini akibat minder dan terpesona dengan Barat, sehingga meniru membabi buta Barat dengan gerakan LGBT nya. Kalau pun mau meniru, semestinya yang ditiru itu semangat keilmuan Barat, bukan gaya hidup LGBT nya yang rusak.

Subhanallah…jadi ngeri membayangkannya. Kita tidak mau semua itu terjadi pada bangsa Indonesia di masa depan. Maka tak cukup diri ini berucap “Amit amit..naudzubillah”. Namun perlu aksi nyata dengan amar ma’ruf nahi munkar semampunya. Mulai dari mencegah berkembangnya LGBT di lingkungan rumah masing-masing, kerjasama dengan RT/RW, tokoh masyarakat dan aparat berwenang untuk tidak membiarkan fenomena LGBT merajalela. Jangan biarkan ada dua orang sesama jenis bermesraan, banci ngamen dan masuk TV, gay berkeliaran tanpa malu. Mari mulai dari lingkungan terdekat, mulai dari yang kecil dan mulai dari sekarang.

Jangan sampai anak cucu kita menyalahkan kita nanti di depan pengadilan Allah karena abai mencegah kerusakan moral akibat LGBT yang membuat hujan dosa seperti yang dialami kaum Nabi Luth sehingga punah sebuah bangsa.

“Atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu (rusak sejak dulu), sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?” (QS. 7:173).

(Manhajuna/GAA)

(Visited 568 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Rajab, Sya’ban dan Ramadhan

Manhajuna – Bulan rajab baru saja datang, dan berlalu tanpa terasa. Setelahnya adalah sya’ban, kemudian bulan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *