Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Hikmah / Waspadai Pintu-Pintu Neraka
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Waspadai Pintu-Pintu Neraka

Oleh: Ust. Abu Ja’far, Lc.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu surga dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).

Saudaraku,
Bagi orang yang memiliki iman yang hidup, pasti hatinya diliputi perasaan takut yang tak terbilang dengan kepedihan dan kedahsyatan siksa neraka.

Sufyan Atsaury rahimahullah (ulama terkemuka dari kalangan tabi’in), di kala mengenang pedihnya siksa neraka, menyebabkan ia pernah terkencing darah dan nanah. Ia seorang yang zuhud terhadap dunia. Ketika ia berada di ambang kematian, ia meneteskan air mata menangis tersedu-sedu. Terbata-bata suaranya, dari lisannya terucap, “Aku khawatir di saat yang sangat menentukan masa depanku di akherat seperti ini, Allah saw mencabut keimanan dari hatiku.”

Begutu pula Malik Bin Dinar rahimahullah ketika melaksanakan shalat malam tak sanggup membendung air matanya hingga membasahi jenggotnya yang lebat seraya berucap, “Duhai Rabb-ku, Engkau telah tetapkan para penghuni surga dan neraka, maka di manakah tempat tinggalku di akherat kelak?.”

Saudaraku,
Nabi saw telah banyak mengajari kita do’a-do’a perlindungan agar kita terhindar dari siksa api neraka. Dan bahkan setiap kita shalat, dan sebelum salam kita berlindung kepada-Nya dari empat perkara; dari siksa neraka Jahannam, azab kubur, fitnah hidup dan mati serta fitnah al masih ad Dajjal.” Seperti dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah ra.

Hati yang hidup akan tersengat dan menjerit jika anggota tubuhnya yang lain terperosok ke dalam lembah dosa dan terlempar ke jurang maksiat. Berbeda dengan orang yang hatinya mati atau sakit, maksiat dan dosa tak akan memberikan dampak apapun kepada dirinya. Tidur tetap nyenyak dan bahkan mendengkur. Seulas senyum tetap renyah untuk ditampilkan. Mengayunkan kakipun terasa ringan tanpa ada beban dan hambatan.

Hasan al Basri rahimahullah pernah berucap, “Tanda orang yang tenggelam dalam lautan dosa adalah hatinya terhalang untuk menggerakkan tubuhnya agar berpuasa di siang hari dan mendirikan shalat di malam hari.”

Saudaraku,
Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan dalam kitabnya “Al Fawaid), bahwa manusia masuk ke dalam neraka lewat tiga pintu:

·     Pintu syubhat. Ia mewariskan keragu-raguan dalam beragama.

·     Pintu syahwat, yang menyebabkan orang memuja hawa nafsunya dan melalaikan ketaatan dan meraih ridha-Nya.

·     Pintu marah, yang menyulut permusuhan antara sesama manusia.

Saudaraku,
Untuk menutup pintu syubhat, kita memerlukan kunci ilmu pengetahuan agama. Karena dengan ilmu, api syubhat mampu kita padamkan dengan tuntas tak berbekas. Ia ibarat cahaya yang akan menyinari gelapnya syubhat.

Tanpa ilmu, bagaimana mungkin kita akan membangun kepribadian yang tangguh. Mengoptimalkan militansi kita dalam perjuangan. Membebaskan diri kita dan masyarakat dari gelapnya kebodohan dan warna kesyirikan. Menerangi jalan panjang menuju Allah swt. Dan menjawab syubhat yang datangnya deras menghadang di hadapan kita.

Ilmu pengetahuan diraih dengan kesungguhan dan usaha maksimal. Seperti menghadiri majlis ilmu. Bertanya kepada ulama yang mumpuni dalam ilmunya. Membaca buku dan mendengarkan ceramah. Juga dengan mengambil manfaat dari internet dan sarana lainnya.

Jika kita bermalas-malasan. Tak sadar dengan kebodohan kita. Menikmati hidup dengan senda gurau. Tak menghargai orang yang berilmu. Bagaimana mungkin ilmu akan hingga di kalbu kita?.

Saudaraku,
Di antara syahwat yang paling dahsyat, yang sering menggelincirkan bani Adam adalah syahwat mulut, perut dan kemaluan. Berapa banyak dosa yang mengalir dari mulut kita. Tak sedikit rambu-rambu-Nya dilanggar karena ingin memuaskan kebutuhan perut kita. Dan tak terhitung jumlahnya, orang yang tak mempunyai rasa malu karena ia tak mampu menjaga kemaluannya.

Untuk itu, Nabi saw memberikan garansi, “Barangsiapa memberi jaminan untuk menjaga apa yang ada di antara dua rahangnya (yakni mulut) dan dua pahanya (yakni kemaluan), aku jamin baginya Surga.” (H.R; Bukhari).

Iman yang kuat akan meredam gelombang syahwat. Sehebat apapun syahwat yang datang menghampiri kita.

Namun yang harus kita waspadai bahwa iman itu sangat fluktuatif. Terkadang pasang dan terkadang surut. Kadang naik, dan sering pula turun kwalitasnya. Satu saat ia bertambah. Dan saat yang lain ia berkurang.

Pakar tauhid menyebutkan bahwa iman itu dapat bertambah dan berkurang dalam diri kita. Bertambah dengan ukiran amal-amal keta’atan. Dan berkurang lantaran dosa dan maksiat.

Untuk itu, jika kita ingin iman kita selalu bertambah dan meningkat, maka cara yang kita tempuh adalah mendidik jiwa dan anggota tubuh kita agar selalu mengukir amal shalih dan melakukan kebaikan. Sekuat kemampuan kita. Tentu kita imbangi dengan menguatkan sandaran kita terhadap Zat yang Maha Kuat dengan do’a dan zikir.

Insyaallah dengan kekuatan iman, kita mampu menyisiri dorongan syahwat kita dan mengelolanya dengan petunjuk-Nya. Sehingga justru syahwat dapat mengantarkan kita ke puncak ubudiyah terhadap-Nya.

Seperti syahwat kita kepada lawan jenis mendorong kita untuk menikah. Syahwat lisan menginspirasi kita untuk menjadi kafilah amar ma’ruf dan nahi munkar. Syahwat harta memotivasi kita untuk berusaha dan menyambut rezki Allah swt. Dan seterusnya.

Saudaraku,
Siapa di antara kita yang belum pernah marah dalam hidup? Tentu tidak ada, selama nafas masih di kandung badan. Selama kita masih bernama manusia. Selama kita berinteraksi dengan orang lain.

Api amarah hanya dapat dipadamkan dengan guyuran air kesabaran dan budi pekerti yang mulia. Semakin baik akhlak kita, insyaallah kita semakin mudah mengendalikan marah. Kekuatan kita, tidak diukur dengan kekuatan fisik kita. Tapi, parameternya adalah seberapa kuat kita menahan diri dari marah saat ia datang menghampiri kita.

Nabi saw bersabda,
“Orang kuat itu bukanlah orang yang kuat dalam bergulat. Tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan nafsunya ketika sedang marah.” (Mutafaq’alaih).

Berapa banyak suami yang menceraikan istrinya, karena terbawa amarah yang meledak-ledak. Tidak jarang pertumpahan darah tak dapat dihindari lantaran marah yang menghitamkan wajah dan hati. Dan yang seirama dengan itu.

Menahan marah dan bahkan menyembunyikannya dari pandangan orang bukanlah perkara mudah dan ringan. Bahkan mungkin lebih berat dari memikul gunung Uhud di pundak kita. Terlebih ketika kita mampu untuk melampiaskannya dan bukan karena kita lemah atau tak mampu meluapkannya.

Namun ketika kita selalu menghadirkan balasan dan pahala di depan mata kita. Maka hal itu dapat memotivasi kita untuk menghiasi diri dengan sifat pemaaf dan mengampuni kesalahan dan kekhilafan orang lain.

Ada seorang lelaki yang datang menemui Rasulullah saw dan mengatakan, “Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku sebuah ilmu yang bisa mendekatkan aku ke surga dan menjauhkanku dari neraka.” Maka beliau saw bersabda, “Jangan tumpahkan kemarahanmu. Niscaya surga akan kau dapatkan.” (HR. Thabrani).

Para bidadari surga pun telah merindukan kita yang mampu menahan amarah.

“Barangsiapa yang menahan amarah padahal ia mampu untuk melampiaskannya, maka Allah swt akan memanggilnya nanti di hari kiamat di hadapan seluruh makhluk dan memberinya pilihan di antara bidadari-bidadari mana yang ia suka.” (HR; Abu Dawud).

Saudaraku,
Jika perjalanan kita menuju Allah swt senantiasa berbekal ilmu, iman dan budi pekerti mulia, insyaallah kita tak tergoda untuk memasuki tiga pintu di atas. Karena kita justru berkonsentrasi untuk membuka pintu yang lain yaitu surga dan keridhaan-Nya.

Semoga ilmu, iman dan akhlak kita semakin baik dan bertambah kadarnya. Amien. Wallahu a’lam bishawab.

Metro, 23 April 2013

(AFS/Manhajuna)

(Visited 854 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Tahun Baru = Jatah Usia Kita Semakin Berkurang

Oleh: Ustadz Fir’adi Nasruddin, Lc » يا مُحَمَّدُ، عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ ، وَأَحْبِبْ مَنْ أَحْبَبْتَ …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *