Assalamu Alaikum
Saya melihat banyak aktivis yang selalu membaca al ma‘tsurat, meski riwayat di dalamnya shahih, tapi mengapa untuk berdzikir harus diseragamkan dgn al ma‘tsurat yang sebetulnya hasil susunan manusia dgn susunan yang tertentu (bukan dari Nabi)dan saya khawatir keberadaannya lebih diutamakan dari membaca Quran atau dari bacaan dzikir dari hadis lain.
Jawaban:
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Secara umum kita dibolehkan untuk berzikir dan berdoa kepada Allah SWT, baik dengan menggunakan urutan bacaan yang kita buat sendiri maupun yang sudah dibuatkan oleh orang lain. Dalam masalah ini tidak ada larangan untuk melakukannya.
Karena suatu susunan atau rangkaian zikir itu boleh saja dibuat untuk memudahkan umat Islam dalam memilih lafaz-lafaz mana saja yang bisa dibacanya setiap hari. Ketimbang harus mencari dan menyusun sendiri yang membutuhkan latar belakang kemampuan tertentu, maka tidak ada salahnya untuk menggunakan yang sudah ada. Yang penting lafaz-lafaz itu memang ma‘tsur (diriwayatkan) dari Rasulullah SAW.
Dan selain Al-Quran, maka semua kitab termasuk hadits-hadits nabawi yang mulia itu pun hasil dari susunan manusia. Bahkan Al-Quran sendiri menurut jumhur ulama dalam masalah tata urutan suratnya (bukan penamaan surat dan ayatnya) adalah hasil ijma‘ para shahabat. Bukan merupakan ketentuan dari Allah.
Para ulama hadits ketika menyusun hadits-hadits itu pun mengumpulkan dan membuat urut-urutannya sesuai dengan ‘selera’ mereka masing-masing. Katakanlah Al-Bukhari, beliau menyusun hadits-hadits yang telah diseleksinya dan mengelompokkannya berdasarkan tema tertentu, lalu tiap kelompok hadits itu diberinya judul dengan mengutip teks pada hadits yang paling utama dalam kumpulan hadits itu.
Sedangkan Ibnu Hajar Al-Asqolani menyusun hadis Bulughul Maram berdasarkan hukum-hukum mulai dari thaharah hingga akhirnya. Urutan ini persis dengan urutan pada kitab-kitab fiqih.
Imam Nawani menuyusn hadits-hadits shahih berdasarkan kelompok hadits yang berkaitan dengan fadhailul a‘mal bahkan membuat ringkasnnya menjadi 40 hadits (arbain an-Nawawiyah). Karena memang ada riwayat yang mengatakan bahwa siapa yang menghafal 40 hadits maka . . ., lalu beliau berijtihad untuk memilih ke-40 hadits itu. Namun itu pun hasil ijtihad dan bukan petunjuk dari nabi. Artinya semua itu adalah susunan manusia.
Kitab yang berisi kumpulan hadits yang berisi zikir dan doa pun telah banyak dibuat oleh para ulama terdahulu. Masing-masing dengan kelebihan dan keistimewaannya. Tidak ada salahnya untuk menggunakan salah satunya sebagaimana tidak ada salahnya untuk mengaji kitab Arbain Nawawiyah-nya An-Nawawi, meski ada sekian banyak versi hadits yang jumlahnya 40 buah.
Sehingga pilihan seseorang untuk memilih satu dari sekian banyak versi urutan zikir, itu tidak bisa dilarang atau diatur-atur. Karena lebih merupakan pilihan pribadi. Mereka yang simpatik pada Hasan Al-Banna tidak bisa dilarang ketika berzikir dan berdoa menggunakan kitab susunan beliau dalam berzikir yang kemudian dinamakan dengan Al-Ma‘tsurat itu. Bahkan tidak salah bila menjadikan bacaan itu menjadi wirid harian yang rutin dikerjakan. Bahkan mereka yang tidak simpatikpun boleh juga membacanya.
Sebagimana tidak salahnya bila ingin menggunakan susunan doa dan zikir dari ulama lainnya. Itu lebih merupakan pilihan pribadi masing-masing dimana kita tidak perlu ‘sewot’ atau repot sendiri. Bila anda ingin membuat dan menyusun sendiri kitab zikir dan doa silahkan saja. Bahkan anda boleh sedikit berkampanye mengajak orang-orang agar membaca zikir itu setiap hari sebagaimana banyak orang membaca al-Ma‘tsuratnya Hasan Al-Banna.
Wallahu a‘lam bishshowab. Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Sumber : Kumpulan fatwa pusat konsultasi syariah