Oleh: Dr. Misyal Bin Abdul Aziz
Alihbahasa: H. Rijal Mahdi, Lc., MA
Segala puji hanya milik Allah SWT dan sholawat dan salam teruntuk Baginda Rasulullah SAW.
Suatu hari, aku memberikan tausiah disalah satu masjid. Setelah tausiah berlangsung, seorang kakek memanggilku, akhirnya akupun duduk bersama kakek itu dipinggiran masjid. Kakek itu berkata kepadaku: “Terima kasih banyak telah memberikan tausiah, semoga Allah SWT membalas kebaikan anda dengan yang lebih baik. Hanya saja, anda tidak membicarakan hal-hal yang krusial dalam selama memberikan tausiah”.
Kemudian kakek itu bercerita: “Sering sekali saat anak laki-lakiku membawa makan malam untuk isterinya, ketika akan memasuki rumah, dia langsung berpaling dan memutar badannya, sehingga kami tidak dapat melihat apa yang ada ditangannya”.
Itu salah satunya yang dapat saya ceritakan kepadamu, mudah-mudahan kedepannya anda dapat membahas hal ini dalam tausiahmu di masjid ini!
Setelah beberapa lama, saya kembali berceramah di masjid itu dan saya mencoba bertanya pada Jemaah yang hadir dengan pertanyaan: “Siapa yang merasa bahwa isterinya lebih penting dari ibunya?” Para hadirin menjawab: “Mana mungkin ada orang waras melakukan hal itu! Pasti tidak ada!”
Baiklah kalau demikian, aku akan memberikan kalian beberapa pertanyaan.
“Berapa uang yang anda berikan kepada isteri setiap bulan? Dan berapa yang diberikan setiap bulannya kepada ibumu?”
“Berapa kali kami membelikan baju untuk isterimu? Dan dalam waktu yang sama berapa helai baju pula yang kau berikan kepada ibumu?”
“Berapa kali anda bepergian untuk melancong bersama isterimu? Dalam waktu yang sama apakah anda juga membawa ibumu untuk bepergian atau dalam rangka melaksanakan umrah?
Ibumu tinggal dimana? Dan isterimu tinggal dimana?”
“Jikalau ibu atau ayahmu telah meninggal dunia, anda dapat bertanya kepada diri sendiri berapa kali anda mendoakan mereka yang telah tiada?”
“Berapa jumlah uang yang kau keluarkan untuk bersedakah atas nama mereka? Dan berapa anda memberikan uang wakaf atas nama ayah dan ibumu?”
Setelah memberikan tausiah saat itu, sayapun keluar dari masjid, tiba-tiba ada seseorang yang mencoba mengikutiku dan dia berkata: “Saya mengunjungi tetangga kami seorang nenek-nenek yang sudah renta, nenek itupun menangis. Saya bertanya kepada nenek itu tentang sebab kenapa dia menangis dan dia menjawab: “Wahai anakku, aku belum makan sejak dua hari ini! Saya bertanya kepadanya tentang sebabnya. Nenek itu berkata kepadaku: “Gas telah habis. Akupun kembali bertanya kepadanya: “Kenapa ibu tiidak pergi keluar untuk mengisi tabung gasnya? Orang yang melihat kondisimu, pasti dia akan membantumu!.
Wahai anakku, aku tidak mempunyai uang untuk mengisi kembali tabung gas itu. Anakku telah mengambil kartu jaminan sosialku sejak dua tahun yang lalu, tidak mengembalikannya kepadaku, lagi pula sudah lama sekali aku belum melihatnya menjengukku. Ibu itu bercerita bahwa anakknya adalah seorang guru, ya seorang guru! Tinggal dirumah besar yang tidak jauh dari rumahnya.
Wahai para anak, berlemah lembutlah pada ibu dan ayahmu, mereka yang saat ini tidak menerima kebaikan apapun darimu, dulu telah memberikan segalanya untuk dirimu, ibu mengorbankan perasaannya, hartanya, waktunya, bahkan sampai saat ini, dia masih membayar perlakuanmu dengan airmata dan mimpinya.
Rasulullah SAW bersabda: “Rugilah mereka yang masih mempunyai kesempatan untuk berbuat baik pada ayah dan ibunya, akan tetapi kesempatan baik itu tidak dapat membawanya ke syurga”.
Kasihan sekali anak yang mengundang kemurkaan Allah SWT melalui kemurkaan orang tuanya. Rasulullah SAW bersabda: “Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua, dan kemurkaan Allah akan datang saat orang tuamu tidak ridho kepadamu!
Ya allah,,,,Betapa rindunya diri ini mendengar suara langkah seorang ibu dipekarangan rumah!
(Manhajuna/IAN)