Oleh : Raidah Athirah
Manhajuna – “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya..”(QS. Ash-Shaff : 7-8).
Hubungan Islam dan Barat akhir-akhir ini sedang memanas. Tapi ini bukan yang pertama kali insiden penembakan seperti ini. Dan selalu Islam ditunjuk sebagai dalang insiden. Apa lantas cahaya Islam menjadi pudar. Tidak….! Justru sebaliknya, Berbondong-bondong orang memeluk Islam. Memproklamasikan diri sebagai Muslim ketika sedang hangat-hangatnya fitnah tersebar di mana-mana. Cahaya Islam justru masuk sampai ke ruang-ruang hidup di Barat.
Siapa yang tidak berduka atas kematian Marwa El-Sherbini yang berjuluk “Syuhada Jilbab ”, muslimah asal Mesir yang tewas diruang pengadilan di Dresden, Jerman karena mempertahankan jilbabnya. Anda mungkin boleh lupa ,tapi bagi yang hidup di Barat merasakan dampak nyata. Saya masih ingat saat kasus ini sedang hangat-hangatnya. Apakah lantas para Muslimah membuka jilbab. Sebaliknya kematian El-Sherbini menjadi kran berbondong-bondong perempuan di Barat mencari tahu tentang jilbab. Mengapa ibu hamil itu berani membela keyakinannya. Allahu Yarhamuha.
Seorang sister asal Polandia bahkan bersaksi bahwa ia menjadi Muslimah dan mengenakan Jilbab setelah insiden ini. Siapa yang tidak ingin hidup damai? Setiap hati yang bersih pasti menjawab dengan jujur bahwa semua orang menginginkan kehidupan yang damai. Tapi seperti yang telah disebutkan bahwa ada sekelompok manusia yang hendak memadamkan cahaya Islam dengan menyebar fitnah di mana-mana.
Kasus Sydney belum juga reda ,muncul penembakan di Majalah Charlie Hebdo. Semua orang tentu berbela sungkawa, tapi anda lupa dengan efek pemberitaan yang menyebar di seluruh dunia yang menunjuk Muslim lah pelakunya. Bagi yang di Barat merasakan benar dampaknya. Walaupun saya belum pernah merasakan diskriminasi secara langsung tapi ribuan saudara-saudari kita merasakan hal itu secara nyata, Abu Aisha merasakan hal ini secara nyata. Semoga Allah melindungi saudara-saudari kita di manapun tanah mereka berpijak.
Saya bahkan masih ingat sewaktu di Polandia saat keluar apartemen hendak berbelanja, ada laki-laki yang mengikuti saya dari belakang. Saya gemetaran minta ampun. Sebuah ketakutan yang manusiawi, bukan ?
Bukan tanpa alasan. Saya satu-satunya Muslimah yang berhijab di Jablonna. Sebelum hamil saya suka jalan-jalan ke hutan Jablonna sendirian kalau suami lagi pergi bekerja. Sejak itu suami selalu bilang untuk menghindar dari jalan setapak yang sepi atau jangan berjalan terlalu jauh. Sampai kedua mertua saya yang berbelanja buat saya saking khawatirnya dengan jilbab yang saya kenakan.
Luka itu sudah ada. Bekasnya masih nampak. Mau atau tidak benturan itu akan selalu muncul. Benturan antara Islam dan Barat sebagai tanda-tanda akhir zaman. Wallahualam.
Haugeund, Norwegia.
(Manhajuna/FM/AA)
* Raidah Athirah adalah Muslimah yang saat ini berdomisili di Jablonnia, Polandia. Ibu dari satu anak ini adalah penulis buku “Dwilogi Memoar Pisarzewska, Putri sang Perantau.”