Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Hikmah / Kembali Menuju Naungan
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Kembali Menuju Naungan

Oleh: DR. Syaikhah Al-Muthawwa’
Alih bahasa: Muthahhir Arif

Ketika anda berlari ke bawah naungan pada saat anda butuh dan sedang dalam kesulitan, itulah keberanian.

Ketika anda membuat suatu amalan yang menjadi rahasia antara anda dan Allah, dan anda asing bagaikan sebatang kara; maka itu adalah takwa.

Ketika anda menyingkirkan hal-hal yang menunjukkan kehebatan diri anda, dan tidak memamerkan kemampuan-kemampuan anda, maka ketahuilah bahwa anda bagaikan mata uang yang langka.

Ketika anda berbuat dan berkorban, tanpa menunggu ucapan terima kasih dan balasan dari seseorang, maka ketahuilah bahwa anda adalah orang ikhlas.

Sungguh kepahlawanan, ketakwaan, kelangkaan, keikhlasan, telah ada pada sikap nabi Musa AS ketika kembali ke tempat berteduh pada saat kuatnya rasa butuh pada pencahayaan, hiburan dan penguatan, akan tetapi cukuplah ia menampakkan kepada orang-orang dan hidup bersama manusia dengan normal, dan tidak harus memperkenalkan kontribusi terbaiknya, untuk menutupi kekurangannya, kemudian mencari tempat bernaung, akan tetapi ia belum juga berbuat sesuatu yang telah dilakukan oleh banyak pelaku kebaikan, sungguh ia telah betul-betul menjauhi orang-orang, sambil kembali kepada Allah, meminta kepada Allah semata pengabulan dan kasih sayang.

Sesungguhnya pemberian yang tanpa menunggu balasan atasnya, dan bersikap mulia dan berbuat baik tanpa pamrih, merupakan seni yang sangat sulit. Tiada yang sanggup melakukannya kecuali oleh mereka yang betul-betul jujur. Dan itu merupakan kedudukan yang sangat tinggi yang tidak dapat dijangkau kecuali oleh orang-orang ikhlas.

Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS. Al-Insan: 9)

Oleh karena itu ketika Nabi Musa AS menghindari sikap meminta ucapan terima kasih dan menghindar untuk dikenal oleh orang banyak, serta membalikkan punggungnya menuju tempat yang tiada sesuatupun yang menghalanginya di bumi dan langit, untuk ia mengadu pada-Nya akan kelemahan dan kebutuhannya. Maka kekuatan dan pertolongan pun mendatanginya, serta kemuliaan-kemuliaan datang tiada terlambat;

1. Istri shalihah
2. Kontrak kerja selama sepuluh tahun
3. Kerjasama antar kedua nabi yang hasilnya terjamin
4. Pilihan Rabbani untuk beliau (Musa AS) menjadi Kalimullah dan hamba pilihan-Nya.

Betapa sering kita orang-orang shaleh dan penyandang berbagai prestasi -yang disadari maupun tidak- ingin disorot oleh kamera, dan ingin mencari apa dan siapa yang menyanjung kita dan menghargai prestasi-prestasi kita…!

Dan betapa sering kita mengharapkan tepuk tangan para hadirin.. dan penghargaan yang dikenal luas..!
Dan kita lupa saat menundukkan ambisi yang tidak layak itu, bahwa di bawah naungan dan dengan bersembunyi, itu menghasilkan;
ketenangan batin
kejernihan kondisi
keikhlasan beramal
mengharapkan ijabah dari Allah SWT.

Dan bahwa balasan di sisi-Nya tidak diukur dalam bentuk apapun, sebab yang membalas adalah pemilik kesempurnaan, keagungan, dan keindahan.

Sesungguhnya seorang da’i yang ikhlas, dan orang yang baik lagi mulia pada umumnya, tidak semestinya jika berbuat baik kepada seseorang; berupa pengorbanan dakwah, bantuan pendidikan, bantuan sosial, bantuan materi dan lain sebagainya, lalu ia menunggu dari anak, istri, murid, sahabat, orang dekat maupun jauh, segala bentuk terima kasih dan penghargaan, secara terbuka maupun tersirat atas apa yang dikorbankannya. Atau berupa nilai dan imbalan atas apa yang dilakukannya, kecuali jika itu datang tanpa diminta dan ia sama sekali tidak berambisi untuk itu.

Dan itu agar pahalanya disempurnakan di sisi Allah, maka Allah akan membalas kebaikan-kebaikan yang ia lakukan dengan sebaik-baik balasan, setinggi dan sesempurna mungkin.

Sungguh, diantara kewajiban dalam membina kepribadian bagi aktivis kebaikan dan pencetak amal shaleh, untuk melihat ke hati mereka setiap saat agar dapat terbebas dari penyakit ini; bahwa ia sangat mengharap kepada orang banyak agar mereka berterima kasih padanya atas apa yang disampaikan dan diperbuatnya, besar ataupun kecil, dan segala bentuk bantuan dan kebaikannya..!

Hal ini akan menodai keikhlasan kepada Allah, maka pahalanya pun berkurang..!

(Manhajuna/IAN)

(Visited 35 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

ETIKA MENDENGAR, KAEDAH ‘8-M’ (Tafsir Qurtubi 11/176)

Bersama Buya (Dr.) Ahmad Asri Lubis (غفر الله له ولوالديه وللمؤنين). Menurut Imam Qurtubi, Ibnu …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *