Oleh: Kiki Barkiah*
Cuplikan Bag.1 “……Sehingga sikap yang muncul adalah menempatkan mertua sebagai orang lain yang tidak memiliki hak apapun dalam hidupnya.”
Manhajuna – Proses penerimaan yang kedua adalah menerima mertua sebagai orang yang paling baik. Agar menantu dapat melihat cara pandang mertua sebagai suatu kebaikan meskipun berbedap pendapat. Oleh karena itu, perlu ditumbuhkan perasaan empati dan menempatkan diri seandainya ada dalam posisi mertua. Agar menantu dapat lebih berempati dengan kedudukan mertua, maka bayangkanlah posisi mertua yang tiba-tiba harus menerima orang luar yang asing baginya. Kemudian orang luar tersebut tiba-tiba masuk dalam ketenangan hidupnya dan mau tidak mau harus menerimanya dengan segala permasalahan yang akan timbul dengan kedatangan menantu. Bahkan pada kenyataannya sering kali mertua dipaksa mengerti menantu dengan segala karakter dan latar belakang yang dimilikinya. Mertua tiba-tiba harus menerima “hasil didikan orang lain” kedalam kehidupannya sebagai bagian dari kehidupannya kedepan, bahkan mungkin seumur hidupnya. Dan semua itu terjadi bukan karena hasrat dan keinginannya melainkan karena orang luar tersebut datang dalam kehidupannya karena dibawa oleh buah hatinya. Oleh karena itu, agar menantu dapat diterima oleh mertua, maka perlu diawali dengan penerimaan menantu terhadap mertua dengan menganggap mertua sebagai orang yang baik.
Proses penerimaan yang ketiga adalah menerima mertua sebagai bagian dari hidup mereka. Dengan penerimaan ini, maka akan tercipta proses penyesuaian dan penyelarasan dalam hubungan menantu dan mertua. Karena bagaimanapun, suka atau tidak suka, cocok atau tidak cocok, menantu tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan mertua, begitu juga sebaliknya. Proses penerimaan ini tidak berarti harus tunduk, patuh, nurut atas segala perintah atau pendapat mertua. Namun lebih pada melibatkan keberadaan mereka dalam proses perbaikan kehidupan bersama. Proses melibatkan keberadaan mereka akan melahirkan sikap saling mendukung dalam kebaikan, saling melengkapi dalam kekurangan, serta saling menasihati secara santun dan proporsional demi kebaikan dunia akhirat. Sikap santun, penuh hormat dan proporsianal ini akan mudah dilahirkan dari seorang menantu yang telah menerima mertua pada 2 point yang disebutkan diatas, yaitu menerima mertua sebagai orang tua dan sebagai orang yang baik. Meskipun begitu, pada kenyataannya proses menasihati yang santun dan proporsional memang lebih sulit dilakukan secara bottom up. Menantu cenderung dalam posisi yang harus nurut dan tidak boleh membantah, walaupun banyak terjadi kasus dimana para menantu tersebut justru menggerutu, mengumpat, marah bahkan mengadukan sikap mertua kepada orang lain tanpa sepengetahuannya. Namun, jika seorang menantu dapat menempatkan mertua sebagaimana layaknya orang tua sendiri dimana biasanya seorang anak memiliki keleluasaan untuk berpendapat kepada orang tuanya sendiri, maka seharusnya hal tersebut juga dapat berlaku bagi mertua.
Sebagian menantu mungkin memilih sikap diam dalam menghadapi perbedaan pendapat dengan mertua kemudian mengambil langkah-langkah pembuktian terhadap pendapatnya. Namun yang perlu diingat adalah, apakah proses pembuktian itu akan memberikan kebahagiaan mertua atau justru sebaliknya, membuat mertua semakin terpojok, yang justru tidak mengubah sikap mereka terhadap menantunya bahkan cenderung semakin memburuk. Jika kita tinjau dalam pandangan islam, Allah memerintahkan kita untuk menjaga diri dan keluarga kita dari siksa api neraka. Maka seorang menantu yang tengah melakukan pembuktian, harus memastikan bahwa hal yang dilakukannya bukanlah sebuah sikap sesaat. Pembuktian yang hakiki adalah sebuah sikap yang mampu melahirkan perbaikan dunia akhirat khususnya bagi keluarga. Karena mertua adalah bagian dari hidup seorang menantu, maka sikap dalam pembuktian tersebut juga harus diupayakan melahirkan kebaikan bagi mertua pula. Dengan kata lain, proses pembuktian yang dilakukan tidak boleh membiarkan mertua dalam keburukan, namun harus diupayakan adanya perbaikan semua pihak.
…..bersambung ke bag. 3
(Manhajuna/FM/AA**)
Kiki Barkiah, alumni teknik Elektro ITB yang memutuskan menjadi ibu rumah tangga. Ibu yang menjadi homeschooler bagi kelima anaknya ini saat ini berdomisili di San Jose, California, USA. Kiki aktif diradiopengajian.com sebagai presenter dalam program “Ibu Indonesia Berbagi”. Beliau juga adalah ketua Yayasan Rumah Tahfidz Al-Kindi Mahardika & Komunitas Homeschooling Al-Kindi