عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ، تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ
[حديث حسن رواه الترمذي وغيره هكذا]
Kosa kata
ترك(ـه) | : meninggalkan | يعني(ـه) | : penting/bermanfaat (baginya) |
Terjemah hadits
Dari Abu Hurairah t dia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda,
‘Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia me-ninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.”
(Hadits Hasan riwayat Tirmizi dan lainnya) [1]
Kedudukan Hadits
Ibnu Rajab berkata, “Hadits ini merupakan kaidah yang sangat berharga dalam masalah moral dan etika.”
Abu Muhammad bin Abu Zaid berkata, “Etika yang baik terangkum dalam empat hadits, yaitu sabdanya, ‘Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau diam,’ ‘Tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya,” pesan singkat Nabi kepada seseorang “Jangan marah,” dan sabdanya, “Orang beriman mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” [2]
Pemahaman Hadits
Ya’niihi artinya sesuatu yang dituntut dan sangat diperhatikan seseorang. Maka indikasi baiknya Islam seseorang adalah apabila dia meninggalkan apa tidak dituntutnya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, urusan agama maupun dunia. Termasuk dalam perkara ini adalah semua perkara yang diharamkan, makruh, perkara mubah yang berlebihan dan tidak ada manfaatnya. [3]
Namun penekanan yang lebih kuat disampaikan dalam hadits ini adalah masalah ucapan, yaitu meninggalkan ucapan yang tidak berguna. Standar bermanfaat atau tidaknya sesuatu adalah ketentuan syariat, bukan pendapat hawa nafsu. [4]
Pelajaran yang terdapat dalam hadits
1-Islam menghendaki terbentuknya masyarakat mulia dan produktif, dimana pemeluknya selalu memanfaatkan setiap potensi dan kesempatan serta tidak menyianyiakannya.
2-Termasuk sifat orang muslim adalah menyibukkan diri dengan perkara-perkara yang mulia serta menjauhkan perkara yang hina dan rendah. Pemahaman kebalikannya adalah bahwa menyibukkkan diri dengan sesuatu yang tidak bermanfaat merupakan tanda kelemahan iman.
3-Setiap muslim dituntut mendidik diri sendiri untuk meninggalkan apa yang tidak bermanfaat di dalamnya.
4-Penting untuk melibatkan diri dalam berbagai kegiatan positif agar tidak ada waktu yang terisi dengan kesia-siaan.
5-Pribadi Islam yang baik bukan hanya mereka yang meninggalkan perkara-perkara haram atau makruh, tetapi juga bahkan meninggalkan perkara yang dibolehkan, jika nyata-nyata hal tersebut tidak bermanfaat.
Baca Juga: Waktu Ibarat Pedang
Tema hadits dan Ayat Al-Quran Terkait
Optimalisasi waktu dan potensi | : | Al-‘Ashr (103): 1-3, Al-Baqarah (2): 148 |
Meninggalkan hidup terlena | : | Al-Munafiqun (63): 9, Luqman (31): 6 |
Hati-hati dalam berucap | : | Qaaf (50): 18, Az-Zukhruf (43): 80 |
Catatan Kaki:
-
Jami at-Tirmizi, Abwabu Az-Zuhd, no. 2317, dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih al-Jami’, no. 10854. Diriwayatkan pula Ibnu Majah dalam Sunan Ibnu Majah, at-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, dan Baihaqi dalam Syu’abul Iman.
-
Syarh Shahih Muslim, Imam an-Nawawi, Jami’ al-Ulum wal Hikam, hal. 201
-
Tuhfatul Alwazie, hal. 6/500
-
Jami al-Ulum wal Hikam, hal. 201-203
Baca Juga: Menyapa Allah di Waktu Lapang
Sumber: Kajian Hadits Arba’in Nawawiyah, Imam An-Nawawi, Penyusun Abdullah Haidir, di Muraja’ah DR. Muinudinillah Basri, MA Fir’adi Nashruddin, Lc. Penerbit Kantor Dakwah Sulay Riyadh
(Manhajuna/IAN)