Assalamualaikum wr.wb. Mohon penjelasannya tentang miqot di bandara jeddah. Karena ada beberapa perbedaan antara ulama. Terima kasih atas penjelasannya. Wassalamualaikum wr.wb.
Jawaban:
Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh. Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba’d.
Sesungguhnya Nabi SAW telah menentukan tempat miqat dalam hadits Ibnu Abbas ra dalam sabdanya,
وَقَّتَ رَسُولُ اللَّهِ – صلّى الله عليه وسلّم – لأَهْلِ الْمَدِينَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ ، وَلأَهْلِ الشَّامِ الْجُحْفَةَ ، وَلأَهْلِ نَجْدٍ قَرْنَ الْمَنَازِلِ، وَلأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ . قَالَ : فَهُنَّ لَهُنَّ ، وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِ أَهْلِهِنَّ مِمَّنْ أَرَادَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ ، فَمَنْ كَانَ دُونَهُنَّ فَمِنْ أَهْلِهِ ، وَكَذَا فَكَذَلِكَ حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ يُهِلُّونَ مِنْهَا. أخرجه البخاريّ، ومسلم
“Sesungguhnya Nabi saw menentukan miqat penduduk Madinah, Dzulhulaifah, untuk penduduk Syam, Al-Juhfah, untuk penduduk Najad, Qarnul Manazil dan untuk penduduk Yaman, Yalamlam. Beliau bersabda, ‘Tempat-tempat ini berlaku bagi mereka dan bagi orang yang datang lewat tempat tersebut, meskipun bukan penduduknya. Bagi orang yang ingin melakuan haji dan umrah. Dan barangsiapa yang (tinggal) sebelum miqat, maka (ihramnya) dimulai dari keluarganya (rumahnya). Bahkan termasuk penduduk penduduk Mekkah, memulai (ihram haji) dari Mekkah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Para ahli fiqih telah ijmak terhadap tempat-tempat miqat ini. Baik bagi penduduknya dan bagi orang yang datang melalui tempat (miqat) tersebut. (lihat, Al-Isyraf karangan Ibnu Munzir, 3/177. Maratibul Ijmak, hal. 42, Al-Istizkar, 11/76 dan Al-Mughni, 5/56).
Kesimpulannya, bagi orang yang ingin haji atau umrah, tidak diperkenankan melewati miqat yang telah ditentukan, baik lewat jalan darat, laut maupun udara. Berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar ra, dia berkata:
لَمَّا فُتِحَ هَذَانِ الْمِصْرَانِ ، أَتَوْا عُمَرَ فَقَالُوا : يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ ، إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – حَدَّ لِأَهْلِ نَجْدٍ قَرْنًا ، وَهُوَ جَوْرٌ عَنْ طَرِيقِنَا ، وَإِنَّا إِنْ أَرَدْنَا قَرْنًا شَقَّ عَلَيْنَا ؟ قَالَ : فَانْظُرُوا حَذْوَهَا مِنْ طَرِيقِكُمْ ، فَحَدَّ لَهُمْ ذَاتَ عِرْقٍ. أخرجه البخاريّ
“Ketika kedua kota ditaklukkan, mereka mendatangi Umar dan berkata, ‘Wahai Amirul mukminin. Sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam telah menetapkan (miqat) bagi penduduk Najed, yaitu Qarnul Manazil. Tempat itu jauh dari jalur yang kami lalui. Kalau kita ingin menuju Qarn (Qarnul Manazil) akan membuat kami sangat kepayahan.’ Umar berkata, ‘Perhatikanlah tempat yang segaris dengannya di jalur kalian. Akhirnya beliau menetapkan Dzatu Irq (sebagai miqat).” (HR. Bukhari)
Umar RA. telah menjadikan miqat bagi orang yang tidak melewati miqat dengan menarik garis lurusnya. Maka barangsiapa yang sejajar dengannya di udara, sama dengan sejajar di darat. Maka diwajibkan bagi orang yang telah sejajar dengan miqat dalam pesawat untuk melakukan ihram. Yang lebih utama baginya berihram sebelum melewati sejajar karena kecepatan pesawat.
Adapun berkenaan dengan masalah jama’ah Indonesia. Terlepas dari benar dan tidaknya, miqat makani bagi jama’ah haji atau jama’ah umrah Indonesia saat ini terbagi menjadi tiga pandangan:
- Bermiqat di Bi’r ‘Ali karena sebelum ke Makkah ke Madinah dulu.
- Bermiqat di pesawat terbang tatkala melewati Qarnul Manazil sebelum tiba di Bandara King Abdul Aziz Jeddah.
Keduanya berdasarkan Nash Hadist. Karena ketentuan miqat bagi jama’ah haji dan umrah bukan tergantung negaranya, tapi tergantung mereka melewati miqatnya. Melewati miqat bukan berarti di darat atau di laut saja, tapi berlaku pula di pesawat. Hal ini berdasarkan kalimat: هُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتىَ عَلَيْهِنَّ. Perkataan “ala” berarti di atas.
Fatwa para ulama Saudi menyatakan bahwa bermiqat dari Jeddah itu tidak sah, maka bagi pelakunya diharuskan membayar dam. Karena Jeddah adalah miqat untuk orang yang tinggal disana, dan orang yang punya tujuan haji atau umrah lewat laut atau darat tapi tidak melintasi tempat yang sejajar dengan miqat sebelum Jeddah. Maka jeddah bukanlah miqat untuk selain mereka. [Panitia tetap untuk riset ilmiyah dan fatwa 13/133]. Hal yang sama juga difatwakan oleh para ulama Mesir.[fatawa al-azhar 1/198].
Bermiqat di Jeddah setibanya di bandara King Abdul Aziz.
Adapun yang miqat di bandara Jeddah mereka berlandaskan pada ijtihad, diantaranya:
- Bagi yang melewati dua miqat dapat memulai dari miqat kedua. (lihat Fiqh ‘ala madzahib al-Aarba’ah 1/365-370)
[Jama’ah haji/umrah dari Madinah atau yang melewati Madinah setelah melewati Dzul hulaifah (Bir ‘Ali) mereka melewati garis daerah Juhfah, akan tetapi mereka ihramnya tetap dari Dzul hulaifah tidak dari Juhfah, padahal Juhfah lebih dekat ke Makkah. Mereka melakukan itu karena ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya]. - Masalah miqat termasuk masalah ijtihadi sebagaimana Umar bin Khattab RA. menetapkan Dzatu ‘Irqin sebagai miqat orang Iraq. (Al-majmu’ syarah Al-Muhadzab 6/198)
[Walaupun itu ijtihad Umar, ternyata ijtihadnya itu sesuai dengan ketetapan dari Rasulullah SAW yang menetapkan bahwa untuk orang Iraq miqatnya dari Dzatu ‘Irqin, seperti yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Aisyah]. (Lihat al-hajju wal umrah hal 63). - Bahwa Qarnul Manazil sejajar dengan bandara king Abdul Aziz Jeddah.
[Ternyata Qarnul Manazil tidak sejajar dengan bandara king Abdul Aziz Jeddah]. - Imam Ishaq menjelaskan bolehnya mengambil miqat dari mana saja asal mencukupi dua marhalah (80 KM) dari makkah. (Al-majmu’ syarah Al-Muhadzab 6/198).
[Hal tersebut berlaku bagi jama’ah yang datang ke Makkah tidak melewati semua miqat dan tidak mampu memperkirakan tempat yang sejajar dengan miqat, maka ia memulai ihram jika berada ditempat antara dia dan Makkah sejauh dua marhalah (yaitu perjalanan sehari semalam kurang lebih 80 KM)]. (Kumpulan fatwa dan Makalah Haji, Umrah dan Ziarah, syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, hal 62).
Wassalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh.
(Tim Konsultasi Syari’ah Manhajuna)