Oleh: Fathelvi Mudaris, M.Farm, Apt
Manhajuna.com – Bagi Muslimah yang membawa anak atau keluarga ke dokter mungkin pernah mendengar atau menanyakan pertanyaan atau menyampaikan pernyataan berikut:
“Dokter, pokonya saya mau obatnya yang paten yaa Dok. Ga mau yg biasa-biasa aja gitu.. uhmm apa yaa namanya… oh iyaa generik.”
Sebenarnya pertanyaan tersebut tepat atau tidak? Apa yang dimaksud dengan obat generik dan obat paten? Apa bedanya kah? Kenapa obat yang sama tapi istilahnya bisa berbeda (ada patennya ada generiknya)?
Mungkin ada sebagian di antara kita yang salah menduga mengenai obat paten. Obat paten sering diartikan obat yang benar-benar pancen oyee, numero uno, paten dalam hal menyembuhkan. Pokoknya obat paling top cerr. Oleh sebab, salah memahami inilah akhirnya kita terjebak pada pemikiran bahwa obat mahal = obat paten = lebih cepat menyembuhkan dan lebih baik adanya sehingga kita meminta dokter untuk meresepkan si obat paten.
Sebelum menjelaskan lebih jauh mengenai obat paten, mari kita telusuri sedikit mengenai kisah panjang perjalanan suatu obat sehingga boleh dipasarkan. Suatu bahan obat yang istilahnya dikenal dengan API (active pharmaceutical ingredients) alias bahan aktif yang diduga berkhasiat sebagai obat akan melewati perjalanan yang sangat panjang dan lama hingga menjadi obat yang ada di hadapan kita saat ini (dalam bentuk apapun baik tablet, sirup, obat suntik dll). Hal yang pertama yang dilihat adalah keamanannya… lalu khasiatnya pada hewan uji. Jangan lupa, ada deretan puanjang upaya untuk memurnikan si API yang pada mulanya terdiri dari berbagai macam zat aktif. Ada tahapan uji klinis. Ada tahapan formulasi. Ada pre dan post marketing surveylance. Panjang sekali bukan perjalanan obat itu? Dan jangan dikira itu bisa selesai 1 bulan 2 bulan. Bisa sampai 10 tahun lebih! Berapa biayanya? Biaya bisa jadi melebihi dana kampanye capres cawapres! Hehe. Bisa sampai 200 juta USD bahkan lebih! (Kalo dirupiahkan berapa kira-kira itu yaa?)
Nah atas usaha yang begitu panjang tersebut, suatu obat baru akan mendapatkan hak PATEN. Yaitu hak cipta selama 20 tahun (setidaknya sampai biaya menemuan obat baru itu tertutupi). Pada masa paten tersebut, hanya perusahaan yang menciptakan dan menemukan obat baru tersebutlah yang boleh memproduksi obat paten itu. Tidak boleh ada produk “me too” dari perusahaan yang lain. Obat tersebutlah yang dikenal dengan “obat Paten”. Ketika masa paten habis, maka perusahaan mana pun boleh memproduksi obat tersebut baik dalam bentuk generik maupun yang dikenal dengan produk “me too”. Produk me too umumnya membandingkan bioavaibilitasnya dengan obat-obat yang beredar lainnya. Namanya bukan obat paten, tapi obat merek dagang atau obat dagang. Jadi ini bukan obat paten lho. Misal obat dengan kandungan paracetamol namanya bisa berbeda-beda.
Jadi, obat paten bukanlah obat paling paten untuk menyembuhkan tapi obat yang memperoleh hak paten untuk diproduksi oleh suatu perusahaan.
Obat generik itu apa? Obat yang namanya sesuai dengan kandungannya. Nama obatnya Paracetamol ya kandungannya paracetamol. Tidak ada nama lain selain nama kandungan obat. Itulah yang dimaksud dengan obat generik.
Mungkin ada yang bertanya, obat yang generik mengapa relatif lebih murah? Apakah khasiatnya lebih rendah dari obat merek dagang? Harga lebih murah bukan berarti obat generik khasiatnya kurang dibanding obat dagang (yang mungkin kebanyakan terkesan lebih mahal). Kandungan bahan aktifnya SAMA, jumlah zat aktifnya pun sama. Jadi, jangan ragu untuk menggunakan obat generik. Lha, kenapa beda banget harganya? Itu umumnya terletak pada zat pendukung dari obat yang berbeda sehingga harganya pun jadi berbeda. Tapi yang perlu digaris bawahi, kadar obat atau zat aktif maupun jenis zat aktifnya SAMA. Karena Obat yang dapat diloloskan hingga sampai ke pasien haruslah memenuhi syarat dan standar tertentu, maka in syaa Allah obat yang beredar tidak ada yang dibawah standar. Jika pun ada, harus segera ditarik dari pasaran. Setelah obat beredar di pasaran, tetap ada pengawasan berupa post marketing surveylance yang mengawasi obat yang beredar apakah ada efek samping atau apakah ada obat yang understandar.
Nah, muslimah, jangan salah menggunakan istilah lagi yaa… 🙂