Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Hikmah / Kepergian Beliau Diiringi Doa Para Malaikat
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Kepergian Beliau Diiringi Doa Para Malaikat

Allahu Akbar… Hayya ‘alal falah…!

Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya yang akan memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut kepada siapa pun selain kepada Allah.” (QS. At-Taubah: 18)

Dengan kata lain, mereka yang rajin dan tekun mendatangi rumah Allah untuk shalat berjamaah, menghadiri majelis ilmu, membaca Al-Qur’an, dan kegiatan ibadah lainnya adalah pribadi-pribadi Muslim yang memiliki keimanan kepada Allah dan hari pembalasan. Seorang Mukmin tidak akan merasa nyaman jika kehidupannya jauh dari masjid. Inilah karunia, hidayah, dan kehormatan yang diberikan kepada pencinta rumah Allah, baik laki-laki maupun perempuan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

لاَ تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ

“Janganlah kalian melarang wanita-wanita Mukmin untuk pergi ke masjid-masjid Allah.” (HR. Bukhari & Muslim)

Sejak muda, wanita ini sudah memiliki kepekaan yang tinggi terhadap panggilan azan. Secara lahiriah, ia hanyalah penduduk desa biasa, sebagaimana kebanyakan warga lainnya yang berprofesi sebagai petani. Namun, ada yang membedakannya dari kebanyakan petani lainnya: perhatiannya terhadap panggilan Ilahi jauh lebih besar dibandingkan panggilan duniawi. Saat mendengar seruan Allahu Akbar, ia selalu bersegera menuju rumah Allah dengan penuh penghambaan.

Para ulama berpendapat:

لو تفكر الناس في عظمة الله لما عصوه

“Seandainya manusia benar-benar menyadari kebesaran dan keagungan Allah, niscaya mereka tidak akan tega berbuat maksiat kepada-Nya.”

Demikianlah anugerah Allah kepada wanita Mukminah ini. Hingga usianya mencapai 85 tahun, ia tetap teguh menjawab seruan Hayya ‘alal falah. Meskipun kesehatannya mulai menurun dan harus menggunakan tongkat, kecintaannya terhadap masjid dan shalat berjamaah tetap membuat langkahnya terasa ringan menuju rumah Allah.

Cinta dan keimanan yang tulus sering kali melahirkan keajaiban dan karamah. Dalam kondisi fisik yang lemah dan ingatan yang mulai menurun, sebelum imam memulai shalat, wanita lanjut usia ini selalu bertanya kepada jamaah di sebelahnya, “Kita akan shalat apa?” Jika dijawab “Shalat Maghrib”, ia kembali bertanya, “Berapa rakaat?”, lalu seseorang akan menjawab, “Tiga rakaat.” Subhanallah! Ia juga sering meminta bantuan jamaah lain untuk membantunya mengenakan mukena.

Inilah bentuk kemuliaan yang diberikan Allah kepada hamba yang dicintai-Nya. Dalam keadaan fisik dan mental yang lemah, kecintaan kepada Ilahi, rumah Allah, dan shalat berjamaah tetap menjadi prioritas utamanya. Karunia di balik seruan azan memang tak ternilai oleh emas dan perak.

Allah SWT berfirman:

وَالّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

“Dan orang-orang yang beriman sangat besar kecintaannya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)

Penghormatan yang Didambakan Setiap Mukmin

Setiap Mukmin selalu berdoa agar meraih husnul khatimah—meninggal dunia dalam keadaan taat kepada Allah, dalam mengingat dan menyebut nama-Nya.

Wanita salehah ini, yang lebih dikenal sebagai Inyiak Jambak di kalangan penduduk kampungnya, memiliki sifat pendiam dan tidak banyak bicara dalam kesehariannya. Nama aslinya adalah Ibu Rahmah, tetapi karena berasal dari suku Tanjung dan tinggal di lingkungan suku Jambak, ia lebih dikenal dengan panggilan tersebut. Dalam bahasa setempat, Inyiak berarti nenek atau kakek, sementara Jambak adalah nama suku di sekitar tempat tinggalnya.

Pada usia yang penuh berkah, 85 tahun, Inyiak Jambak dipanggil menghadap Allah setelah menunaikan shalat berjamaah di Masjid Ihsan, Desa Koto Baru, Batusangkar, Sumatera Barat. Ia berpulang ke rahmatullah dalam keadaan masih berzikir setelah shalat Subuh. Bersama imam dan jamaah lainnya, ia berdzikir tahlil (La ilaha illallah). Jiwanya yang suci kembali kepada Allah dalam keadaan tenang dan penuh kedamaian.

Allah SWT berfirman:

إِرْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً

“Kembalilah kepada Tuhanmu dalam keadaan ridha dan diridhai.” (QS. Al-Fajr: 28)

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Barang siapa yang kalimat terakhirnya adalah la ilaha illallah, maka ia akan masuk surga.” (HR. Abu Daud)

Seorang jamaah perempuan yang menjadi saksi mata menceritakan bahwa Inyiak Jambak sendiri yang membantu merebahkan jasadnya sebelum ruhnya kembali ke hadirat Allah SWT. Ini adalah sebuah penghormatan Ilahi yang didambakan oleh setiap Mukmin. Allahu Akbar! Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.

Kepergiannya dalam kondisi yang begitu istimewa menjadi kejadian yang menggemparkan para jamaah, penduduk, dan sanak saudara. Peristiwa ini terjadi pada Jumat malam Sabtu, 24 Zulhijjah 1431 H/1 Desember 2010. Sudah lebih dari satu setengah dekade berlalu, tetapi kisahnya tetap hidup dalam ingatan banyak orang.

Hidupnya dalam kebaikan, wafatnya pun dalam kebaikan.

Demikianlah janji Rasulullah ﷺ bagi mereka yang hatinya terpaut dengan rumah Allah, peka terhadap azan, dan mencintai shalat berjamaah. Itulah kedudukan mulia yang diraih oleh Inyiak Jambak.

Rasulullah ﷺ pernah berdialog dengan Allah dalam sebuah hadis:
“Wahai Muhammad, tahukah engkau perkara apa yang membuat para malaikat gempar?” Rasulullah menjawab, “Ya, tentang amalan yang menghapus dosa (kaffarat) dan amalan yang mengangkat derajat (darajat).”

Allah pun menjelaskan:
“Amalan yang mengangkat derajat adalah menyempurnakan wudhu meski dalam keadaan sulit, melangkahkan kaki menuju shalat berjamaah, dan menunggu shalat berikutnya setelah shalat sebelumnya. Sedangkan amalan yang menghapus dosa adalah memberi makan kepada sesama, menyebarkan salam, serta mendirikan shalat malam saat manusia terlelap. Barang siapa melakukan hal tersebut, ia akan hidup dalam kebaikan dan mati dalam kebaikan, serta dosa-dosanya diampuni seolah-olah baru lahir dari rahim ibunya.” (HR. Tirmidzi)

Tidak mengherankan jika peristiwa ini menjadi hal yang menggemparkan para malaikat. Kekasih Allah ini tidak membiarkan keterbatasan fisiknya menghalangi langkahnya menuju rumah-Nya. Dengan tongkat sebagai penopangnya, ia tetap bahagia menyambut panggilan Ilahi, hayya ‘alal falah. Keimanan dan keyakinannya lebih kuat daripada kelemahan fisiknya.

Kisah gemilang ini mengingatkan kita pada seorang tokoh besar, Rabi’ bin Khaitsam r.a. Setelah menderita stroke yang membuat tubuhnya lumpuh sebelah, ia tetap berusaha mendatangi masjid untuk shalat berjamaah, meskipun harus dipapah oleh dua orang. Ketika seseorang berkata kepadanya, “Allah telah memberikan keringanan bagimu untuk shalat di rumah.” Ia menjawab, “Benar apa yang engkau katakan. Tetapi aku masih mendengar panggilan azan, hayya ‘alal falah. Maka siapa pun yang mendengar panggilan itu, hendaknya ia memenuhinya, meskipun harus merangkak.”

Demikianlah ungkapan mulia dari seorang kekasih Allah yang hatinya dipenuhi cinta sejati kepada-Nya. Tidak semua orang mendapatkan kepekaan terhadap panggilan agung ini, tetapi mereka yang dipilih Allah akan merasakan kecintaan yang mendalam terhadap rumah-Nya dan shalat berjamaah.

Allahu Akbar, Allahu Akbar!

Dakwah Bilhal 

Inyiak Jambak termasuk dalam kategori ‘Solihin’, sebagaimana pernah disoroti oleh ulama ternama Yahya bin Muaz yang menyatakan bahwa para solihin adalah golongan yang lebih mengutamakan urusan akhirat, sehingga terkadang urusan dunia mereka terabaikan. Bahkan, bagi mereka, perkara duniawi cukup sebatas kebutuhan dasar saja, seperti makanan, tempat tinggal, dan kendaraan yang bersifat sederhana. Mereka lebih memusatkan perhatian pada urusan akhirat yang memiliki nilai dan kedudukan yang jauh lebih besar dan agung. (Surah Ad-Dhuha, 4; Surah Al-‘Ala, 17)

Dengan keyakinan dan prinsip mulia tersebut, Inyiak Jambak yang memiliki sifat tenang dan pendiam mengajak anggota keluarga, masyarakat di sekitarnya, bahkan umat secara luas, melalui dakwah bilhal atau dakwah bilisanilhal, untuk meraih martabat mulia husnul khatimah melalui kecintaan terhadap azan, salat berjamaah, dan menghadiri majelis ilmu, di samping memperdalam amalan tilawah Al-Qur’an yang beliau tekuni.

Cinta yang Agung

Sebagaimana lanjutan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi, Rasulullah ﷺ mengajarkan umatnya sebuah doa cinta:

أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ

“Aku memohon kepada-Mu agar aku mencintai-Mu, mencintai orang yang mencintai-Mu, serta mencintai amal ibadah dan perbuatan yang mendekatkanku kepada kecintaan terhadap-Mu.” (HR. Imam Tirmizi)

Allah SWT telah melimpahkan karunia dan kasih sayang-Nya kepada Almarhumah Inyiak Jambak, yang dalam kehidupannya telah terealisasi kandungan dan tujuan dari ‘doa cinta’ ini. Pada umumnya, manusia sibuk mengejar keuntungan duniawi dan kebendaan, sehingga mereka sering mengabaikan faktor utama yang dapat membuktikan serta memupuk kecintaan mereka kepada Allah SWT.

Cinta Masjid Lahir dari Cinta Ilahi

Seorang hamba yang mengenal Allah pasti akan mencintai-Nya, dan mencintai segala hal yang membawanya lebih dekat kepada Allah. Imam Hasan Basri berkata:

مَنْ عَرَفَ رَبَّهُ أَحَبَّهُ، وَمَنْ أَحَبَّ غَيْرَ اللهِ تَعَالَى، لاَ مِنْ حَيْثُ نِسْبَتُهُ إِلَى اللهِ ، فَذَلِكَ لِجَهْلِهِ وَقُصُورِهِ عَنْ مَعْرِفَتِهِ

“Siapa yang mengenal Allah, ia akan jatuh cinta kepada-Nya. Dan siapa yang mencintai selain Allah, bukan karena kaitannya dengan cinta Ilahi, maka itu adalah karena kebodohan dan keterbatasan makrifatnya terhadap Allah.” (Mukhtasar Minhajul Qasidin, hlm. 322)

Orang Melayu memiliki ungkapan: “Tak kenal maka tak sayang.”

Dikisahkan bahwa ketika Malaikat Maut mendatangi Nabi Ibrahim untuk mencabut ruhnya, beliau berkata, “Apakah pantas seorang Kekasih tega mencabut nyawa kekasih-Nya?” Kemudian Allah SWT mewahyukan kepada Izrail, “Apakah seorang kekasih tidak ingin bertemu dengan Kekasihnya?” Maka Nabi Ibrahim berkata, “Wahai Malaikat Maut, jika demikian, cabutlah ruhku.” (Mukhtasar Minhajul Qasidin)

Ruh para kekasih Allah ingin segera kembali kepada-Nya. Allah mencabut ruh mereka dengan kerelaan hati mereka, sesuai dengan keadaan dan ketentuan yang telah Allah SWT tetapkan. Inilah yang kita saksikan sebagai pilihan Allah bagi Inyiak Jambak—semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepadanya.

“Allah mencintai mereka, dan mereka mencintai Allah.” (Al-Maidah: 54)

Kecintaan Allah kepada hamba-Nya mendahului cinta sang hamba. Ingatan Allah kepada mereka yang mengingat-Nya juga lebih dahulu daripada ingatan sang hamba kepada-Nya.

Tentang Kepribadiannya

Di antara sifat mulia Ibu Rahmah, wanita pencinta masjid ini, adalah kegiatannya yang aktif dalam majelis ilmu yang sering diadakan di Masjid Ihsan, rumah Allah yang dicintainya. Beliau juga sering mendoakan para pemuda pencinta masjid dari kalangan penuntut ilmu agar meraih kecemerlangan akademik, selain memohon kepada Allah agar dikaruniai keturunan dan anak cucu yang taat kepada-Nya.

Masjid Ihsan, yang terletak di Desa Koto Baru, Kecamatan Pariangan, Tanah Datar, adalah masjid yang paling makmur karena jumlah jemaahnya yang banyak dalam salat lima waktu, meskipun kebanyakan dari mereka adalah petani. Bahkan, jumlah jemaah salat Maghrib dan Isya diperkirakan melebihi 200 orang. Hal ini diakui oleh para penceramah yang datang ke Masjid Ihsan (termasuk penulis sendiri).

Tidak ada masjid semakmur ini di Kabupaten Tanah Datar, bahkan masjid-masjid di Kota Batusangkar pun tidak mampu menandinginya. Masjid ini berada di desa yang terdiri dari sekitar 500 rumah tangga, dan di dalamnya terdapat sekitar lima surau yang masing-masing tetap ramai dengan jemaah pada setiap waktu salat fardu. Diperkirakan jumlah penduduk yang hadir dalam salat berjamaah mencapai sekitar 30% dari keseluruhan populasi desa.

Sementara itu, pada zaman Rasulullah ﷺ, mereka yang tidak datang salat berjamaah hanyalah segelintir minoritas. Bahkan, jumlah jemaah salat Subuh pada masa Rasulullah ﷺ lebih banyak daripada jumlah jemaah salat Hari Raya.

Menempuh Janjang 100

Salah satu amalan seorang Muslimah teladan adalah tilawah Al-Qur’an, yaitu membaca Al-Qur’an setiap selesai salat fardu di masjid selama sekitar 20-30 menit. Oleh karena itu, beliau sering menjadi orang terakhir yang keluar dari Masjid Ihsan. Masjid Ihsan terletak di daerah yang agak rendah dan terkenal dengan jalan anak tangganya yang berjumlah 100 anak tangga (janjang).

Saat menaiki tangga untuk pulang dari masjid, Inyiak Jambak kerap kali harus berhenti sejenak untuk beristirahat. Maka, bagaimana dengan kondisi jalan dari rumah saya menuju rumah Allah yang terdekat? Bukankah Allah telah menganugerahkan saya kaki yang kuat dan kesehatan yang normal? Bukankah Allah telah memberikan saya kendaraan sebagai amanah, seperti mobil atau motor? Bukankah Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, meraih amal saleh, dan mencari ampunan-Nya? (QS. Al-Baqarah: 148; Ali ‘Imran: 133; Al-Mu’minun: 61; Al-Hadid: 21)

Pertanyaan-pertanyaan inilah yang saya tanyakan kepada diri saya sendiri sebelum kelak saya akan ditanya di hadapan Allah. Ini juga menjadi pertanyaan yang saya tujukan kepada orang-orang tersayang dalam keluarga saya, secara khusus.

Inyiak Jambak yang tercinta telah menjawab pertanyaan-pertanyaan ini melalui dakwah bil hal (dakwah melalui tindakan), dengan menjadi teladan bagi umat, khususnya bagi mereka yang bertutur dalam bahasa Melayu, sepanjang perjalanan sejarah yang masih tersisa hingga masa mendatang. Terutama sekali di era globalisasi, di tengah dominasi materialisme dan hawa nafsu, serta di zaman penuh fitnah dan kerusakan yang meliputi segala aspek kehidupan seorang Muslim.

Hanya perlindungan, ihsan, inayah (pertolongan), dan rahmat Allah, Al-Maula SWT, yang selalu diharapkan. Rahmat dan penjagaan Allah akan selalu dekat dengan mereka yang mencintai Baitullah dan Kitabullah. Wallahul musta’an!

Diiringi Doa Para Malaikat

Dalam hadis sahih, Rasulullah ﷺ bersabda:

وَالْمَلائِكَةُ تُصَلِّي عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي صَلَّى فِيهِ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ

“Para malaikat akan senantiasa mendoakan salah seorang dari kalian selama ia masih berada di tempat salatnya (di masjid). Malaikat akan berdoa: ‘Ya Allah, ampunilah ia, limpahkan rahmat-Mu kepadanya, dan terimalah taubatnya.’ Selama ia tidak menyakiti orang lain dan selama wudhunya belum batal.” (HR. Muslim dan lainnya)

Demikianlah, Ibu Rahmah Inyiak Jambak, yang kelak akan berada di bawah naungan ‘Arasy Allah pada hari pembalasan. Ruhnya berpulang dengan diiringi doa para malaikat, yang pasti didengar dan dikabulkan oleh Allah, Al-Maula SWT.

Seorang hamba mukmin seharusnya memiliki kekhawatiran terhadap su’ul khatimah (akhir kehidupan yang buruk), yang biasanya berakar dari lemahnya iman. Iman yang lemah dapat menjerumuskan seseorang ke dalam kemaksiatan, sementara kemaksiatan pada gilirannya akan memadamkan cahaya iman.

Jika iman seseorang melemah, maka kecintaannya kepada Allah juga akan melemah. Ketika seseorang menghadapi sakaratul maut atau sedang berada dalam keadaan nazak (sekarat), imannya bisa melemah secara drastis karena kekhawatirannya untuk berpisah dengan dunia.

Kecintaan berlebihan terhadap dunia (hubbud dunya) dapat mengakibatkan su’ul khatimah, begitu pula sikap tunduk pada gemerlap duniawi. Seiring dengan melemahnya iman, kecintaan kepada Allah juga akan semakin pudar.

Namun, siapa yang dalam hatinya lebih dominan cinta kepada Allah dibandingkan cinta dunia, maka ia akan terhindar dari bahaya su’ul khatimah. Barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan mencintai Allah SWT, maka ia akan kembali kepada-Nya seperti seorang hamba yang taat dan rindu ingin kembali ke pangkuan Kekasihnya, yaitu Allah SWT. Tidak diragukan lagi, ia akan disambut dengan penuh kegembiraan dan kasih sayang dari Zat Yang Maha Pengasih. (Mukhtasar Minhajul Qasidin, 4:55)

Seperti halnya yang diberikan kepada Ibu Rahmah—yang meraih husnul khatimah (akhir kehidupan yang baik) dengan luar biasa cemerlang. Beliau wafat di rumah Allah, dengan diiringi doa para malaikat, sesaat setelah menunaikan salat fardu berjamaah, dalam keadaan hati yang penuh kerinduan kepada Allah SWT, jauh dari godaan dunia, dalam kondisi kesehatan yang normal, dan berada di tengah-tengah kumpulan para kekasih Allah.

اَللَّهُمَّ لأَمَتِكَ الصَّالِحَةِ السَّيِّدَةِ رَحْمَةٍ وَارْحَمْهَا وَعَافِهَا وَاعْفُ عَنْهَا وَأَكْرِمْ نُزُلَهَا وَوَسِّعْ مُدْخَلَهَا وَاجْعَلْ قَبْرَهَا رَوْضَةً مِنْ رِياَضِ الْجَنَّةِ وَلاَ تَجْعَلْ قَبْرَهَا حُفْرَةً مِنْ حُفَرِ النِّيرَانِ، وَاجْمَعْنَا وَإِيَّاهَا وَالْمُسْلِمِينَ تَحْتَ ظِلِّكَ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلِّكَ، وَأَدْخِلْنَا الْجَّنَّةَ مَعَ الأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ

“Ya Allah, ampunilah dosa-dosa Ibu Rahmah, limpahkanlah rahmat-Mu kepadanya, berilah ia keselamatan dan pengampunan. Muliakan tempatnya, luaskan jalannya, dan jadikan kuburnya sebagai taman dari taman-taman surga. Jangan jadikan kuburnya sebagai lubang dari lubang-lubang neraka. Himpunkanlah kami bersama beliau dan kaum Muslimin di bawah naungan-Mu pada hari ketika tidak ada naungan selain naungan-Mu. Masukkanlah kami semua ke dalam surga-Mu bersama orang-orang saleh. Wahai Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”

Wallahu al-muwaffiq wal-hadi ila sawa’is-sabil.

Sumber Asal:
Kelas Talaqqi Kitab Turats (Bidayah Al-Hidayah)
KUPUSB, Brunei Darussalam, 30 Zulqa’dah 1442 H/10 Juli 2021 M
Asuhan: Ahmad Asri Lubis

Risalah Ramadhan Ma’had Darul Ikhlas (MDI)
Bersama Buya (Dr.) H. Ahmad Asri Lubis, Lc, MA
23 Ramadhan 1446 H / 23 Maret 2025 M

 

(MRS)

(Visited 86 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Durus Ramadaniyah 1446 H – Hari Kedua Puluh Enam

Manhajuna.com – Malam Lailatul Qadar terjadi pada sepuluh malam terakhir, terutama pada malam-malam ganjil, dan kemungkinan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *