Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Hikmah / Lalu, Apa Setelah Haji?
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Lalu, Apa Setelah Haji?

MANHAJUNA.COM – Ibadah haji merupakan salah satu ibadah yang paling istimewa, di mana seorang Muslim yang melaksanakannya telah berusaha menyempurnakan rukun Islam yang kelima, yaitu berhaji bagi yang mampu.

Pelaksanaan ibadah haji memerlukan kesiapan fisik dan spiritual, dimulai dari niat ihram dari miqat, thawaf, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina, melontar jumrah, hingga berbagai amalan rukun, wajib, maupun sunnah lainnya. Ibadah ini juga menuntut kesiapan hati, karena dalam praktiknya, jamaah akan menghadapi tantangan seperti cuaca panas dan kerumunan padat. Oleh karena itu, kesabaran dan ketabahan sangat penting agar ibadah haji terlaksana dengan sempurna.

Ganjaran bagi orang yang menunaikan ibadah haji dengan baik adalah surga, sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu–:

“الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ”
“Haji yang mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Al-Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan dalam Fathul Bari, bahwa pahala haji sangat besar hingga tidak ada ganjaran yang sepadan di dunia kecuali balasan akhirat berupa surga.

Dengan demikian, haji yang mabrur dapat dipahami sebagai salah satu “jalan pintas” menuju surganya Allah SWT. Namun, menjadi pertanyaan penting bagi kita: apa tanda bahwa haji kita bernilai mabrur?

Kemabruran haji tidak hanya tampak dari kesungguhan saat pelaksanaannya, tetapi lebih jauh lagi tercermin dalam perubahan sikap, hati, dan akhlak setelah ibadah haji selesai. Maka, tolak ukur kemabruran seseorang justru terletak pada fase setelah ibadah itu selesai dilaksanakan.

Para ulama memberikan penjelasan mengenai makna haji mabrur:

  • Al-Imam An-Nawawi (w. 676 H) dalam Syarh Shahih Muslim menyatakan bahwa haji mabrur adalah “haji yang tidak dicampuri maksiat”. Artinya, seluruh rangkaian ibadahnya bersih dari perbuatan dosa, baik dari ucapan maupun perilaku, terhadap sesama maupun kepada Allah.
  • Imam al-Qurtubi (w. 671 H) menyebutkan bahwa “haji mabrur adalah haji yang diterima oleh Allah, ditandai dengan perubahan akhlak dan meningkatnya ketaatan setelahnya.”
  • Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 795 H) dalam Lathā’if al-Ma‘ārif menjelaskan bahwa “haji mabrur adalah haji yang memenuhi seluruh rukunnya, dilakukan dengan harta yang halal, niat yang ikhlas, serta bersih dari riya dan maksiat.”

Maka, untuk meraih kemabruran haji, seseorang perlu memperhatikan hal-hal berikut baik saat pelaksanaan maupun setelahnya:

  1. Niat yang Ikhlas

Melaksanakan haji hanya karena Allah SWT, bukan karena ingin mendapatkan gelar atau status sosial seperti disebut “Pak Haji” atau “Bu Haji”. Riya seperti ini justru bisa mengurangi nilai ibadah itu sendiri.

  1. Pelaksanaan Sesuai Sunnah

Menjalankan seluruh rukun, wajib, dan sunnah haji sesuai tuntunan Rasulullah ﷺ. Persiapan yang matang dan bertanya ketika ragu sangat penting agar tidak keliru dalam pelaksanaannya.

  1. Menggunakan Harta yang Halal

Ibadah tidak akan diterima jika dilakukan dengan harta haram. Rasulullah ﷺ bersabda:

“…Kemudian Nabi menyebutkan tentang seorang laki-laki yang menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu, ia menengadahkan tangannya ke langit dan berdoa: ‘Ya Rabb, ya Rabb!’ Namun makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi makan dari yang haram, maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan?” (HR. Muslim)

  1. Menjaga Perilaku Selama Haji

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 197:

ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌۭ مَّعْلُومَـٰتٌۭ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِى ٱلْحَجِّ…”

“Haji adalah beberapa bulan yang telah diketahui. Barang siapa yang menetapkan niat untuk berhaji di bulan-bulan itu, maka tidak boleh rafats (ucapan jorok), tidak boleh berbuat fasik, dan tidak boleh berbantah-bantahan selama mengerjakan haji…”

Larangan ini menunjukkan pentingnya menjaga lisan dan perilaku selama menjalani manasik haji.

  1. Perubahan Positif Setelah Haji

Tanda paling nyata dari haji yang mabrur adalah perubahan sikap setelahnya. Dr. Khalil Ibrahim dalam Makanatu Haramain asy-Syarifain menyatakan:

علامة الحج تكون في أثناء الحج، وهي أن يأتي به صاحبه خالصاً لوجه الله، موافقاً لسنة رسول الله ﷺ، وعلامة تكون بعد الحج، وهي صلاح حال الإنسان بعد الحج، بأن يزيد إقباله على الطاعة، واجتنابه للمعاصي والذنوب، وأن يبدأ حياة طيبة مغفورة، بالخير والصلاح والاستقامة

“Tanda haji mabrur tampak saat pelaksanaan, yakni dilaksanakan dengan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan sunnah Rasulullah ﷺ. Sedangkan tanda setelah haji adalah membaiknya keadaan seseorang, dengan meningkatnya semangat dalam ketaatan, menjauhi maksiat dan dosa, serta memulai kehidupan yang baik, bersih, dan istiqamah.”

Jadi, apa yang harus kita perhatikan setelah berhaji?

Kesempurnaan ibadah haji tidak hanya ditentukan oleh kelancaran pelaksanaannya, tetapi juga ditunjukkan dari bagaimana seseorang menjaga dan memperbaiki dirinya setelah kembali. Haji mabrur bukanlah akhir, melainkan titik awal dari hidup baru yang lebih dekat kepada Allah.

Semoga Allah SWT menerima amal ibadah haji kita dan menjadikannya haji yang mabrur, yang ganjarannya tiada lain kecuali surga.

Oleh: Byan Aqila Ramadhan

(Visited 98 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Tahun Baru = Jatah Usia Kita Semakin Berkurang

Oleh: Ustadz Fir’adi Nasruddin, Lc » يا مُحَمَّدُ، عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ ، وَأَحْبِبْ مَنْ أَحْبَبْتَ …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *