Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Kolom / Ahlussunnah Wal Jamaah (Bag.2/Habis)
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Ahlussunnah Wal Jamaah (Bag.2/Habis)

Oleh: Ust. Abdullah Haidir, Lc.


1. Jadi kesimpulannya, Manhaj Ahlussunnah wal Jamaah adalah manhaj yang menjadikan Al-Quran dan Hadits sebagai pedoman dalam beragama,

2. khususnya dalam masalah pokok, dengan merujuk kpd pemahaman salafushshaleh…

3. Yg digaris bawahi adalah bhw masalah ini terkait dg prinsip, pokok, dan kaidah dasar. Bukan perkara2 cabang yg dikenal dg istilah furu’.

4. Maksudnya bagaimana pemahamn keberagamaan seseorang dibangun di atas landasan ini.

5. Sederhananya, manhaj ini memiliki ‘cantolan’ dalam hal2 prinsipnya dg Alquran Sunah dan apa yang diyakini oleh generasi salaf.

6. Secara praktis, mrk dpt dilihat dari kutipannya terhadap ulama salaf sebagai rujukan utama, spt para shahabat, tabiin, tabi’it tabiin,

7. Termasuk di dalamnya tokoh 4 mazhab beserta pengikutnya, para perawi hadits spt Bukhari, Muslim, dll,

8. atau dari para ulama yang secara bersilsilah, menerima ilmu (talaqqi) dari gurunya hingga sampai mereka

9. Atau dari kitab2 yg mu’tabar (diakui) yang telah dikenal sebagai rujukan utama kalangan Ahlussunnah wal Jamaah.

10. Maka, biasanya aliran sesat (bukan ahlussunah wal jamaah), tidak punya cantolan ini. Akan ada mata rantai mereka yg terputus…

11. Dari sisi siapa ulama rujukan, atau kitab2nya akan kita dapatkan adanya missing link…

12. Contoh sederhana misalnya, keyakinan Ahmadiyah yang meyakini ada nabi setelah Rasulullah saw, selain ayat dan haditsnya jelas

13. Bahwa tidak ada Nabi setelah Rasulullah saw, juga tidak akan didapatkan kesimpulan dari ulama salaf tentang keyakinan tsb.

14. Atau keyakinan Syiah yg hanya menerima periwayatan hadits dari jalur Ahlul Bait,..

15. Tidak ada ayat & hadits yg terang2an menunjukkan hal itu, juga tidak ada ulama salaf yg memiliki prinsip demikian

16. Atau org liberal yg tak ada penghormatan sama sekali thd Al-Quran dan Sunah, bahkan tak sungkan2 u/ menjadikannya sebagai bahan ejekan

17. Mrk2 inilah yg tidak punya ‘cantolan’ jelas dari Al-Quran dan Sunah serta pemahaman salafusshaleh…

18. Merekalah yang oleh para ulama dahulu dikatakan sebagai ‘bukan ahlussunnah’..

19. Bahkan, istilah bid’ah pada kali pertama, disematkan utk orang2 seperti ini.

20. Jadi, kalau para ulama salaf mengatakan Ahlul Bid’ah, maksudnya adalah mereka yg memiliki penyimpangan prinsip;

21. Biasanya yg disebut adalah Khawarij, Mu’tazilah, Rafidhah (Syiah), Murji’ah dan qadariah.

22. Catatan penting berikutnya adalah bahwa jika kita telah tahu mana ruang lingkup Ahlussunnah wal jamaah,

23. Maka yg hendaknya kita pahami bahwa dalam lingkaran Ahlussunnah wal jamaah, juga masih terbuka luas ruang perbedaan.

24. Tapi perbedaan ini bukan perbedaan dalam menetapkan dasar prinsip, tapi perbedaan setelah memakai prinsip yg sama dan rujukan yg sama.

25. Banyak alasan yg menyebabkan terjadinya hal ini, dan hal itu sangat mungkin serta diakui para ulama. Bkn sekarang waktunya utk membahas

26. Jadi mesti dibedakan antara perbedaan antara mereka yang berbeda sumber prinsipnya,

27. Dengan perbedaan yang terjadi di antara mereka yang secara umum memiliki sumber prinsip yg sama.

28. Dengan demikian, jangan kita terlalu mudah mengeluarkan seseorang dari ‘dairah’ (lingkaran) Ahlussunnah wal jamaah….

29. Hanya semata-mata karena ada perbedaan pandangan, selama dasar prinsip dan sumber rujukannya masih sama.

30. Terlepas seberapa besar perbedaan tsb, apakah argumennya kuat atau tidak, selagi Al-Quran Hadits masih menjadi rujukan utamanya,

31. dan pemahaman salafusshaleh masih menjadi pedomannya, dia adalah ahlussunnah wal jamaah.

32. Apapun nama kelompoknya, organisasinya, atau segala atribut lainnya.

33. Para ulama sendiri menyatakan bahwa Ahlussunnah wal jamaah itu berlapis-lapis dan bertingkat-tingkat.

34. Kalau saya boleh ibaratkan, Ahlussunnah wal Jamaah adalah rumah besar dengan pekarangannya.

35. Ada yg di dalam rumah, di teras rumah, ada yg dipekarangan. Tapi tdk sampai ke luar pagar.

36. Segala perbedaan hendaknya dibicarakan dan didiskusikan secara proporsional, tidak melebar kemana2 hingga menerbitkan permusuhan.

37. Biarkan diskusi berlangsung fair, argumentatif, ilmiah, hangat juga tetap akrab.

38. Jangan terlalu cepat memiliki stigma dengan org yang memiliki pandangan berbeda…

39. Padahal dia juga memiliki prinsip yg sama. Lalu dengan mudah mengatakan mengatakan “Dia bukan Ahlussunah wal Jamaah’.

40. Walau mungkin sekali pandangannya lemah dari sisi dalil, itupun bukan alasan utk mengeluarkannya dari lingkaran Ahlussunah wal Jamaah.

41. Kadang sebuah pandangan membutuhkan waktu yang lama untuk diterima sebagai sebuah kebenaran atau kekeliruan.

42. Jangan kita buat kesimpulan instan dengan mudah mengeluarkan org dari ruang lingkup Ahlussunah wal jamaah.

43. Justeru dibutuhkan kesatuan barisan dan keutuhan di kalangan mereka yg masih berpinsip dg Ahlussunnah wal jamaah,

44. Disaat menghadapi penyimpangan2 prinsip, septi menghadapi kelompok2 sesat macam Ahmadiyah, Syiah, JIL, dll.

45. Jadi, siapapun dia, apapun nama kelompoknya, organisasinya, partainya, persatuannya,

46..Dia adalah Ahlussunnah wal jamaah, meskipun tingkat pemahaman, penerapan dan komitmennya bertingkat2..wallahua’lam

47. Dengan catatan, jika masih berpegang pada Al-Quran dan Hadits, menghormati dan merujuk salafushshaleh, walau ada perbedaan di sana-sini… Wallahua’lam.

Riyadh, 1434 H.

(AFS/Manhajuna)

(Visited 640 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Tentang Qadha, Fidyah dan Kafarat Dalam Puasa

Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc. Dalam masalah puasa, ada masalah qadha, fidyah dan kafarat. Bagaimana …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *