Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Konsultasi / Hukum Over Kredit Motor
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Hukum Over Kredit Motor

Assalamualaikum Ustad, Afwan nih mau tanya, saya kan kredit motor di leasing dengan cicilan 35 kali sudah 20 kali tinggal 15 kali lagi, apakah nyicil di leasing termasuk riba? terus kalau termasuk boleh motornya di over kredit, apa hukumnya ustad, sedangkan saya minta bayaran setengah dari yang sudah saya bayar? mohon pencerahannya, Jazakumullah.

Jawaban:

Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh

Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba’d.

Kredit yang dilakukan secara langsung antara pemilik barang dengan pembeli merupakan transaksi perniagaan yang dihalalkan dalam syariat. Bahkan meskipun harga beli kredit lebih tinggi dibandingkan harga harga beli tunai. Inilah pendapat yang paling kuat, yang dipilih oleh mayoritas ulama.

Kesimpulan hukum ini berdasarkan beberapa dalil berikut:

Pertama, firman Allah,

يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا تَدَايَنتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. Al-Baqarah: 282)

Akad kredit termasuk salah satu bentuk jual beli utang. Dengan demikian, keumuman ayat ini menjadi dasar bolehnya akad kredit.

Kedua, Hadits riwayat ‘Aisyah ra.

اشترى رسول الله صلى الله عليه و سلم من يهوديٍّ طعاماً نسيئةً ورهنه درعَه. متفق عليه

“Rasulullah saw membeli sebagian bahan makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran dihutang, dan beliau menggadaikan perisai beliau kepadanya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Pada hadits ini, Nabi saw membeli bahan makanan dengan pembayaran dihutang, dan sebagai jaminannya, beliau menggadaikan perisainya. Dengan demikian hadits ini menjadi dasar dibolehkannya jual-beli dengan pembayaran dihutang, dan perkreditan adalah salah satu bentuk jual-beli dengan pembayaran dihutang.

Ketiga, Hadits Abdullah bin ‘Amer bin Al ‘Ash ra.

أن رسول الله صلى الله عليه و سلم أمره أن يجهز جيشا قال عبد الله بن عمرو وليس عندنا ظهر قال فأمره النبي صلى الله عليه و سلم أن يبتاع ظهرا إلى خروج المصدق فابتاع عبد الله بن عمرو البعير بالبعيرين وبالأبعرة إلى خروج المصدق بأمر رسول الله صلى الله عليه و سلم. رواه أحمد وأبو داود والدارقطني وحسنه الألباني

“Rasulullah saw memerintahkanku untuk mempersiapkan suatu pasukan, sedangkan kita tidak memiliki tunggangan, Maka Nabi memerintahkan Abdullah bin Amer bin Al ‘Ash untuk membeli tunggangan dengan pembayaran ditunda hingga datang saatnya penarikan zakat. Maka Abdullah bin Amer bin Al ‘Ashpun seperintah Rasulullah saw membeli setiap ekor onta dengan harga dua ekor onta yang akan dibayarkan ketika telah tiba saatnya penarikan zakat”. (HR. Ahmad).

Hukum Leasing

Leasing merupakan akad menyewa suatu barang dalam kurun waktu tertentu. Secara umum leasing ini ada dua macam: operating lease dan financial lease.

Operating lease adalah menyewa suatu barang untuk mendapatkan manfaat dari barang yang disewa; barangnya itu sendiri tetap milik pihak pemberi sewa. Sewa jenis ini sepadan dengan konsep ijarah dalam syariah Islam yang secara hukum Islam diperbolehkan dan tidak ada masalah.

Financial lease merupakan bentuk sewa dengan kepemilikan barang tersebut berpindah dari pihak pemberi sewa kepada penyewa. Bila dalam masa akhir sewa pihak penyewa tidak dapat melunasi sewanya, barang tersebut tetap merupakan milik pemberi sewa (perusahaan leasing). Akadnya dianggap sebagai akad sewa. Sedangkan bila pada masa akhir sewa pihak penyewa dapat melunasi cicilannya, maka barang tersebut menjadi milik penyewa. Dalam financial lease terdapat dua proses akad sekaligus: sewa sekaligus beli. Inilah sebabnya leasing bentuk ini disebut sebagai “sewa-beli”.

Rasulullah Saw melarang dua akad berbeda terjadi dalam satu aktivitas muamalah. “Rasulullah Saw melarang (kaum muslimin) dua akad dalam suatu proses akad tertentu”. (HR. Imam Ahmad).

Kesimpulannya, financial leasing terdapat dua akad sekaligus dan hal itu tidak sesuai dengan bertentangan dengan ajaran Islam.

Leasing tambah “terlarang” bila dalam cicilannya melibatkan riba (bunga). “Dan Allah telah menghalalkan jual beli serta mengharamkan seluruh riba”. (QS. al-Baqarah [2]: 275).

Yang dibolehkan itu membeli secara kredit (cicilan), tapi tanpa bunga, disebut Bai’ Bitsaman Ajil –jual beli dengan mengutang atau membeli barang yang pembayaran dilakukan dengan cicilan dalam jangka waktu yang disepakati bersama.

Imam Bukhari, Muslim, dan Nasa’i meriwayatkan, Rasulullah Saw pernah membeli bahan makanan dari seorang Yahudi dengan hutang dan beliau memberikan baju besinya sebagai jaminan.

Hukum Over kredit leasing

Kasus over kredit seperti ini, merupakan salah satu aplikasi nyata transaksi hawalah (transfer piutang). Dan Hawalah ialah salah satu akad yang dibenarkan dalam syari’at, Rasulullah saw bersabda:

مَطْلُ الْغَنِىِّ ظُلْمٌ وَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِىءٍ فَلْيَتْبَعْ. متفق عليه

“Penunda-nundaan orang yang telah kecukupan adalah perbuatan zhalim, dan bila tagihan salah seorang darimu dipindahkan kepada orang lain yang berkecukupan, hendaknya ia menurut/menerima.” (Muttafaqun ‘alaih)

Hanya saja pada kasus diatas, yang terjadi bukan hanya transfer piutang belaka, akan tetapi bersatu dengan akad jual beli dalam satu waktu. Karena pada kasus semacam ini, kreditur pertama biasanya telah membayar cicilan beberapa kali, dan sisa cicilannyalah yang hendak ditransferkan kepada orang lain. Tapi itu tidak mengapa, karena tidak menyebabkan terjadinya riba atau penipuan atau ketidak jelasan.

Hanya saja yang perlu diwaspadai pada kasus perkreditan rumah atau kendaraan bermotor atau yang serupa, biasanya tidak dilakukan langsung kepada pemilik barang, yaitu developer atau dealer. Perkreditan biasanya melibatkan pihak ketiga, sebagaimana yang diisyaratkan pada kasus di atas, yaitu Bank. Pada kasus ini biasanya Bank bukanlah pemilik barang (rumah/kendaraan) akan tetapi Bank hanya sebatas membiayai perkreditan ini. Bank memanfaatkan kesempatan untuk menjalankan praktek ribanya. Bank mengiming-imingi pemilik barang yaitu perusahaan developer atau dealer dengan mendapatkan haknya berupa pembayaran tunai. Sebagaimana Bank juga mengiming-imingi pembeli (nasabah) dengan pembayaran secara bertahap alias dicicil, bukan ke developer / dealer akan tetapi cicilan dibayarkan ke Bank.

Bila itu yang terjadi maka perkreditan semacam ini adalah perkreditan yang tidak dibenarkan dalam syari’at karena mengandung unsur riba.

Wassalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh.

(Tim Konsultasi Syari’ah Manhajuna)

(Visited 5.712 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Zakat Fitrah Dengan uang

Assalaamu’alaikum wr wb, Asaatidz yang dirohmati Allah. Saya membaca fatwa dari beberapa Ulama yang menyatakan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *