Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Hikmah / Mencintai Kematian
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Mencintai Kematian

Oleh: Ust. Ben Sidik Al As

“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?” (Qs. Al Baqarah (2): 2).

Ada hal yang mudah difahami dalam hidup ini tatkala kita mau jujur mengakui tentang keberadaan diri kita sendiri. Hal yang mudah itu adalah memaknai kelahiran kita. Letakan tanggal kelahiran kita sebagai titik point awal kehidupan kita. Lalu apa yang bisa difahami?

Sebelum titik point awal itu KITA TIDAK ADA, sejak titik point awal sampai dengan saat ini KITA ADA, setelah saat ini BELUM TENTU ADA dan pada akhirnya kembali TIADA. Sesungguhnya setiap diri yang merayakan kelahirannya, dia akan menuju akhir ketiadaannya. Kelahiran adalah awal kematiannya. Setiap tahun merayakan Hari Kelahiran, setiap tahun pula memperingatan diri akan Kematian.

Imam Al Ghazaly dalam buku Al Ihya’ menuliskan, “Sunnguh tepat jika mengharap mati sebagai tempat jatuhnya, mengingat tanah sebagai tempat tidurnya, belatung yang menghampirinya, Mungkar dan Nakir yang mendampinginya, kuburan sebagai tempat tinggalnya, perut bumi sebagi tempat bersemayamnya, hari kiamat sebagai tempat yang yang dijanjikan kepadanya, surga atau
neraka tempat kembalinya, agar dia tidak lagi mempunyai fikiran kecuali hanya kematian, tidak mengingat kecuali kematian, tidak membuat persiapan kecuali untuk menghadapi ajalnya, tidak melongok kecuali kepada kematian, tidak naik kecuali kepadanya, tidak ada perhatian kecuali kepadanya dan tidak ada penantian kecuali menantinya”.

Tulisan Al Ghazaly menisyaratkan untuk menjadikan KEMATIAN sebagai yang dicinta. Fokus fikir, mengingat, persiapan, melongok, perhatian, dan penantian adalah deretan-deretan sikap CINTA. Sungguh di tengah cinta pada usia yang bertambah, alangkah sempurna pada saat yang sama MENCINTAI Kematian pula. Adalah biasa dalam tanda cinta ; mengagumi, menyebutnya, merindukannya, ingin bertemu dengannya, berkorban untuknya, ridha padanya, dan menyerah diri sepenuhnya.

Inilah pula yang semestinya menjadi tanda cinta pada kematian. Mengagumi kematian, menyebut dan mengingat kematian, merindukan kematian, Ingin bertemu dengan kematian, berkorban untuk kematian, ridha pada kematian dan menyerah diri sepenuhnya atas kematian. Kebencian akan Kematian Terkadang ada hal yang mudah pula kita fahami tentang realitas hidup manusia perihal mati. Kematian tetaplah akan menjadi yang ditakuti, dibenci bahkan dihindari.

1001 alasan akan mungkin terungkap, mengapa kematian di takuti, dibenci bahkan dihindari. Di antara 1001 alasan itu, seperti ungkapan perasaan Khuzaifah Al Yamani ra, sahabat dekat Rasululloh saw. Khuzaifah membenci Al Haq yaitu kematian karena kematian memutuskan ibadahnya dengan Alloh SWT. Setiap inngat kematian, beliau menangis lantaran takut berpisah dalam ibadahnya. Alasan yang serupa dengan ini umumnya mengemuka pada manusia yang telah menemukan kenikmatan dalam ibadah.

Kematian sungguh pemutusan kenikmatan. Rasulullah SAW menyatakan itu dalam sabdanya,
“Banyak-banyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian” (at Tirmidzy, An Nasa’y dan Ibnu Majah). Kebencian manusia akan kematian dengan 1001 alasan itu, sesungguhnya bertemu dan
bermuara pada alasan utama, TERPUTUSNYA KECINTAAN AKAN KENIKMATAN. “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Qs.Ali Imran (3) : 14).

Kematian akan memutuskan kecintaan manusia pada kenikmatan atas wanita, anak, dan harta. Yang kesemuanya disebut dengan kesenangan dunia. Alloh swt memberikan kabar tentang kesenangan dunia itu, “ di sisi Alloh-lah tempat kembali yang baik, Surga”. Maknanya, ada kenikmatan yang lebih baik dan kesenangan yang lebih sempurna daripada kesenangan dunia yaitu Surga. Kematianlah yang akan menjadi pintu menuju surga. Namun manusia tetaplah berlari dan benci pada kematiannnya.

”Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.” (Qs Al Jumu’ah (62) : 8).
Wallohu a’lam.

Sumber Fitur Gambar: http://www.urdumania.net/jannat-ul-baqi/

(AFS/Manhajuna)

(Visited 1.231 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Tahun Baru = Jatah Usia Kita Semakin Berkurang

Oleh: Ustadz Fir’adi Nasruddin, Lc » يا مُحَمَّدُ، عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ ، وَأَحْبِبْ مَنْ أَحْبَبْتَ …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *