Oleh Ust. Abdullah Haidir, Lc.
Multazam
Multazam adalah bagian Ka’bah yang terletak antara Hajar Aswad dan Pintu Ka’bah. Ini pendapat yang paling masyhur dan paling kuat. Pendapat yang lain ada yang mengatakan bahwa Multazam adalah dinding Ka’bah di bawa Mizab (pancuran air yang terletak di sisi Al-Hijr/Hijir Ismail), bahkan ada pula yang mengatakan bahwa Multazam adalah seluruh dinding Ka’bah.
Nama multazam sendiri diambil dari perbuatan yang dilakukan. Dia berasal dari kata (لزم) artinya tetap dan terus menerus. Jika seseorang tetap pada sebuah tempat secara terus menerus, maka dikatakan kepadanya (التزم) sedangkan tempatnya disebut (ملتزم).
Maka, Multazam yang dikaitkan dengan Ka’bah adalah tempat dimana seseorang menempelkan dadanya, tangannya dan kedua lengan hingga kedua telapak tangannya di dinding Ka’bah sebagai bentuk kepasrahan, ketundukan dan penyandaran kepada Allah Ta’ala.
Beberapa riwayat menunjukkan bahwa para shahabat melakukan hal tersebut pada masa Rasulullah saw dan berdoa di sana. Sehingga para ulama menyimpulkan bahwa Multazam adalah salah satu tempat yang mustajabah untuk berdoa. Abu Daud meriwayatkan bahwa Abdullah bin Amr bin Ash menempelkan dada dan wajahnya, di antara Hajar Aswad dan Pintu Ka’bah, serta membentangkan lebar-lebar kedua lengan dan telapak tangannya, lalu dia berkata, “Beginilah aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukannya”. Riwayat ini memang dinilai dhaif (lemah) oleh para ulama hadits, namun sejumlah riwayat yang sama dianggap menguatkan satu sama lain. Setidaknya yang dishahihkan adalah bahwa para shahabat radhiallahu anhum biasa melakukannya.
Tidak ada doa atau bacaan khusus yang sunah dibaca di Multazam. Seseorang dapat berdoa apa saja berupa keinginan yang dia inginkan. Begitupula waktunya, sebagian ulama mengatakan dilakukan saat pertama kali datang, sebagian lagi mengatakan dilakukan saat hendak meninggalkan Ka’bah. Atau waktu kapan saja. Wallahua’lam.
Rukun Yamani
Rukun Yaamani adalah salah satu sudut Ka’bah yang terletak sebelum sudut Hajar Aswad dari arah putaran Thawaf. Dikatakan rukun Yamani, karena sudut ini mengarah ke arah negeri Yaman, sebagaimana sudut lainnya disebut sebagai rukun Syami karena mengarah ke negeri Syam dan Rukun Iraki karena mengarah ke negeri Irak.
Asalnya tidak ada batu khusus pada Rukun Yamani, sebagaimana Hajar Aswad. Hanya saja, ketika Abdullah bin Zubair memerintah dan melakukan pemugaran Ka’bah, beliau meletakkan sebuah batu khusus di Rukun Yamani sebagai tanda saja dan seterusnya, hingga kini batu tersebut dipelihara dan tidak dirubah. Sempat terjadi kerusakan pada masa Sultan Murad 4, lalu kerusakan tersebut ditambal dengan perak cair. Pada zaman Fatimiyah, juga sempat dipaku untuk mengokohkannya, karenanya tampak ada retak-retak dan bekas paku di sana.
Yang disyariatkan pada Rukun Yamani adalah mengusapnya dalam setiap putaran thawaf. Namun tidak menciumnya, atau melambaikan tangan dari kejauhan. Begitulah Rasulullah shallallahu alahi wa sallam memperlakukannya. Kemudian di antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad, seorang yang thawaf disunahkan membaca Rabbanaa aatinaa fiddunya hasanah wa fil aakhirati hasanah, wa qinaa azaabannaar…
Terkait dengan keutamaan mengusapnya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مَسْحَهُمَا يَحُطَّانِ الْخَطَايَاِِِِ
“Sesungguhnya, mengusap keduanya (Hajar Aswad dan Rukun Yamani) menggugurkan dosa-dosa.” (HR. Ahmad)
Riyadh, Dzulqaidah 1433
Gambar 1. Multazam
Gambar 2. Rukun Yamani Dari Dekat
Gambar 3. Rukun Yamani