Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Hikmah / Muallim Saleh & Seorang Guru
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Muallim Saleh & Seorang Guru

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِك 

“Maka, disebabkan rahmat dari Allah-lah engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauh dari sekitarmu.”(QS. Ali Imran: 159)

Disampaikan kisah indah berikut ini dengan sedikit perubahan redaksi. Kisah ini pernah disampaikan oleh Yang Mulia Syaikh Said bin Musfir (hafizahullah) dalam sebuah sesi wawancara bersama Radio Al-Qur’an Al-Karim, Arab Saudi.

Kisah inspiratif ini terjadi di sebuah sekolah di pedesaan Arab Saudi. Seperti biasa, sekolah ini memiliki beberapa guru. Di antara para guru tersebut, ada yang dianggap bermasalah dan tidak taat beragama. Hidupnya jauh dari Allah Sang Pencipta, tidak melaksanakan shalat dan tidak menjalankan ajaran agama.

Di sekolah ini, terdapat seorang tenaga pengajar baru yang ditugaskan. Ia adalah seorang muallim yang saleh, berpandangan jauh ke depan, dan memiliki akhlak mulia. Kisah hidupnya sangat menarik dan penuh pelajaran untuk dijadikan cerminan diri serta motivasi. Ia berkisah:

“Saat saya pertama kali bertugas di sekolah ini, saya melihat bahwa pada waktu istirahat, para guru duduk bersama dalam satu kelompok, sementara ada satu guru yang menyendiri di dalam ruangannya. Saya bertanya kepada guru-guru lainnya, dan mereka menjawab, ‘Guru yang menyendiri itu tidak shalat. Kami tidak menyukainya dan tidak ingin duduk bersamanya.’”

Muallim yang saleh ini melanjutkan kisahnya:

“Saya mencoba mendekati guru yang unik tersebut. Saya ingin duduk bersamanya. Pada awalnya, ia menghindari saya. Namun, pada waktu istirahat kedua, saya mencoba lagi untuk menghampirinya. Kali ini, ia mulai terlihat lebih terbuka.

Saya pun berkata kepadanya, ‘Sebenarnya, saya tidak memiliki keluarga di desa ini. Saya hidup seorang diri. Saya ingin tinggal bersama Anda karena Anda juga tinggal sendirian.’

Pada awalnya, ia enggan dan berkata, ‘Saya ini orang yang tidak berguna, tidak ada kebaikan pada diri saya.’

Saya pun menjelaskan, ‘Mungkin saya hanya akan tinggal bersama Anda beberapa hari saja. Setelah saya menemukan tempat tinggal sendiri, saya akan pergi.’

Akhirnya, guru tersebut menyetujui permintaan saya untuk tinggal bersamanya. Muallim ini dengan penuh keikhlasan mendekati hati yang keras. Ia rela mencuci pakaian, menyiapkan makanan, membersihkan rumah, dan sama sekali tidak menyinggung soal kewajiban shalat atau kelalaiannya dalam beribadah.

Setelah beberapa waktu berlalu, pada suatu hari saya berkata kepadanya:

‘Saya rasa saya akan segera pindah dari rumah Anda. Saya akan menyewa tempat tinggal sendiri.’

Namun guru tersebut melarang saya pindah karena ia merasa nyaman tinggal bersama saya dan sangat berterima kasih atas semua kebaikan yang ia terima.

Suatu siang setelah makan, kami duduk santai sambil minum teh. Ketika azan Ashar berkumandang, saya meletakkan cangkir teh dan segera bangkit. Melihat hal itu, ia bertanya:

‘Tidakkah kamu merasa lelah pergi ke masjid lima kali sehari semalam?’

Saya menjawab:

‘Tidak, justru sebaliknya. Saya merasa tenang dan nyaman. Jika kamu tidak percaya, kamu bisa mencobanya sendiri.’

Ia pun menjawab:

‘Baiklah, saya ingin mencobanya.’

Kami pun pergi bersama ke masjid. Ia belum berwudu. Ketika kami masuk ke dalam masjid, kami shalat dua rakaat Tahiyyatul Masjid. Saya berdiri di belakangnya, dan saya pun menengadahkan tangan ke langit, berdoa:

‘Ya Allah, ya Rabbi, aku telah berusaha mendekatinya dengan berbagai cara. Kini aku telah berhasil membawanya masuk ke rumah-Mu. Ya Allah, bimbinglah hatinya untuk kembali ke jalan-Mu.’

Usai shalat, saya bertanya:

‘Bagaimana perasaan Anda?’

Ia menjawab:

‘Hati saya terasa damai. Selama ini saya belum pernah merasakan ketenangan seperti ini.’

Saya melanjutkan:

‘Nanti akan ada shalat Maghrib. Saya harap Anda mandi dan berwudu terlebih dahulu.’ Ia pun menyetujuinya.

Setelah peristiwa itu, guru ini mendapatkan limpahan hidayah dari Allah. Ia pun berkomitmen menjalankan seluruh ajaran agama. Kami pun menjadi sahabat karib. Saya lalu menjelaskan kepada para guru lain di sekolah:

‘Pendekatan dan sikap kalian selama ini tidak tepat. Coba lihat bagaimana ia mendapatkan hidayah hanya melalui akhlak mulia dan kelembutan hati.’

Kemudian, guru tersebut ditugaskan ke luar negeri untuk menyampaikan dakwah. Ia berhasil mengajak banyak orang memeluk agama Islam.

Hikmah yang Tersirat di Balik yang Tersurat

1. Shalat dan masjid adalah fondasi utama perubahan.
2. Dakwah harus dilakukan secara bertahap.
3. Iman dan kesalehan mampu menciptakan keajaiban.
4. Kebaikan bisa melunakkan hati yang keras.
5. Dosa membuat ibadah terasa berat dan sulit.
6. Mendoakan orang lain termasuk doa yang mustajab.
7. Dakwah adalah kewajiban setiap individu Muslim.
8. Memilih teman yang baik sangat penting bagi perbaikan diri.
9. Dakwah melalui perbuatan lebih efektif daripada sekadar kata-kata.
10. Ibadah terasa indah dan manis bagi seorang mukmin.
11. Doa dan munajat berperan besar dalam melunakkan hati.
12. Pilihlah kata-kata indah dalam berdoa dan bermunajat.
13. Sudah menjadi tabiat manusia untuk menjauhi pelaku maksiat.
14. Akhlak kenabian dan metode Qur’ani sangat dibutuhkan dalam dakwah.
15. Sangat sedikit orang yang peduli pada permasalahan umat.
16. Perubahan membutuhkan faktor internal dan eksternal.
17. Pendosa merugikan dirinya, keluarga, masyarakat, dan umat.
18. Kehidupan masyarakat mukmin seperti bangunan yang saling menguatkan.
19. Individu terbaik adalah yang paling banyak menebar kebaikan di tengah masyarakat.
20. Mengajak seseorang ke jalan iman adalah aset besar yang tiada tara.
21. Masih ada orang saleh yang memikirkan solusi bagi permasalahan umat.
22. Jumlah guru mungkin banyak, namun muallim dan murabbi sangat langka.
23. Masyarakat terdiri dari berbagai jenis manusia, termasuk dalam kalangan Muslim.
24. Mayoritas masyarakat kurang peduli terhadap problematika umat.
25. Potensi kebaikan ada pada setiap manusia, tergantung cara menggalinya.
26. Dalam melunakkan hati yang keras, diperlukan kesabaran, pengorbanan, semangat, keyakinan, dan sikap positif.
27. Pendekatan dakwah yang salah bisa menghilangkan potensi besar umat.
28. Dakwah membutuhkan kebijaksanaan, tutur kata yang baik, dan dialog yang efektif.
29. Orang yang mengajak kepada kebaikan akan mendapat ganjaran berlipat ganda.
30. Teman yang saleh sangat penting dalam perubahan menuju arah yang lebih baik.
31. Para pendosa cenderung menyendiri karena merasa dirinya tidak baik dan penuh masalah.

Risalah Syawal Ma’had Darul Ikhlas (MDI)
Bersama Buya (Dr.) H. Ahmad Asri Lubis, Lc., MA.
3 Syawal 1446 H/2 April 2025 M

Sumber: https://www.kalemtayeb.com/index.php/kalem/foras/item/39357

 

(MRS)

(Visited 133 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Sabar = Selamat Cuplikan nasihat Imam Syathibi rahimahullah untuk kita

Beberapa potongan bait matan Syathibiyyah, yang ditulis oleh imam besar dunia Islam, yang para ulama …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *