Oleh: Mohamad Taufik
(Disarikan dari pengajian mingguan Abu Bakar, komunitas Ahlan Riyadh KSA)
Al Qur’an sesungguhnya ketika berbicara tentang nikmat, senantiasa di arti kan sebagai rizki
Seperti disebutkan dalam Surat Al Fatihah, ayat 7
“(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”
Makna kata nikmat di atas sangat umum di arti kan sebagai rizki. Dan kita sebagai muslim senantiasa membaca ayat di atas minimal 17 kali sehari sebagai bagian dari sholat Fardhu.
Terkait dengan rizki, maka jauh sebelum manusia dilahirkan Allah telah menakar rizki seseorang. Seperti disebutkan dalam Surat Adz- Dzariyat, 22
“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu”
Dan juga dikuatkan oleh hadist yang diriwayatkan oleh Abi Abdirrahman Abdillah bin Mas’ud radiallahu’anhu, beliau berkata:
Kami diberitahu oleh Rasulullah dan beliau adalah orang yang jujur lagi terpercaya – Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya telah disempurnakan penciptaan salah seorang dari kalian dalam perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk sperma, kemudian dia menjadi segumpal darah selama itu pula, kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula, kemudian Allah mengutus kepadanya malaikat, kemudian ditiupkan ruh kepadanya, lalu malaikat tersebut diperintahkan untuk menulis empat perkara; untuk menulis rizkinya, ajalnya dan amalannya dan nasibnya (setelah mati) apakah dia celaka atau bahagia. Demi Allah yang tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Dia. Sesungguhnya salah seorang dari kalian benar-benar beramal dengan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya satu hasta, lalu dia didahului oleh catatan takdirnya, sehingga dia beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga dia memasukinya. Dan salah seorang di antara kalian benar-benar beramal dengan amalan ahli neraka, hingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya sehasta, lalu dia didahului oleh catatan takdirnya, sehingga dia beramal dengan amalan ahli surga hingga dia memasukinya. (HR Bukhari dan Muslim. Shahih dikeluarkan oleh Al Bukhari di dalam [Bid’ul Khalqi/3208/Fath]. Muslim di dalam [Al Qadar/2463/Abdul Baqi])
Dengan memahami dua dalil di atas maka hidup seorang muslim akan senantiasa tenang, karena rizki itu telah dijamin oleh Allah dengan diturunkan dari langit dan juga telah di takar sebelum kita dilahirkan. Pada intinya, rizki seseorang itu tidak akan pernah tertukar.
Maka ketika rizki itu sudah pasti dan dijamin oleh Allah, Al Quran dengan sangat indah memberikan gambaran bagaimana manusia mencari rizki di atas muka bumi ini.
Pertama, Orang umum mencari rizki
Disebutkan dalam Al Baqarah, 168
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”
Kandungan ayat di atas adalah bahwa Allah memberikan rizki kepada semua manusia dan tidak berlaku hukum aqidah. Maknanya barang siapa yang bersungguh-sungguh maka akan mendapat rizki dari Allah.
Di sisi lain Allah memerintahkan manusia untuk senantiasa mencari rizki dengan cara yang halal dan membelanjakan di jalan yang baik (thayyib). Karena dalam perkara ini rizki diberikan untuk umum, maka Allah menggarisbawahi penting nya aspek halal dan thayyib.
Allah juga memerintahkan agar manusia tidak rakus, seperti termaktub di kata “kuluu mimma fil ardhi” yang artinya sebagian dari apa yang ada di Bumi ini untuk diambil/dimakan.
Kedua, Orang beriman mencari rizki
Disebutkan dalam Al Baqarah, 172
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah”
Ayat ini diperuntukan bagi orang beriman, dimana mereka tetap diminta untuk berusaha mencari rizki. Tidak bisa kemudian berdiam diri dan rizki akan turun kepada nya.
Juga, dalam ayat ini kata “halal” tidak lagi disebutkan, berbeda hal nya dengan ayat sebelum nya dimana kata “halal” dijadikan perintah. Hal ini karena bagi orang beriman, maka iman nya itu lah yang akan mendorong nya untuk mencari rizki dengan cara yang halal.
Maka orang beriman yakin bahwa rizki tidak pernah tertukar, yang diambil akan dikembalikan, yang menjadi jatah nya pasti akan diberikan oleh Allah. Bahkan, Allah menjanjikan bahwa rizki itu akan didekatkan kepada orang beriman (maa razaknaakum)
Itulah kenapa jika ada orang mencari rizki tanpa iman, dia akan senantiasa merasa kurang dan tidak pernah cukup. Itu karena ketika mencari rizki tanpa iman maka yang naik adalah nafsu.
Ketiga, Orang beriman dan bertakwa mencari rizki
Disebutkan dalam Al A’raf, 96
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”
Dalam ayat ini, Allah berjanji dengan memberikan ke-PASTI-an (lafatahna) akan membuka pintu langit dan bumi kepada orang yang beriman dan bertakwa. Mengandung makna bahwa dalam tingkatan ini Allah lah yang mencukupkan kebutuhan orang beriman dan bertakwa bahkan sebelum mereka meminta.
Dalam ayat ini, kata “halal” dan “thayyib” di hilang kan dan diganti dengan “barakaat” yang mengandung makna keberkahan yang bertambah dan melimpah.
Dan siapakah orang yang bertakwa itu? Mereka adalah seperti disebutkan dalam surat Al Baqarah, 3-4
“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka . Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.”
Maka carilah rizki dengan iman dan takwa, karena keberkahan akan meliputi diri dan keluarga nya.
Terakhir, ketika kita telah memperoleh rizki yang dijanjikan Allah, maka sudah selayaknyalah kita bersyukur karena itu termasuk karakter orang beriman dan bertakwa. Dan Allah berfirman di Surat Ibrahim, 7
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”
Wallahu’alam bi shawab.
(Manhajuna/AF)