Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Hikmah / Pejabat Dambaan Ummat
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Pejabat Dambaan Ummat

Oleh Ust. Abu Ja’far Fir’adi, Lc.

» خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ «

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendo’akan kalian dan kalian mendoakan mereka. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah mereka yang membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka mengutuk kalian dan kalian mengutuk mereka.” (HR. Muslim).

Saudaraku,
Kegemilangan zaman yang pernah dikecap umat Islam di masa khulafaur rasyidin; Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali kembali tercipta di zaman khalifah bani Umayyah; Umar bin Abdul Azis.

Walaupun mereka berada di rentang waktu yang berbeda. Padahal ia memerintah cukup singkat, kurang dari tiga tahun. Dari tahun 99 H hingga 102 H. Namun kemilau prestasinya akan terus dikenang oleh umat Islam sepanjang masa. Wajar, jika para ahli sejarah menyebut Umar bin Abdul Azis sebagai khalifah ar rasyid yang kelima.

Rakyat hidup damai sejahtera. Kezaliman menyingkir dan kemiskinan sirna tak berbekas. Tiada seorangpun dari rakyatnya yang mau menerima harta zakat dan sedekah, karena mereka merasa mampu dan tak layak mendapat jatah zakat dan sedekah. Baitul mal pun sesak dengan banda zakat, sedekah dan yang lainnya.

Kesejahteraan bukan hanya dirasakan oleh manusia, tetapi dikecap pula oleh binatang dan hewan yang hidupnya di lereng-lereng bukit dan lembah.

Serigala yang biasanya memangsa kambing dan domba, pada saat itu bisa membaur dan hidup berdampingan dengan akur dan rukun bersama kawanan domba dan kambing. Subhanallah.

Malik bin Dinar berkisah. Ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat sebagai Khalifah, para penggembala kambing di puncak gunung berkata, “Siapakah khalifah shalih yang sedang memerintah manusia saat ini?.”
Malik bin Dinar berkata, “Mengapa kalian bertanya demikian?.”
Para penggembala itu menjelaskan, “Bila pemerintahan dipegang oleh seorang khalifah yang shalih, maka serigala dan singa tidak mengganggu kambing-kambing kami.”

Namun kala pemimpin yang shalih tiada, keadaan pun berubah, Musa bin Ayyan mengisahkan, ‘Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, demi Allah, kami menggembalakan kambing bersama serigala di suatu tempat. Hingga suatu malam serigala menyerang kambing kami. Dengan adanya peristiwa ini kami mengira bahwa lelaki shalih yang menjadi khalifah telah wafat. Ternyata keesokan harinya memang benar, kami mendengar kabar bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah wafat.” (hilyatul auliya’, Abu Nu’aim al Ashbahani).

Kedamaian dan keindahan hidup di bawah naungan pemimpin yang shalih dan adil bukan hanya dirasakan oleh manusia dan hewan melata. Bahkan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan pun turut merasakannya.

Imam Ahmad dalam kitab al musnad menyebutkan bahwa pada era Umar bin Abdul Aziz, sebutir biji gandum besarnya seukuran bawang putih.

Subhanallah, lalu sebesar apa buah terong pada masa itu? Allahu akbar!.

Saudaraku,
Kesejahteraan, keadilan, keamanan dan kedamaian itulah yang barangkali menjadi barang langka di negeri kita saat ini. Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, baru menjadi senandung lagu yang selalu kita dengar setiap kali gema MTQ digulirkan, baik di tingkat Kecamatan, Kabupaten, Propinsi maupun Nasional.

Praktek korupsi merajalela di mana-mana. Terutama di lingkaran kekuasaan dan parlemen serta tempat-tempat basah seperti pajak dan seterusnya.

Makan malam bersama keluarga di Sumur Bandung pun terasa kurang nyaman dan terganggu, karena banyaknya para pengamen yang memetik senar gitar dengan suara yang terkesan dipaksakan.

Aparat yang menggusur paksa pedagang kaki lima. Penjualan bayi yang terus marak. Pelacuran yang meramaikan kehidupan malam. Wajah-wajah polos anak-anak di bawah umur yang hidup di bawah garis kemiskinan terpaksa harus putus sekolah. Anak-anak kurang gizi yang menjamur. Tangisan rakyat yang dibalut penderitaan dan dicekik hutang. Kriminalitas terus membayangi warga. Dan seterusnya, yang merupakan pemandangan nyata yang terus kita saksikan di sekitar kita.

Hewan dan binatang pun gerah lantaran kezaliman semakin tumbuh subur di negeri ini. Yang mana hal ini membuat masyarakat resah. Munculnya binatang aneh yang meresahkan, seperti serangga Tomcat yang sempat membuat panik warga yang disapanya. Yang terkena serangga tersebut akan menderita penyakit gatalnya.

Bencana yang seolah-olah ia menjadi cerita bersambung yang tak pernah ada kata akhir. Bumi tak rela dijadikan tempat maksiat dan dosa yang terus menjamur.

Kita sangat merindukan pemimpin yang memiliki kepribadian seperti Umar bin Abdul azis. Kita mendamba munculnya ratu adil, yang dapat mengalirkan kesejahteraan, kedamaian, keamanan dan keadilan bagi rakyatnya. Yang akan dicintai rakyat dan do’a-do’a tulus terlantunkan dari lisan mereka.

Hal ini senada dengan sabda Nabi saw, “Sebaik-baik penguasa adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian. Kalian do’akan kebaikan atas mereka dan mereka pula mendo’akan kebaikan untuk kalian. Seburuk-buruknya penguasa adalah orang-orang yang kalian benci dan mereka juga membenci kalian. Laknat, kalian berikan kepada mereka dan mereka pun melaknati kalian.” HR. Muslim.

Saudaraku,
Ada pertanyaan yang menggelayut di benak kita perihal khalifah Umar bin Abdul Azis ini. Dengan capaian yang teramat gemilang dan raihan prestasi yang menakjubkan selama menjadi khalifah, apakah hal itu terjadi secara kebetulan, spontan bim salabim, alami atau ada usaha manusiawi yang terprogram dan terarah? Atau mengalir begitu saja sesuai dengan aliran mata air takdir yang Maha Kuasa?.

Jawabannya tentu, selain dari bagian sekenario Allah swt, ada usaha manusiawi yang terarah, ada sebuah proses yang terprogram dan ada cita-cita yang tertata rapi dari sang khalifah.

Salah satunya, seperti yang disebutkan oleh Hasan Zakaria Falyafil dalam bukunya ‘tharaif wa mawaqif min at tarikh al Islami’.

Ia menulis, setelah didaulat menjadi khalifah bani Umayyah, Umar bin Abdul Azis mengirim sepucuk surat kepada Salim bin Abdullah bin Umar di Madinah, yang inti suratnya adalah,
“Kirimkanlah untukku buku-buku yang mengulas perihal Umar bin Khattab, keputusan-keputusan yang pernah diambilnya selama menjadi khalifah dan berisi lembaran-lembaran sirahnya. Karena sesungguhnya aku ingin mengikuti jejaknya dan menapaki jalan yang pernah dilaluinya.”

Setelah membaca surat dari sang khalifah, Salim mengirim surat balasan,
“Engkau sekarang hidup di zaman yang berbeda, bukan hidup di masa Umar, dan tidak didampingi oleh para pejabat yang dulu pernah membantu Umar (dalam mengurus rakyatnya).

Tapi ketahuilah jika engkau berniat sungguh-sungguh mengukir kebaikan dan memiliki tekad yang bulat untuk itu, maka Allah swt akan membantumu. Dan Dia akan mengaruniakan kepadamu para pejabat yang akan membantumu (dengan tulus). Karena sesungguhnya pertolongan Allah diberikan kepada hamba-Nya sepadan dengan niat tulus yang tertancap di dalam hatinya.”

Saudaraku,
Ternyata itulah kunci kesuksesan Umar bin Abdul Azis dalam mengemban amanah sebagai khalifah.

Ada niat tulus, untuk mengikuti jejak para pendahulunya; khulafaur rasyidin. Selalu meminta nasihat, saran dan teguran dari para ulama Rabbani dan zuhud yang hidup di masanya. Menyingkirkan para pejabat yang bermental mendua, suka berbasa basi dan cari perhatian.

Mungkinkah di zaman ini lahir penguasa atau pemimpin yang berkepribadian seperti Umar bin Abdul Azis?

Walaupun sulit terwujud, tapi tidak mustahil akan muncul di negeri kita. Bahkan di daerah kita. Selama ia mau mengikuti jejak sang khalifah yang zuhud ini. Selama ia memandang bahwa jabatan yang disandangnya adalah amanah dari Allah swt, bukan alat untuk memperkaya diri dan keluarganya. Bertekad bulat mensejahterakan rakyatnya. Dan selama ia tidak menjadikan kekuasaan sebagai kendaraan untuk berlaku sewenang-wenang dan lupa daratan.

Semua berawal dari niat tulus dan kebulatan tekad. Dimulai dari merubah ‘mau’ menjadi ‘kemauan’. Selama ada terselip tujuan, menggapai ridha Allah swt dan meraih cinta dan do’a kebaikan dari rakyatnya. Selama ia yakin dengan pertolongan-Nya.

Ataukah, kita layak menjadi pemimpin dambaan itu? Wallahu a’lam bishawab.

Metro, 04 Juni 2013

(AFS/Manhajuna)

(Visited 747 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Tahun Baru = Jatah Usia Kita Semakin Berkurang

Oleh: Ustadz Fir’adi Nasruddin, Lc » يا مُحَمَّدُ، عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ ، وَأَحْبِبْ مَنْ أَحْبَبْتَ …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *