Pada beberapa edisi yang lalu, kita telah menjelaskan dua hal yang termasuk hal-hal yang dapat membatalkan tauhid, seperti memakai kalung, gelang atau benang dan pengobatan alternative yang menggunakan mantra bid’ah. Pada edisi kali ini kita akan menjelaskan hal-hal lain yang juga banyak disepelekan oleh umat Islam, yang ternyata dapat membatalkan dan mengotori kemurnian tauhid. Mudah-mudahan dengan penjelasan ini, seorang muslim berusaha menghindarinya, di antaranya adalah:
1. Mengaku mengetahui perkara ghaib: karena perkara-perkara ghaib, terutama yang berkaitan dengan sesuatu yang akan terjadi di kemudian hari atau yang telah lampau, tidak diketahui oleh siapapun kecuali oleh Allah semata. Allah berfirman: “Katakanlah, tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara ghaib melainkan Allah”. [QS. An Naml: 65] Kecuali oleh orang-orang yang dikehendaki olehNya dari golongan malaikat atau rasul yang berfungsi sebagai mukjizat untuk menguatkan dan meneguhkan kerasulannya. Sebagaimana firman Allah: “(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada rasul yang diridhaiNya.” [QS. Al jin: 26-27]
Sebagaimana ramalan Nabi Muhammad SAW tentang tanda-tanda hari kiamat yang telah banyak terbukti di zaman sekarang ini.
Maka suatu kesalahan besar bila kemudian muncul orang-orang yang mengaku dapat mengetahui masa depan seseorang misalnya melalui garis tangan, meditasi, lonceng, segelas air, bola kaca, kartu remi, pasir dan sebagainya. Baik ia seorang dukun, orang pintar, tukang ramal, ahli nujum, paranormal ataupun yang tidak normal. Mereka telah terjerumus ke dalam kesyirikan dan kekafiran, karena ia telah menduakan Allah dengan pengakuan yang menjadi kekhususanNya. Bahkan sekedar membenarkan ucapan orang yang mengaku mengetahui yang ghaibpun sudah dianggap syrik dan kufur.
Termasuk pula fenomena yang kita lihat pada sebagian mediamassacetak yang memuat rubric khusus ramalan bintang. Bahwa seseorang yang berbintang scorpion misalnya yang lahir antara tanggal sekian sampai tanggal sekian akan kedatangan tamu jauh, mudah rizki, pacar akan semakin cinta dan orang tuapun semakin sayang. Menurut ulama bahwa membaca media cetak yang memuat hal seperti itu juga diharamkan. Atau seperti yang dilakukan oleh orang awam yang kehilangan sapi misalnya mendatangi dukun agar sapi yang hilang diketahui rimbanya. Cuma yang sedikit menggelikan adalah terkadang ketika si awam ini datang, dukunnya tengah mencari-cari kacamatanya yang juga hilang!!. Bahkan tidak jarang ada orang yang dianggap berpendidikan tinggi mempercayakan pencarian kapal laut atau pesawat yang hilang atau percaya terhadap adanya harta karun yang tertanam di bawah batu besar misalnya ke paranormal. Termasuk juga ramalan sebagian orang yang mengatakan bahwa kiamat akan terjadi pada tahun 2000, yang ternyata hingga detik ini, bumi masih tetap kita pijak.
Semua ini adalah fenomena syirik dan kufur yang tidak disadari oleh sebagian umat Islam. Maka kewajiban kita untuk menghindarinya dan mewanti-wanti keluarga, handai tolan dan teman-teman untuk tidak terjerumus dalam kubang kesyirikan dan kekufuran seperti itu, dengan memberikan penjelasan yang sebenarnya.
2. Istighotsah dan berdoa kepada selain Allah: Istighotsah artinya meminta pertolongan agar diselamatkan dari kesulitan dan kehancuran, yang biasanya dilakukan hanya dalam keadaan sulit, yaitu supaya diselamatkan dari suatu musibah. Berbeda dengan doa yang maknanya lebih umum, karena ia mencakup permohonan keselamatan dari suatu musibah dan hal lain. Istighatsah kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah salah satu bentuk amal perbuatan hamba yang paling utama dan sempurna, dan ini merupakan sunnah para Rasul dan pengikutnya (QS. Al Anfal: 9).
Tetapi bila istighotsah tersebut ditujukan kepada selain Allah, seperti kepada orang yang sudah mati atau orang yang masih hidup tapi tidak hadir di tempat dan tidak memiliki kemampuan untuk memberikan pertolongan, maka perbuatan ini termasuk syirik. Karena meyakini bahwa mereka memiliki peran yang tersembunyi dalam mengatur alam ini, sehingga ia telah memberikan hak rububiyyah kepada mereka.
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).” (QS. An Naml: 62)
Imam At Tabrani meriwayatkan bahwa pada zaman Nabi SAW ada seorang munafik yang selalu mengganggu kaum mukminin, maka salah seorang di antara mereka berkata: “Marilah kita sama-sama beristighatsah kepada Rasulullah supaya dihindarkan dari tindakan buruk orang-orang munafik ini.” Seketika itu beliau bersabdalah: “Sesungguhnya tidak boleh beristighatsah kepadaku, tetapi seharusnya istighatsah itu hanya kepada Allah.”
Keinginan para sahabat untuk beristighatsah kepada Rasulullah SAW karena diyakini bahwa beliau mampu menghentikan gangguan orang munafik tadi, akan tetapi beliau menolak dan tidak suka lafadz itu digunakan terhadap diri beliau. Ini menunjukkan bahwa tidak boleh beristighatsah kepada Nabi terlebih lagi kepada orang yang ada di bawah tingkatan beliau.
Langkah Nabi dalam hal ini adalah sebagai usaha preventif terhadap pintu-pintu syirik dan sebagai etika dan sikap tawadhu’ beliau terhadap Rabbnya serta sebagai peringatan terhadap umatnya dari sarana-sarana yang dapat menyebabkan syirik, baik dalam perkataan dan perbuatan.
Bilamana hal ini termasuk yang mampu beliau lakukan semasa hidup beliau, namun beliau tidak suka untuk melakukannya, tentunya bagaimana boleh beristighatsah (minta tolong) kepada beliau sepeninggal beliau, dan dimohonkan kepada beliau hal-hal yang tidak ada yang mampu melakukannya kecuali Allah ‘Azza wa jalla?
Fenomena yang menyayat hati, ketika kita memperhatikan kondisi sebagian umat Islam, terutama mereka yang masih awam. Saat mereka ditimpa kesulitan, ekonomi rumah tangga yang sedang sekarat, jodoh yang tak kunjung datang, keinginan yang tidak tersampaikan atau ketika sedang tertimpa musibah, mereka mendatangi kuburan para wali untuk minta petunjuk dan jalan keluar. Ketika mereka diingatkan akan kesalahan yang mereka lakukan, mereka berdalih bahwa apa yang mereka lakukan hanyalah menjadikan para wali itu sebagai perantara saja agar lebih dekat kepada Tuhan. Padahal jawaban ini sama persis dengan dalih orang-orang musyrik ketika dilarang menyembah selain Allan; “Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” [QS. Az Zumar: 3]. Jadi apa bedanya antara perbuatan syirik sekarang dengan syirik zaman jahiliyah itu?
Oleh sebab itulah, maka sebagai seorang muslim, kita harus mensucikan tauhid kita semurni-murninya, dan meninggalkan segala bentuk perbuatan syirik, karena perbuatan-perbuatan syirik inilah yang akan menghalangi diterimanya amal ibadah dan menjerumuskan kita ke dalam kerugian yang besar; “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” [QS. Az Zumar: 65]
Oleh: Sholahuddin Abdul Rahman Yajji, Lc