Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Kolom / Khutbah Jumat: Jangan Sombong
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Khutbah Jumat: Jangan Sombong

Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

36947_1213442476436_1840032396_397289_3161238_n

Di antara sifat tercela yang harus kita jauhi dari diri kita adalah sifat sombong. Inilah sifat yang menjadi sumber petaka dalam kehidupan, sebab mudah mengundang kebencian manusia, dan yang lebih berat adalah mudah mengundang murka Allah Taala.

Inilah sifat yang pertama kali menyebabkan  pembangkangan dan kemaksiatan yang dipertontonkan oleh Iblis di hadapan Allah swt…. Saat Allah perintahkan untuk bersujud kepada Nabi Adam, Iblis menolak karena menganggap dirinya yang terbuat dari api lebih mulia dari Adam yang terbuat dari tanah. Dalam surat Al-A’raf ayat 12 dikisahkan, ketika Allah bertanya kepada Iblis,

مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ

“Apa yang mencegahmu untuk  untuk sujud ketika Aku perintahkan?”

Iblis menjawab,

أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

“Aku lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.”

Maka Allah cap Iblis sebagai makhluk yang sombong sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 34;

أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ

“Ia enggan dan sombong dan dia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”

 

Sombong umumnya lahir ketika seseorang memiliki kelebihan atau keistimewaan namun dia tidak menyadari bahwa itu semua sebenarnya  adalah pemberian Allah sebagai ujian kepadanya, bukan sesuatu yang serta merta menunjukkan kemuliaannya.

Karena itu, kesombongan akan bermuara pada dua perkara; Menentang kebenaran yang bersumber dari Allah dan merendahkan atau melecehkan manusia yang dia anggap lebih rendah darinya.

Rasulullah saw bersabda,

الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ

Sombong adalah menolak kebenaran dan melecehkan manusia.” (HR. Muslim)

Kelanjutannya dari akibat sombong ini mudah diperkirakan, yaitu lahirnya berbagai kemunkaran, kemaksiatan, kekufuran dan kesyirikan, dilanggarnya aturan-aturan yang telah disepakati.  Akibatnya… tatanan sosial menjadi rusak,  ketenangan dan keamanan terganggu karena berbagai bentuk kezaliman terhadap manusia dan berbagai pelanggaran atas nama kesombongan.

Inilah yang menyebabkan lahirnya manusia-manusia model fir’aun yang merasa besar dengan kekuasaan yang dia miliki, lalu dia menindas bangsa, sementara di lain waktu dengan sombongnya dia berkata sebagaimana Allah kisahkan dalam surat An-Naziat ayat 24;

أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى

“Akulah tuhanmu yang paling tinggi.”

Atau manusia model Qarun yang bergelimang harta, lalu dengan sombongnya dia berkata sebagaiman dikisahkan dalam surat Al-Qashash ayat 78

إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي

“Sesungguhnya aku mendapatkan harta ini, semata karena ilmu yang ada padaku.”

Bahkan kesombongan mereka hingga pada taraf menantang disegerakan azab Allah kepada mereka sebagai bentuk penentangan mereka terhadap ajakan para nabinya yang menyerukan mereka agar beriman kepada Allah,

وَإِذْ قالُوا اللَّهُمَّ إِنْ كانَ هَذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنا حِجارَةً مِنَ السَّماءِ أَوِ ائْتِنا بِعَذابٍ أَلِيمٍ [سورة الْأَنْفَالِ: 32]

“Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: “Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.”  (QS. Al-Anfal: 32)

Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kesombongan adalah perkara yang paling cepat mengundang kebencian di tengah masyarakat, dan yang lebih berat lagi, paling cepat mengundang marah dan murka Allah Taala.

Karena fitrah manusia tidak suka melihat orang-orang yang sombong walaupun scara langsung dia tidak dirugikan olehnya. Apalagi jika ternyata dia melecehkan orang lain. Karena manusia, siapapun dia, walaupun dia orang yang paling lemah dan rendah sekalipun , tidak ada seorang pun yang rela dihinakan dan direndahkan.

Adapun Allah yang Maha Perkasa dan berkuasa sangat membenci sifat sombong jika ada pada diri manusia. Jika sifat-sifat Allah lainnya pada umumnya dianjurkan untuk diteladani manusia, seperti sifat kasih sayang, sabar, pemaaf, dll, namun tidak demikian halnya dengan sifat sombong ini. Sifat ini hanya boleh dimiliki Allah, tidak boleh dimiliki makhluk… Dalam sebuah hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan lainnya, Allah Taala berfirman,

الْكِبْرِيَاءُ رِدَائِي، وَالْعَظَمَةُ إِزَارِي، فَمَنْ نَازَعَنِي وَاحِدًا مِنْهُمَا، قَذَفْتُهُ فِي النَّارِ

“Kesombongan adalah selendang-Ku, kebesaran adalah sarung-Ku, barangsiapa yang merebut salah satu dari keduaNya dari-Ku, maka dia akan aku lemparkan ke dalam neraka.” (HR. Abu Daud)

Maka sepanjang sejarahnya kesombongan hanya akan melahirkan kekacauan, permusuhan, dan hilangnya keamanan di tengah masyarakat. Dan berikutnya…. hilangnya keberkahan dari Allah Taala dalam kehidupannya. Boleh jadi harta berlimpah….. karir menanjak…… kedudukan tinggi……. namun dengan kesombongan, semua itu tidak mendatangkan kebaikan baginya. Bahkan, tidak jarang malapetakan akibat kesombongan sudah diturunkan dalam kehidupan dunia ini sebelum di akhirat kelak.

Semoga Allah bersihkan hati kita dari sifat sombong dan jauhkan kita dari orang-orang sombong serta selamatkan  kita dari bahaya-bahaya kesombongan.

Allah ingatkan kita dalam ayatnya surat Luqman ayat 18

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18)

Lalu bagaimana caranya agar kesombongan tidak menghinggapi diri kita?

Sadarilah, bahwa kita ini asalnya datang tidak membawa apa-apa dan nantinya pun kita pergi tidak membawa apa-apa selain amal kita. Maka jika kemudian Allah berikan kita berbagai kelebihan dan keistimewaan, itu semua semata datang dari Allah dengan berbagai cara yang berbeda-beda. Dan Allah berikan semua itu bukan lantas menunjukkan kita mulia, tapi untuk menjadi ujian bagi kita, apakah kita bersyukur atau kufur.

Apalah yang mau kita sombongkan, jika Allah berkehendak, sesaat saja apa yang kita bangga-banggakan dapat hilang sirna tak berbekas dan kita tak berdaya sama sekali.

Teladanilah Nabi Sulaiman alaihissalam, yang dengan segala kelebihannya yang luar biasa dia tetap menyadari bahwa semua itu semata karunia Allah dan ujian darinya…

هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ (سورة النمل 40)

“Ini adalah karunia Tuhanku untuk menguji aku, apakah aku bersyukur atau kufur.”

Mensyukuri karunia Allah adalah dengan melaksanakan ibadah dan ketaatan kepadaNya dan menggunakan nikmatNya di jalan yang Dia cintai dan ridhai. Kemudian sedapat mungkin membantu dan menolong mereka yang lemah dan membutuhkan sesuai kelebihan yang dimiliki.

Kemudian dekatilah orang-orang lemah dan masyarakat bawah, dengarlah keluh kesah mereka, pandanglah mereka dengan penuh kasih sayang dan kemuliaan. Ketahuilah ada hak-hak mereka yang Allah titipkan pada siapa saja yang Allah berikan kelebihan. Bahkan sangat mungkin sekali, kesuksesan dan kebesaran yang ada pada seseorang, di dalamnya, langsung atau tidak langsung ada saham orang-orang kecil di sekelilingnya,

Rasulullah saw bersabda dalam hadits riwayat Bukhari,

هَلْ تُنْصَرُونَ وَتُرْزَقُونَ إِلا بِضُعَفَائِكُمْ

“Bukankah kalian ditolong dan diberi rizki tak lain karena orang-orang lemah di antara kalian.”

Terakhir, hindarilah bergaul dengan orang-orang sombong, apalagi jika sampai mengidolakannya atau bahkan mendukungnya, karena lambat laun watak tersebut akan menular kepada orang-orang yang bergaul dengannya, sebagaimana sabda Rasulullah saw  dalam hadits riwayat Ahmad, dll,

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang tergantung tabiat teman dekatnya. Hendaknya kalian memperhatikan siapa teman dekatnya.”

(Manhajuna/AFS)

Ust. Abdullah Haidir, Lc.

Pembina at Manhajuna.com
Alumni Syariah LIPIA ini adalah pengasuh utama manhajuna.com. Setelah 15 tahun menjadi Penerjemah dan Penyuluh Agama (Da'i) di Kantor Jaliyat Sulay, Riyadh, beliau memutuskan pulang mengabdikan diri di tanah air. Kini selain tetap aktif menulis dan ceramah di berbagai kesempatan, ustadz humoris asal Depok ini juga tergabung dalam mengelola Sharia Cunsulting Center.
(Visited 10.347 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Tentang Qadha, Fidyah dan Kafarat Dalam Puasa

Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc. Dalam masalah puasa, ada masalah qadha, fidyah dan kafarat. Bagaimana …

One comment

  1. terima kasih ustadz, sangat bermanfaat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *