Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Hikmah / 11 Bulan 20 Hari dan Prinsip Itikaf
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

11 Bulan 20 Hari dan Prinsip Itikaf

Oleh: Jundi Imam Syuhada

Assalamualaikum wr wb.
Bismillah wal hamdulillah atas segala nikmat, syukur karena kita masih punya nikmat Islam dan nikmat sehat. Banyak orang beriman tapi Allah cabut nikmat sehatnya sehingga tidak bisa berpuasa. Banyak orang sehat tapi Allah tidak anugerahi nikmat Islam sehingga tidak bisa menikmati perjuangan dan manisnya puasa.

Ketika bertanya apa hubungan 11 bulan 20 hari dengan prinsip itikaf? Sadar kah kita ribuan dosa telah kita lakukan selama hampir 1 tahun, dan kebanyakan dosa kita hasil dari interaksi dengan manusia. Itu lah mengapa Allah khususkan pada 10 hari terakhir agar kita mempersempit interaksi dengan manusia dan mulai memperbanyak interaksi dengan Allah.

Prinsip itikaf adalah menyendiri, seperti menyendirinya Rasul dahulu ketika menerima wahyu, menyendiri bermunajat dan beribadah sehingga waktu yang kita gunakan lebih banyak untuk ibadah, berhubungan dengan Allah. Hanya 10 hari di akhir Ramadhan. Lihat kembali sirah, 9 tahun terakhir dalam usia Rasulullah salallah ‘alayhi wa sallam tidak pernah melewatkan itikaf.

11 bulan 20 hari. Maka benar benar sisihkanlah 10 hari terakhir nanti.

Ada 2 hadits yang konteksnya hampir sama tapi mempunyai kesinambungan.

” من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه”

“Barangsiapa yang berpuasa (di Bulan) Ramadhan (dalam kondisi) keimanan dan mengharapkan (pahala), maka dia akan diampuni dosa-dosa yang telah lalu”.

Ada kolaborasi dengan hadits

” من قام رمضان إيماناً واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه”

“Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat malam) di bulan Ramadan dengan iman dan mengharap (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni”

Lihat murahnya Allah memberi kita diskon potongan atau penghapusan dosa. Antara Jumat dengan Jumat bisa sebagai penghapus dosa. Antara sholat wajib dengan sholat wajib penghapus dosa. Dengan catatan hanya dosa dosa kecil yang bisa dihapus.

Kembali ke tema kita , kolaborasi kuat antara puasa dan qiyamullail pada bulan Ramadhan. Yang harusnya kita menyedikitkan tidur dan mengganti dengan banyaknya ibadah.

Sementara terdapat hadits yang tersebar tentang pahala atas orang yang tidur pada bulan Ramadhan. Jika dilihat dari segi riwayatnya saja hadits ini tergolong lemah atau dhoif. Dan dengan penyelewengan menjadikannya hujjah adalah sebuah kesalah fatal. Pada hari biasa saja kita dianjurkan mengurangi porsi tidur, apalagi dengan datangnya bulan ini? Dan ini dijadikan hujjah untuk bermalas malasan, tidak layak hadits ini menjadi sandaran untuk menghadapi atau mengisi bulan Ramadhan.

Mulailah persiapkan untuk 10 hari terakhir nanti. Padahal kita sudah seharusnya puas dengan interaksi antar sesama selama 11 bulan 20 hari.

Hanya 10 hari, bandingkan dengan lamanya interaksi dengan manusia 11 bulan 20 hari. Mulailah kejar pahala Allah, kejar target khatam Al-Quran dalam Ramadhan. Kejar berkah Allah. Kejar amal amal sholeh dalam Ramadhan. Karena kita tidak tau kapan umur kita.

Kalau ini Ramadhan terakhir kita bagaimana ?

(Manhajuna/IAN)

Jundi Imam Syuhada

Jundi Imam Syuhada. Pemuda asal Ponorogo Jawa Timur. Sedang menempuh  S1 Jurusan Syariah di Universitas Islam Madinah, Arab Saudi.
(Visited 445 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Tentang Qadha, Fidyah dan Kafarat Dalam Puasa

Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc. Dalam masalah puasa, ada masalah qadha, fidyah dan kafarat. Bagaimana …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *