Manhajuna.com – Seni Berihtisab di Bulan Ramadhan/فن الاحتساب في رمضان
https://midad.com/article/200139/فن-الاحتساب-في-رمضان
Rasulullah ﷺ bersabda:
قال رسول الله ﷺ: مَن صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. (متَّفق عليه)
“Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan ihtisab, maka akan diampuni dosa-dosa yang telah lalu.” (HR Bukhari & Muslim)
Terdapat banyak hadis yang memberikan dorongan dan motivasi untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan dengan kualitas terbaik. Salah satunya adalah sabda Rasulullah ﷺ di atas, yang menegaskan bahwa seseorang yang berpuasa dengan iman dan ihtisab akan mendapatkan ampunan atas dosa-dosa terdahulunya.
Makna Iman dan Ihtisab dalam Puasa
Dua syarat utama agar puasa dapat menjadi sarana pengampunan dosa adalah iman dan ihtisab (*إيمانا واحتسابا*). Dengan memenuhi kedua syarat ini, seseorang akan kembali seperti bayi yang baru lahir, bersih dari dosa dan noda.
– Menunaikan puasa atas dasar iman berarti menyambut bulan Ramadhan dengan penuh kegembiraan, keyakinan, serta harapan besar untuk mengisi hari-hari dan malam-malamnya dengan ibadah. Ia menjalankan kewajiban puasa dengan ridha dan keikhlasan yang murni.
– Ihtisab berarti menjalankan puasa dengan tekad untuk mendapatkan yang terbaik dan penuh kualitas. Ini mencakup ketekunan dalam ibadah wajib dan sunnah, serta menjadikan aktivitas sehari-hari yang mubah bernilai ibadah. Selain itu, ihtisab juga berarti menjaga diri dari segala sesuatu yang dapat merusak kesempurnaan puasa.
Peran Penting Ihtisab dalam Kehidupan Mukmin
Ihtisab memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan seorang mukmin dalam meraih berbagai kebaikan dan ganjaran di sisi Allah ﷻ, tidak hanya di bulan Ramadhan. Justru, seorang hamba mukmin harus melatih dirinya untuk senantiasa berihtisab di bulan yang mulia ini, agar kebiasaan tersebut dapat berlanjut di bulan Syawal dan bulan-bulan berikutnya.
Jika Anda termasuk mukmin yang waspada dan sadar, atau disebut ahlul yaqazhah (semoga kita tergolong ke dalamnya), maka dengan izin Allah, Anda akan memperoleh banyak manfaat melalui ihtisab. Hal ini sesuai dengan tingkat kewaspadaan dan kesiagaan Anda dalam menghadapi kehidupan akhirat, serta seberapa besar perhatian dan kesiapan Anda dalam menghadapi kematian dan proses-proses setelahnya. Dengan demikian, Anda akan selalu mengingat pentingnya ihtisab dan dapat meraih berbagai manfaat darinya.
Dalam hal ini, alangkah indahnya ungkapan para ahli hikmah mengenai masalah ini:
“Bagi ahlul yaqazhah, kebiasaan mereka menjadi ibadah. Sebaliknya, bagi ahlul ghaflah, ibadah mereka hanyalah kebiasaan.”
Dari sini, manusia terbagi menjadi dua kelompok:
1. Ahlul Yaqazhah – mereka yang selalu waspada dan sadar akan tujuan akhirat.
2. Ahlul Ghaflah – mereka yang lalai dan lengah dalam menjalani kehidupan.
Menjadikan Kebiasaan Sebagai Ibadah
Oleh karena itu, Anda harus senantiasa waspada dan sadar untuk berihtisab dalam setiap aktivitas, sehingga kebiasaan sehari-hari yang dianggap mubah bisa bernilai ibadah apabila diniatkan dengan ikhlas karena Allah ﷻ. Dengan cara ini, hal-hal yang sebelumnya hanya dianggap rutinitas akan meningkat derajatnya menjadi amal ibadah.
Namun, bagaimana cara menerapkannya? Dan kapan sebaiknya diterapkan?
Saudara, berikut ini adalah beberapa petunjuk yang akan membantu Anda untuk mengingat dan meraih peluang emas ini:
Seni Ihtisab di Bulan Ramadhan
1. Saat Berbuka Puasa
Anda harus mengingat niat ihtisab ketika berbuka, yakni bahwa berbuka puasa adalah salah satu bentuk ibadah yang diperintahkan, bahkan disunnahkan untuk disegerakan setelah yakin matahari telah terbenam. Bukan sekadar untuk memenuhi keinginan jasmani yang lapar dan haus. Dengan demikian, Anda akan memperoleh minimal dua ganjaran, insyaAllah.
2. Saat Makan Sahur
Begitu pula saat makan sahur, Anda hendaknya meniatkan bahwa sahur adalah ibadah kepada Allah. Ingatlah bahwa sahur membawa berkah, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah ﷺ. Jangan hanya berfokus pada manfaat fisiknya, seperti agar tidak terlalu lelah di siang hari atau menghindari sakit kepala dan keletihan. Dengan cara ini, sahur Anda akan bernilai ibadah ganda.
3. Salat Tarawih
Kita perlu memperbaiki niat dalam melaksanakan salat Tarawih. Jangan melakukannya hanya karena banyak orang melakukannya, atau karena ingin berolahraga setelah berbuka. Salat Tarawih bukan sekadar tradisi, tetapi merupakan ibadah. Kita harus meniatkan ihtisab karena Allah ﷻ, dengan tujuan meraih keampunan, mendapatkan pahala qiyamullail, memperoleh rahmat, serta keselamatan dari api neraka. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa yang melakukan qiyam (salat malam) di bulan Ramadhan dengan iman dan ihtisab, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
4. Tilawah Al-Qur’an
Dalam membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan, Anda harus meniatkannya sebagai bentuk ibadah dan sarana mendekatkan diri kepada Allah ﷻ. Sejarah telah mencatat bagaimana generasi awal umat Islam memiliki hubungan yang erat dengan Al-Qur’an di bulan Ramadhan. Oleh karena itu, niatkanlah tilawah sebagai upaya meraih ampunan dan ridha Allah, serta sebagai bentuk perenungan terhadap ayat-ayat-Nya. Jangan hanya berfokus pada kuantitas atau berapa kali Anda dapat mengkhatamkan Al-Qur’an, tetapi juga pada pemahaman dan penerapan nilai-nilai ibadah di dalamnya. Dengan cara ini, Anda akan mendapatkan nilai pahala yang lebih besar.
Ihtisab tidak hanya berlaku di bulan Ramadhan yang penuh berkah, tetapi juga dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Berikut adalah beberapa contoh seni berihtisab dalam aktivitas yang mubah:
5. Makan dan Minum
Seorang Muslim dapat berihtisab dalam makan dan minumnya, yaitu dengan berniat sebelum makan dan minum bahwa tujuannya bukan sekadar untuk memenuhi kebutuhan jasmani atau karena keinginan terhadap makanan dan minuman tersebut. Sebaliknya, kita makan dan minum agar memperoleh tenaga dan kekuatan untuk melaksanakan ibadah, baik yang bersifat fisik (ibadah hissi) maupun spiritual (ibadah maknawi). Tanpa makan dan minum, kita tidak akan mampu menjalankan tugas ibadah kepada Allah.
6. Tidur
Demikian pula dengan tidur, kita dapat berihtisab dengan menjadikannya sarana untuk menyegarkan tubuh agar dapat melanjutkan tugas ibadah kepada Allah. Baik itu untuk menunaikan qiyamullail, menjalankan puasa, menuntut ilmu, atau tugas lainnya. Tidur bukan sekadar pemenuhan kebutuhan fisik, tetapi dapat bernilai ibadah jika diniatkan dengan benar.
Dalam hal ini, sahabat Mu’adz bin Jabal (رضي الله عنه) berkata:
فأحْتَسِبُ نَوْمَتي كما أحْتَسِبُ قَوْمَتِي
“Aku menilai tidurku sebagai ibadah, sebagaimana aku menilai qiyamullailku sebagai ibadah.” (HR. Bukhari Muslim)
7. Menata dan Merawat Diri
Seorang Muslim perlu berihtisab dalam hal menjaga kebersihan dan kerapihan diri serta pakaiannya. Dengan berniat untuk menjaga kebersihan dan keindahan demi memenuhi tuntunan syariat Islam, maka aktivitas ini dapat bernilai ibadah. Seorang Muslim dianjurkan untuk tampil bersih, rapi, dan menarik sesuai ajaran Islam tentang berhias dan berpakaian, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Bahkan, aspek terkecil dalam kehidupan pun dapat bernilai ibadah jika diniatkan karena Allah ﷻ.
Allah telah menciptakan manusia dengan kecenderungan terhadap keindahan, dan menjaga kebersihan serta kerapihan adalah salah satu ciri seorang da’i dan individu Muslim yang sukses serta berpengaruh dalam masyarakat.
8. Rekreasi dan Kegiatan yang Mubah
Kegiatan rekreasi atau hiburan yang mubah pun dapat bernilai ibadah jika dilakukan dengan ihtisab. Jika seseorang merasa perlu beristirahat atau melakukan kegiatan rekreasi untuk menyegarkan tubuh dan pikiran, maka hendaknya ia berniat bahwa kegiatan tersebut bertujuan untuk memperbarui energi agar lebih semangat dalam beribadah dan meningkatkan ketaatan kepada Allah. Dengan niat seperti ini, kegiatan yang semula hanya sekadar mubah akan bernilai ibadah.
9. Tugas Rumah Tangga dan Pekerjaan Sehari-hari
Begitu pula dengan tugas rumah tangga, terutama yang dijalankan oleh kaum ibu seperti mengurus anak, melayani suami, serta mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari. Jika dilakukan dengan ihtisab dan niat untuk menjalankan perintah Allah serta Rasul-Nya, maka tugas-tugas ini tidak hanya menjadi rutinitas biasa, tetapi juga menjadi ladang pahala.
10. Memberikan Hadiah dan Sedekah
Hadiah dan sedekah juga perlu dilakukan dengan ihtisab, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
“Kalian hendaklah saling memberi hadiah, agar timbul rasa saling mencintai di antara kalian.”
Pemberian hadiah tidak boleh hanya sekadar kebiasaan sosial, seperti membalas hadiah yang telah diberikan orang lain semata-mata karena rasa sungkan. Sebaliknya, hadiah harus diberikan dengan niat yang benar agar memiliki nilai ganda sebagai ibadah.
Pada dasarnya, segala kebiasaan dan perbuatan yang mubah dapat ditingkatkan derajatnya menjadi ibadah jika disertai niat yang benar dan tujuan yang ikhlas karena Allah ﷻ. Dengan niat yang tepat, setiap aktivitas yang kita lakukan sehari-hari akan bernilai ketaatan di sisi Allah.
11. Zikir dan Doa
Tidak boleh dilupakan bahwa dzikir dan doa memiliki peran yang sangat penting dalam ihtisab. Membiasakan diri dengan basmalah, hamdalah, tasbih, istighfar, tahlil, dan berbagai dzikir lainnya adalah bagian dari seni ihtisab dalam kehidupan seorang Muslim.
Semoga Allah ﷻ memberikan kita taufiq untuk dapat merealisasikan ihtisab dalam setiap aspek kehidupan kita, sehingga segala amal kita diridhai-Nya. Aamiin.
—
Risalah Ramadhan
Ma’had Darul Ikhlas (MDI)
02 Ramadhan 1446/02 Februari 2025
Bersama Buya (Dr.) H. Ahmad Asri Lubis, MA (والله الموفق)
(MRS)