Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Kajian / Kemanisan Iman
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Kemanisan Iman

Oleh: Ust. Abu Ja’far, Lc.

Saudaraku..
kemanisan iman dan kelezatan hidup sering kita dengar, sudahkah kita merasakannya? dan di mana kita mendapatkannya?

ia tidak kita temukan di pasar-pasar dan mall-mall. atau di persimpangan jalan atau di pusat-pusat perbelanjaan. atau di tempat-tempat lainnya.

Ia ada di dalam diri kita. Di dasar hati kita. Di kedalaman jiwa kita. Dan dari sana kejernihan pikiran kita akan tercipta. Dari sana kebahagiaan hidup akan menjelma. Dari sana pelangi kehidupan akan tercipta. Seulas senyum akan mengembang. Segala warna duka dan awan kepahitan akan sirna. Apapun profesi kita. Bagaimanapun keadaan dan kondisi kita.

Saudaraku..
Hasan Basri rahimahullah pernah berbagi pengalaman kepada kita. Di mana ia menyebutkan bahwa kemanisan iman dan kelezatan hidup secara bathin dapat kita temukan di tiga tempat dan keadaan. Sewaktu shalat, ketika zikir dan kala membaca al Qur’an. (shalahul ummah fii uluwil himmah, al ‘Affani).

Sewaktu shalat, kita berjumpa dengan kekasih sejati kita; Rabb alam semesta. Siapa yang tidak bahagia berjumpa dengan kekasihnya?. Siapa yang tidak rindu untuk selalu berdekatan dengan yang dicintai?. Siapa yang tak mendambakan selalu bersua dengan yang dikasihinya. Semua kita mendambakan itu. Tapi sudahkah kita merasakan kemanisan iman saat kita shalat?

Jika belum, berarti ada masalah dengan shalat kita. Jika tidak berarti ada yang salah dalam hati kita. Itu artinya ada gangguan dalam jiwa kita.

Di mana shalat kita, belum menghadirkan hati. Shalat kita masih sebatas gerakan-gerakan fisik belaka, dari ruku’ dan sujud. Berarti ada benalu yang memenuhi ruang pikiran dan hati kita saat kita bermunajat kepada-Nya.

Kita perlu membenahi shalat kita. Yang masih jauh dari nilai kesempurnaan.

Saudaraku..
Allah berfirman, “Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” Ar Ra’du: 28.

Jika zikir yang kita ucapkan masih belum mengalirkan memanisan iman dan kelezatan bathin. Barangkali zikir itu baru keluar dari lisan dan terucap dari lidah kita. Tapi hati kosong dan jiwa kita melamun ke dunia lain.

Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah bertutur, “Zikir bagi hati seperti manfaat air bagi ikan. darimana ikan akan bertahan hidup jika berpisah dengan air?.”

Dmikian pula saudaraku, dari mana hati kita akan hidup dan menghidupan hati orang-orang di sekitar kita, jika kita memiliki hati yang sakit bahkan mati. Karena ia kering kerontang tak pernah disapa zikir dan dibasahi air kesejukan do’a?

Saudaraku…
Pernahkah kita merasakan kegelapan saat kita tak diterangi pelita al Qur’an? Pernahkah hati kita merasakan sakit atau bahkan mati saat obat penawarnya tak berada dalam dekapan kita? Pernahkah kita merasakan kekerasan hati dan kekasaran jiwa kala pelembut hati tak kita miliki? Pernahkah kita merasakan kebimbangan untuk melanjutkan perjalanan dan tak khawatir bila kita telah tersesat jalan pada saat kita tak memegang petunjuk jalan dan arah?

Berjalan di atas jalan yang lurus. Merasakan kelembutan hati dan kebeningan jiwa. Selalu membawa pelita dan obor dalam perjalanan. Menggenggam obat penawar dalam perjalanan merupakan sumber kedamaian dan kelezatan dalam hidup.

Saudaraku..
Mari kita gapai kelezatan iman dan kemanisan hidup dengan cara menghadirkan hati ketika shalat. Lidah selalu kita basahi dengan zikir dan kita kuatkan langkah kita menuju Allah swt dengan petujuk al Qur’an. Wallahu a’lam bishawab.

Metro, 7 Januari 2013 M

(AFS/Manhajuna)

(Visited 564 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Rajab, Sya’ban dan Ramadhan

Manhajuna – Bulan rajab baru saja datang, dan berlalu tanpa terasa. Setelahnya adalah sya’ban, kemudian bulan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *