عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ؛ جَابِرْ بْنِ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ
فَقَالَ: « أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ اْلمَكْتُوْبَاتِ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ، وَأَحْلَلْتُ الْحَلاَلَ، وَحَرَّمْت الْحَرَامَ، وَلَمْ أَزِدْ عَلَى ذَلِكَ شَيْئاً، أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ ؟ قَالَ: نَعَمْ » [رواه مسلم]
وَمَعْنَى حَرَّمْتُ الْحَرَامَ، اِجْتَنَبْتُهُ، وَمَعْنَى أَحْلَلْتُ الْحَلاَلَ، فَعَلْتُهُ مُعْتَقِداً حِلَّهُ
Kosa Kata
الْمَكْتُوبَات | : Shalat-shalat fardu | أَحْلَلْـ(تُ) | : (Aku) menghalalkan |
حَرَّمْـ(تُ) | : (Aku) mengharamkan | أ / هَلْ | : Apakah |
Terjemah Hadits
Dari Abu Abdullah, Jabir bin Abdullah al-Anshary radhiallahu anhuma,
Seseorang bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Beritahukan aku, jika Aku melaksanakan shalat wajib, berpuasa Ramadhan, Menghalalkan yang halal dan mengharam-kan yang haram dan Aku tidak tambah sedikit pun dari hal tersebut, apakah Aku akan masuk surga?’ Beliau bersabda, ‘Ya.” (HR. Muslim)[1]
(Imam Nawawi berkata), “Yang dimaksud, ‘Aku haramkan yang haram’ adalah, Aku menjauhinya, dan ‘Aku halalkan yang halal’ adalah, Aku melakukannya dengan keyakinan bahwa perkara itu halal.”
Kedudukan Hadits
Hadits ini termasuk inti dari ajaran Islam, karena perbuatan dalam syariat terbagi dua; fisik dan hati. Pada setiap keduanya ada yang dibolehkan, yaitu yang dihalalkan, dan ada yang dilarang yaitu yang haram. Jika seseorang menghalalkan sesuatu yang halal dan mengharamkan sesuatu yang haram, maka dia telah melakukan semua sisi agama. [2]
Pemahaman Hadits
Penanya dalam hadits ini adalah seorang sahabat mulia yang bernamaa, Nu’man bin Qauqal Al-Khuza’i. Dia pernah ikut perang Badar dan terbunuh pada perang Uhud. Keinginannya untuk masuk surga dan meraih segala kenikmatan yang ada di dalamnya mendorong dia menanyakan hal tersebut. [3]
Ungkapan وحرمت الحرام (Aku haramkan yang haram), ada dua konsekwensi, pertama, dia meyakini bahwa perkara tersebut diharamkan. Kedua, dia tidak melakukannya. Berbeda dengan ungkapan ‘menghalalkan yang halal’, cukup baginya meyakini kehalalannya saja (meskipun tidak melakukannya).[4]
Ada satu permasalahan dalam hadits ini, yaitu bahwa sang penanya berkata, aku tidak akan menambah sedikit pun dari hal itu, dan kemudian Nabi ﷺ mengatakan kepadanya bahwa hal itu akan menyebabkan dia masuk surga. Padahal masih ada rukun Islam yang belum disebutkan, yaitu zakat dan haji yang merupakan bagian rukun Islam.
Jawabannya adalah, kemungkinan Rasulullah ﷺ mengetahui bahwa penanya adalah orang miskin, seandainya dia orang berpunya, tentu dia akan mengeluarkan zakat. Adapun haji, kemungkinannya adalah bahwa saat itu kewajiban haji belum ditetapkan, karena haji baru diwajibkan pada tahun sembilan atau sepuluh Hijriah. [5]
Pelajaran Yang Terdapat Dalam Hadits
- Hadits ini secara umum menunjukkan bahwa siapa yang menunaikan kewajiban dan tidak melakukan perbuatan yang diharamkan, dia akan masuk surga, banyak hadits-hadits senada tentang hal ini.[6]
- Tidak dituntutnya perkara sunnah dalam hadits ini, menunjukkan bahwa meninggalkan perbuatan-perbuatan sunnah hukumnya dibolehkan. Di samping, jawaban Rasulullah ﷺ yang memberi nilai positif kepada penanya tanpa Beliau memerintahkan perbuatan sunnah atau fadhilah menunjukkan kemudahan yang Beliau berikan, mengingat penanya adalah orang yang baru masuk Islam,
- Namun demikian bukan berarti seorang muslim meremehkan perkara sunnah, karena hal itu akan menyebabkan dirinya kehilangan kebaikan yang banyak.
- Setiap muslim dituntut untuk bertanya kepada ulama tentang syariat Islam, tentang kewajibannya dan apa yang dihalalkan dan diharamkan baginya jika hal tersebut tidak diketahuinya.
- Penghalalan dan pengharaman merupakan aturan syariat, tidak ada yang berhak menentukannya kecuali Allah Ta’ala.
- Amal saleh merupakan sebab masuknya seseorang ke dalam surga.
- Keinginan dan perhatian yang besar dari para shahabat serta kerinduan mereka terhadap surga serta upaya mereka dalam mencari jalan untuk sampai kesana.
Tema Hadits dan Ayat Al-Quran Terkait
– Rindu surga | : | Ali Imran (3): 133, At-Tahrim (66): 11 |
– Memperhatikan halal haram dalam kehidupan | : | At-Taubah (9): 29, At-Tahrim (66) : 1,
Al-A’raf (7): 157 |
Catatan Kaki:
-
Shahih Muslim, Kitab Al-Iman, no. 15
-
Al-Wafie, hal. 159
-
Al-Qawa’id wal Fawa’id min al-Arbain An-Nawawiyah, hal. 189
-
Syarah Muslim.
-
Syarah al-Arbai’in an-Nawawiyah: Ibnu Utsaimin, hal. 241
-
Jami al-Ulum wal-Hikam, hal. 380
Sumber: Kajian Hadits Arba’in Nawawiyah, Imam An-Nawawi, Penyusun Abdullah Haidir, di Muraja’ah DR. Muinudinillah Basri, MA Fir’adi Nashruddin, Lc. Penerbit Kantor Dakwah Sulay Riyadh
(Manhajuna/IAN)