Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Hikmah / 3 (Tiga) Model Suami
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

3 (Tiga) Model Suami

muslim-couple1Oleh Ust. Fir’adi Nasrudin, Lc.
﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚوَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ الَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ ﴾

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taghabun: 14).

Saudaraku,
Umar bin Khattab r.a mengklasifikasi suami menjadi tiga model:
• Suami yang setia menjaga cinta istrinya, santun, lemah lembut. Memiliki ide cemerlang dan pandangan jauh ke depan. Jika ada persoalan keluarga menyapa, ia dengan mudah menemukan solusinya dengan tenang serta memutuskan persoalan dengan lapang.

• Suami yang miskin ide dan pandangan sempit. Jika ia disapa masalah keluarga, ia kurang percaya diri mengatasi persoalan tersebut dan bahkan ia segera berkonsultasi dengan orang yang ia pandang kaya ide dan ketajaman pikiran.

• Suami yang selalu gamang dalam hidup dan hatinya dipenuhi kekhawatiran. Ia tidak memiliki kecerdasan emosional dan tiada pula mau mengikuti nasihat orang bijak.
(Shalih Ahmad al-Syami, mawa’id ash-shahabah).

Saudaraku,
Di sela-sela kesibukannya memimpin Negara dan umat, Umar bin Khattab sama sekali tidak pernah mengabaikan keluarganya. Tidak berkurang sedikit pun perhatiannya terhadap bahtera keluarganya.

Umar boleh menjadi Amirul mukminin di luar sana, tapi di dalam rumah tangga ia tetap menjadi nahkoda yang sangat dibanggakan istri dan anak-anaknya. Di luar sana ia memang memantau keadaan para pemimpin pasukan yang sedang berperang, pejabat, karyawan dan umatnya, tapi di dunia keluarga Umar tak pernah lalai berbagi manfaat kepada para nahkoda keluarga.

Di balik sikapnya yang tegas, mengalir cinta sebening tetesan embun pagi di gunung Himalaya. Ada kelembutan yang memantul dari hatinya yang suci. Ada pancaran cinta dari wajahnya yang teduh.

Dari pengalaman hidupnya yang telah banyak berinteraksi dengan berbagai kalangan, Umar menyimpulkan bahwa orang yang menjadi pemimpin dalam keluarga (suami) terbagi menjadi tiga model.

Pertama, suami berkepribadian menarik; setia memelihara kesuburan dan kelanggengan cinta dalam keluarga, santun, lemah lembut. Memiliki gagasan cemerlang dan pandangan jauh ke depan. Jika ada persoalan keluarga menyapa, ia dengan mudah menemukan solusinya dengan cepat serta memutuskan persoalan dengan lapang dan tepat guna.

Inilah tipe suami dambaan kaum hawa. Setia, tidak mudah tergoda dengan cinta yang lain. Tidak mudah menebar pesona kepada perempuan lain. Karena prinsipnya, ia akan membawa kapal cintanya hingga sampai muara cinta sejati di akherat sana.

Lemah lembut dalam mendidik istri dan anak-anaknya. Tiada kata-kata kasar apalagi amarah dalam meluruskan tulung rusuk yang bengkok. Tapi tidak pula rela jika kebengkokan istrinya tidak diluruskan. Kebaikan istri dan anak-anaknya diberi apresiasi dalam ucapan, sikap dan perilaku. Kesalah pahaman dijadikan sebagai bumbu penyedap cinta di dapur keluarga.

Ia sadar bahwa langit keluarga tak selamanya cerah. Tak selalu berpelangi. Terkadang ada arak-arakan awan yang menggumpal. Terkadang cuaca hati berdebu. Terkadang pula hujan rintik-rintik dan bahkan hujan deras mengucur.

Persoalan dan problematika hidup dalam keluarga adalah keniscayaan. Ia sebagai ujian kematangan pribadi dan ketangguhan suami. Tapi suami model suami pertama ini mampu menyisirinya dengan sebijak mungkin dalam rentang waktu yang sesingkat-singkatnya, tak dibiarkan mengendap berlama-lama. Sehingga perjalanan kapal cinta dalam mengarungi samudera, terasa indah ditatap mata. Serasa elok di sanubari.

Berbagai rintangan dan hambatan di tengah samudera, mampu dilewati dengan kemampuan managerial yang handal dan mumpuni. Sehingga harapan kapal cinta berlabuh di dermaga cinta-Nya, dapat tercipta di alam realita. Bukan sekadar khayalan dan fatamorgana.

Dan tentu tujuan akhir dari kapal keluarga adalah mampu menghindarkan istri dan anak-anak kita dari sengatan api neraka.

Saudaraku,
Kedua, model suami yang miskin ide dan berpandangan sempit serta wawasannya terbatas.

Suami model kedua ini memang berupaya menciptakan keluarganya menjadi baiti jannati, rumahku adalah surgaku. Berbagai upaya telah ia lakukan agar kapal cinta berlayar setenang telaga. Namun karena wawasan hidup berumah tangganya terbatas, modalnya juga pas-pasan, maka seiring dengan berjalannya waktu, nafasnya sering tersengal-sengal, beban berat menggelayut di benaknya.

Jika ia disapa masalah dalam keluarga, ia tampak kurang percaya diri mengatasi persoalan tersebut dan bahkan ia segera menumpahkan persoalan yang dihadapinya dengan berkonsultasi kepada orang yang ia pandang kaya ide dan ketajaman pikiran.

Suami model ini, kurang yakin dengan dasar pijakan kakinya. Kurang mendengar suara hatinya sendiri. Kurang percaya diri dengan kemampuan dan kemapanannya.

Ia sadar, dalam menjalankan bahtera keluarga di lautan yang luas, tidak seindah lukisan alam di hadapannya. Ada karang yang bersembunyi dari jangkauan matanya. Ada ikan hiu yang siap mencaploknya. Ada deburan ombak yang menggoncang kapal cintanya. Ada badai topan yang siap menenggelamkan diri dan keluarganya.

Namun ia tidak tahu cara ia menghindari karang, menjauh dari ikan hiu, menyeimbangkan kapal oleng dari deburan ombak dan tetap tenang dalam menghadapi badai yang datangnya tak terduga-duga dan tak tentu arah.

Oleh karena itu menjaga keluarga; istri dan anak-anaknya sehingga tidak terlena dengan dunia, dapat berjumpa dan berkumpul kembali dalam ridha-Nya di surga sana, terasa begitu berat ia rasakan, menjadi beban yang tidak sederhana untuk dipikulnya.

Syukurnya suami model kedua ini menyadari kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya dan memiliki hati yang terbuka, sehingga ia bisa curhat dan konsultasi dengan orang yang memiliki pengalaman dalam memandu kapal keluarga. Walau pun tidak semua persoalan hidup dan problematika keluarga diceritakan kepada orang lain. Siapa pun orang tersebut. Hatta dengan mertua dan orang tua kita. Terlebih jika hal itu diketahui oleh istri, penadamping hidup kita. Karena akan menurunkan kredibilitas kita sebagai pemimpin dalam keluarga.

Ketiga, model suami yang selalu gamang dalam hidup dan hatinya dipenuhi kekhawatiran. Ia tidak memiliki kecerdasan emosional dan tiada pula mau mengikuti nasihat orang bijak.

Saudaraku,
Suami model ini adalah bencana dan musibah besar dalam kapal keluarga. Bagaimana ia bisa meyakinkan anak dan istrinya, bahwa bahtera cintanya akan melaju lurus dan tenang sampai ke muara ridha-Nya, sementara ia sendiri ragu dan gamang dengan arah perjalanan yang sedang ia tuju.

Bagaimana ia bisa membersihkan kotoran dalam rumah tangganya, sementara ia membawa sampah setiap kali masuk ke dalam rumahnya. Bagaimana ia bisa mengantarkan istri dan anak-anaknya ke surga, sedangkan ia sendiri terombang ambing dalam keragu-raguan.

Suami model ini, memandang riakan kecil dalam perjalanan keluarga, ia anggap sebagai ombak besar yang bisa menggulingkan kapal cintanya. Masukan dan saran dari istrinya, ia pandang sebagai kritikan pedas yang dapat meruntuhkan bangunan keluarga.

Bagaimana ia mampu menjadi imam shalat malam bagi istri dan anak-anaknya, sementara bacaan Fatihah-nya tak jelas makhraj, dan panjang pendeknya.

Sesekali mendung dan berawan di langit keluarga, bisa menjadi hiasan indah untuk dinikmati. Namun jika langit keluarga selalu menghadirkan gumpalan awan tebal, kita khawatir tak lama lagi turun hujan deras yang akan menggenangi rumah tangga kita.

Terlebih ia terlalu menutup diri kepada lingkungan sekitar, sehingga masyarakat tidak tahu apa yang sedang menimpa keluarganya. Allahul musta’an.

Saudaraku,
Mari kita berlomba-lomba mengejar prediket suami model pertama. Berhati-hati agar tak terjatuh ke peringkat dua. Dan bencana besar jika kita tersingkir dari perlombaan dan terlempar ke model suami ketiga.

Di manakah posisi kita sebagai suami? Sesekali boleh bertanya kepada istri kita, niscaya ia akan memberi jawaban yang mungkin mengejutkan kita atau malah membuat kita tersanjung dan tersenyum. Wallahu a’lam bishawab.

(Manhajuna/GAA)

(Visited 454 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Rajab, Sya’ban dan Ramadhan

Manhajuna – Bulan rajab baru saja datang, dan berlalu tanpa terasa. Setelahnya adalah sya’ban, kemudian bulan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *