Oleh: Ust. Hidayat Mustafid, MA.
Dalam kehidupan umat manusia, seharusnya masyarakat Muslim lebih banyak menerima informasi berisikan pesan wahyu ketimbang info local yang kebanyakan tidak bernilai, lebih-lebih di zaman teknologi yang sangat maju ini, terutama di bidang telekomunikasi. Namun yang terjadi sebaliknya. Tidak sedikit dari komunitas Muslim yang memulai harinya dengan membaca Koran bahkan mendahulukannya ketimbang al-Qur’an.
Tidak dipungkiri, membaca berita dan mengetahui situasi lingkungan kehidupan sekitar sangat penting bahkan info tentang dunia luar pun perlu diektahui. Namun pada zaman sekarang ini, media sering kali dijadikan sarana subjektif oleh pihak yang memiliki kepentingan. Oleh karena itu, seritap mulsim yang menginginkan kebaikan dan keselamatan dunia-akhirat perlu memasang filter untuk menyaring segala produk industry media agar yang diteriman dan diambil adalah sesuatu yang bernilai atau berdampak posistif terhadap orientasi keuntungan akhirat.
Orang yang cerdas yang berpegang pada prinsip nilai kebenaran tidak akan mudah terpengaruh oleh derasnya arus informasi yang bisa jadi menggiring pada suatu kepentingan yang dimainkan oleh pelaku yang berkepentingan. Akan tetapi, kebanyakan orang dari masyarakat terbawa arus oleh opini yang menggelinding dengan kuat di media massa; baik media cetak, media elektrik, ataupun media maya.
Pada awal-awal kerasulan Muhammad saw., di kalangan masyarakat tidak ada sarana media cetak apalagi media elekronik. Akan tetapi, opini umum tetap dimainkan oleh para penguasa di masa itu. Oleh karena itu, masyarakat Mekah pada saat itu tidak tertarik atau tidak ingin mengikuti berita kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad yang selama ini dikenal sebagai seorang jujur, bahkan diyakininya tidak pernah melakukan kedustaan.
Hanya sedikit dari masyarakat Mekah yang mengikuti hati nurani dan dengan keberanian mengikuti dan menerima ajaran tauhid yang disampaikan oleh seorang penutup rasul-rasul Allah, Muhammad saw. Termasuk dari bagian orang-orang beruntung adalah al-Thufail bin ‘Amer.
Al-Thufail bin ‘Amer adalah seorang tokoh di suku Daus yang tinggal jauh dari kora Mekah. Ia belum mendengar berita tentang kerasulan Muhammad saw. ini. Pada suatu ketika, ia datang ke kota Mekah dalam kepentingan yang akan diselesaikannya. Baru saja sampai di pinggiran kota Mekah, ia sudah dihadang oleh suatu opini umum yang beredar di kota tersebut dimana ia didekati oleh beberapa pembesar kota Mekah dan terjadi perbincangan serius.
Pembesar Mekah (PM): Siapa Anda dan dari mana berasal?
Al-Thufail bin Amer (TA): Saya al-Thufail bin Amer berasal dari kabilah Daus.
PM : O ya.. Anda Thufail.. seorang pemimpin di kabilah Daus!
TA : Benar.
Para pembesar kota Mekah tersebut saling berbisik dan saling mengingatkan, “Awas! Hati-hati! Kalau orang ini menjadi pengikut Muhammad maka kekuasaan Muhammad akan semakin kuat. Beri dia peringatan agar tidak terpengaruh!”
PM : Apakah Anda sudah mendengar berita tentang Muhammad?
TA : Belum. Saya belum mendengar berita tersebut.
PM : Ingat ! Di Mekah ini ada orang yang bernama Muhammad yang mengaku nabi. Perkataan dan bicaranya sangat menarik. Dengar wahai Thufail, ia adalah seorang tukang sihir. Janganlah sekali-kali Anda mau mendengarkan pembicaraannya karena setiap orang yang mau mendengarkan perkataannya pasti tersihir. Kalau Anda ingin masuk ke dalam kota Mekah, sebaiknya Anda memasang penutup telinga agar tidak terpedaya oleh kekuatan sihirnya.
TA : O ya.. sampai begitu hebatnya?
Thufail pun mengikuti desakan opini tersebut. Kemudian ia mencari kapas untuk menutup lubang telinganya agar tidak mendengar apa-apa yang dikatakan oleh orang yang dianggapnya tukang sihir. Ia terus berjalan ke kedalaman kota Mekah hingga sampai di dekat Ka’bah. Ketika ia menyaksikan seseorang melakukan suatu ibadah di hadapan Ka’bah dengan cara ibadah yang tidak dikenalnya, ia tertarik untuk mengetahuinya. Selesai orang tersebut melakukan ibadah, ia mendekatinya dan bertanya tentang namanya. Ternyata, ia adalah Muhammad. Kemudian ia pun mengikuti Rasulullah saw. ke tempat tinggalnya. Oleh karenanya, diskusi pun terjadi di sana.
Thufail (T): Wahai Muhammad, kaummu memperingatkanku untuk tidak mendengar perkataan dan ucapan yang kamu katakan dan mereka menganggap kamu seorang tukang sihir. Oleh karenanya, saya menutup lubang telingaku. Akan tetapi, setelah aku pikir-pikir, saya ini bukan orang bodoh dan saya sudah banyak pengalaman dan bisa membedakan, mana yang termasuk, syair, sihir, mantra-mantra dan lainnya. Apa sih sebenarnya.. yang kamu sampaikan?
Rasul (R): Aku diutus oleh Allah swt. untuk menyampaikan agama tauhid, mengajak umat manusia agar mengesakanNya, dan hanya beribadah kepadaNya.
Dalam dialog tersebut, Rasulullah saw. menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan aqidah dan keyakinan yang benar. Setelah dialog panjang, Thufail pun merasa puas dan mengucapkan dua kalimat syahadat, masuk agama Islam, dan mohon izin kepada Rasulullah saw. untuk mendakwahakn dienul-haq ini kepada kaumnya.
Ini sebuah contoh orang cerdas yang tidak terpengaruh oleh propokasi media.
Salam
Abu Naufal
(AFS/Manhajuna)