Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Hikmah / Indahnya Memaafkan Kesalahan Orang Lain
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Indahnya Memaafkan Kesalahan Orang Lain

Oleh Ust. Abu Ja’far Fir’adi, Lc.

 

إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ يُنَادِي مُنَادٍ فَيَقُولُ : أَيْنَ الْعَافُونَ عَنِ النَّاسِ ؟ هَلُمُّوا إِلَى رَبِّكُمْ خُذُوا أُجُورَكُمْ ، وَحَقَّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ إِذَا عَفَا أَنْ يُدْخِلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ

“Jika hari kiamat tiba , terdengarlah suara panggilan, “Manakah orang-orang yang dahulu (di dunia) memaafkan kesalahan sesama manusia?. Datanglah kalian kepada Tuhan-mu dan terimalah pahala-pahalamu .Dan menjadi hak setiap muslim jika ia memaafkan kesalahan orang lain untuk masuk surga.” (H.R; Adh Dhahak dari Ibnu Abbas).

Saudaraku,
Siapa di antara kita yang tak pernah mengukir kesalahan dalam hidup. Siapa dari kita yang tak luput dari kekhilafan? Siapa di antara kita yang tak pernah terjerumus ke dalam dosa dan maksiat. Baik itu yang terkait dengan kekhilafan, kesalahan dan dosa kita kepada yang di Atas ataupun dosa dan kekhilafan yang kita perbuat terhadap sesama makhluk yang singgah di permukaan bumi-Nya beberapa saat sebelum ajal menjemput kita.

Selain para nabi dan rasul yang ma’shum, tentu jawabannya tidak ada. Siapapun kita. Pejabat ataupun rakyat. Pemimpin maupun anggota masyarakat. Ustadz maupun santri. Guru maupun murid. Tuan tanah, sopir maupun pembantunya. Manager perusahaan maupun karyawannya. Suami, istri maupun anak-anak. Pengasuh pesantren maupun santri-santrinya. Dan seterusnya.

Selama kita berlabel ‘manusia’, maka kita tak akan luput dari salah dan khilaf. Yang disengaja maupun tidak. Yang besar maupun yang kecil. Karena manusia disebut dengan nama manusia karena ‘linisyanihi’ lantaran kealpaannya.

Namun hal itu bukan menjadi tameng dan alasan bagi kita untuk selalu mengulangi kesalahan dan membiarkan dosa terus kita lakukan tanpa putus. Tanpa ada koreksi diri dan muhasabah. Tanpa ada kata istighfar dan mengakui kekurangan dan kelemahan diri.

Saudaraku,
Jika kita memiliki iman walaupun seberat biji sawi dalam kalbu kita. Mempunyai pelita di dalam jiwa sepudar apapun. Maka jiwa kita akan tersengat saat dosa dan kesalahan kembali diperbuat oleh anggota tubuh kita. Hati akan merintih akibat kekhilafan yang kembali terukir dalam hidup.

Namun, orang yang telah mati benih iman di dalam kalbunya, maka dosa dan maksiat sebesar apapun tak akan dapat membangunkan dirinya dari kelalaian. Bahkan tidur tetap pulas. Senyuman tetap merekah. Langkah tetap ringan untuk diayunkan. Hal itu senada dengan ungkapan sya’ir, “Senjata tajam tak akan dapat melukai jasad yang telah mati.”

Oleh karena itu kematian hati lebih berbahaya daripada kematian jasad. Redupnya cahaya bathin lebih menggelapkan hari-hari kita kita daripada padamnya cahaya lampu di kamar dan ruangan tempat tinggal kita.

Saudaraku,
Dosa dan maksiat adalah belenggu. Artinya kita seakan-akan terpenjara karenanya. Jiwa kita terkekang dan hati seperti menanggung beban yang sangat berat. Tangan seolah-olah terikat, tak memiliki kekuatan dan kebebasan untuk bergerak dan beraktifitas secara normal.

Dosa dan maksiat adalah kegelapan. Yang akan menghitamkan hari-hari kita dan menggelapkan langkah kaki kita menuju keridhaan Allah swt. Ia menciptakan awan mendung di langit-langit hati kita.

Dosa dan maksiat adalah perampok. Yang akan mengambil dengan paksa pundi-pundi amal shalih yang telah kita himpun dan kumpulkan dengan susah payah.

Saudaraku,
Dosa dan kesalahan yang kita perbuat untuk yang di Atas, karena kekurangan kita dalam mentaati rambu-rambu-Nya. Atau karena pelanggaran yang kita lakukan terhadap apa yang dilarang dan diharamkan-Nya. Mungkin cukup kita melantunkan kata istighfar dan bertaubat kepada-Nya.

Tapi kesalahan dan dosa terhadap sesama. Karena merampas hak-haknya. Atau menodai kehormatan dan kemuliaannya. Melukai hati dan menggoreskan luka di kalbunya. Menipu dan melakukan kebohongan terhadapnya. Mengusik ketenangan dan mengganggu kedamaiannya. Bermasalah dalam berinteraksi harta dengannya. Dan yang senada dengan itu.

Untuk dosa dan kesalahan model kedua ini, tidak cukup hanya dengan beristighfar dan bertaubat kepada-Nya. Tapi juga, meminta maaf dan meraih keridhaan orang yang telah kita lukai dan gelapkan hari-harinya.

Saudaraku,
Adakah satu kebahagiaan yang melebihi kebahagiaan kita saat mendapatkan kemaafan dan ampunan dari orang yang pernah kita berbuat dosa dan kesalahan terhadapnya? Orang yang pernah kita lukai perasaan dan hatinya? Mungkin tidak ada. Dan tak akan ada. Sebab ini terkait pula dengan masa depan kita di sana. Di akherat sana.

Arak-arakan awan serasa sirna dari langit hati kita. Beban yang sangat berat yang berada di pundak kita seperti terangkat dan tubuh pun teramat ringan untuk melangkah, melanjutkan perjalanan. Perjalanan menuju ridha-Nya.

Kita tak mampu membendung air mata untuk menetes, pertanda kebahagiaan menggenangi ruang hati kita. Membuka kejernihan alam berpikir kita. Hari-hari kita seolah berpelangi. Cerah, hangat dan berseri seperti sapaan mentari pagi.

Saudaraku,
Oleh karena itu, memaafkan kesalahan dan kekhilafan orang lain merupakan akhlak yang sangat terpuji. Hiasan indah para salafus shalih. Ia memantulkan keistimewaan yang tiada tara. Ada beberapa buah faedah dari memaafkan kesalahan orang lain. Di antaranya:

• Memaafkan kesalahan orang lain merupakan tanda ketakwaan seseorang. Artinya semakin sering kita merealisasikannya dalam kehidupan kita, maka simat ketakwaan kita semakin tampak. Terlebih alasan kita memaafkan orang lain, bukan karena kita lemah tak berdaya. Tak mampu balas dendam. Tapi karena kelapangan dan ketulusan hati kita. Allah menyebut perihal sifat sosok muttaqin dalam firman-Nya, “Dan orang-orang yang memaafkan kesalahan orang lain.” Ali Imran: 134.

• Memaafkan kesalahan orang, merupakan syarat bagi orang yang ingin mendatangi telaga Rasulullah saw di surga. “Barangsiapa yang didatangi saudaranya yang hendak meminta maaf, hendaklah ia memaafkannya. Apakah ia berada di pihak yang benar ataukah yang salah. Apabila ia enggan melakukan hal tersebut (memaafkan), niscaya ia tidak akan mendatangi telagaku di akhirat.” (H.R; Hakim).

• Mendapat kemaafan Allah di hari yang sulit (hari kiamat). “Barangsiapa memaafkan orang lain padahal ia mampu membalasnya, maka Allah memberinya maaf pada hari yang sulit.” (H.R; Thabrani).

• Memaafkan kesalahan orang lain mendapat garansi surga. Jika kita ingin masuk surga, milikilah kunci ini. “Jika hari kiamat tiba, terdengarlah suara panggilan, “Manakah orang-orang yang dahulu (di dunia) memaafkan kesalahan sesama manusia?. Datanglah kalian kepada Tuhan-mu dan terimalah pahala-pahalamu .Dan menjadi hak setiap muslim jika ia memaafkan kesalahan orang lain untuk masuk surga.” (H.R; Adh Dhahak dari Ibnu Abbas).

• Memaafkan kesalahan orang merupakan simbol kesatria. Fudhail bin Iyadh pernah bertutur, “Jiwa kesatria ialah memaafkan kesalahan-kesalahan saudaranya.”

• Memaafkan kesalahan orang lain merupakan akhlak para nabi dan rasul. Artinya kita akan semakin dekat dengan akhlak mereka, jika kita mampu mengikuti kebiasaan mereka.

• Memaafkan kesalahan orang lain, akan membuahkan cinta Allah dan para makhluk-Nya di bumi.

• Memaafkan kesalahan orang lain, akan mengalirkan do’a-do’a tulus dari manusia. Dan seterusnya.

Saudaraku,
Jika ada orang yang datang kepada kita meminta maaf atas segala khilaf yang pernah dia ukir dalam hidup, maafkanlah kesalahannya. Walaupun mungkin sangat berat kita lakukan. Memerlukan usaha dan perjuangan yang tidak ringan. Bukan pekerjaan yang mudah.

Allah swt berfirman, “Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu?.” (Q.S; An Nuur: 220).

Dan juga Nabi saw pernah memberi warning kepada kita dengan sabdanya, “Barangsiapa yang tidak mau memberi maaf kepada orang, maka ia tidak akan diberi ampun.“ (H.R; Ahmad).

Saudaraku,
Mari kita merendah hati untuk selalu meminta maaf kepada orang lain atas segala khilaf dan salah yang pernah kita perbuat terhadapnya. Karena hal ini melambangkan ketulusan hati kita dan kesadaran atas kelemahan dan kekurangan diri kita.

Dan tentu kita membuka hati untuk memaafkan kesalahan dan kekhilafan orang lain. Baik ia meminta kepada kita atau tidak. Karena hal ini mengindikasikan keluhuran dan kelapangan dada kita.

Dan kita selalu memohon hidayah-Nya, agar kita senantiasa memiliki jiwa yang lapang dan mudah memaafkan kesalahan orang lain. Wallahu a’lam bishawab.

Metro, 14 Mei 2013

(AFS/Manhajuna)

(Visited 13.684 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Tahun Baru = Jatah Usia Kita Semakin Berkurang

Oleh: Ustadz Fir’adi Nasruddin, Lc » يا مُحَمَّدُ، عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ ، وَأَحْبِبْ مَنْ أَحْبَبْتَ …

5 Komentar

  1. Hestii arum sarii

    Tapi sulit memaafkan org yg menggoda suamiku .

  2. 🙂

  3. Thanks for sharing. Semoga bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *