Oleh Ust. Abu Ja’far Fir’adi, Lc.
« يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ«
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan. Dan janganlah kamu mengikuti jejak langkah setan. Karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” Al Baqarah: 208.
Saudaraku,
Barangkali kita masih mampu membaca dengan jelas strategi racikan setan dan mengenal tipu dayanya berupa maksiat.
Barangkali kita mampu mendengar dengan jelas bisikan lembutnya kala mengajak kita melakukan dosa dan penyimpangan.
Dan kita masih mampu menggelengkan kepala pertanda penolakan keras terhadap tawaran-tawaran panasnya.
Tapi yang paling berat kita rasakan adalah saat setan memberi kita pakaian ketaatan, gamis kebajikan dan sarung amal shalih serta sajadah ibadah. Yang karenanya sering kita tergelincir dan terjatuh saat mendaki puncak ubudiyah kepada Allah swt. Kita silau dengan lampu pujian. Bangga dengan prestasi dan terpedaya dengan keadaan di sekitar kita.
Dan itulah yang diisyaratkan oleh DR. Mustafa Siba’i rahimahullah dalam salah satu karyanya yang fenomental “hakadza ‘allamatnil hayat”. Ia bertutur,
Setan memancing kita untuk mendekati wanita (jelita) dengan dalih ia adalah insan lemah yang memerlukan perhatian istimewa.
Ia menawarkan kita untuk menundukan dunia dengan dalih agar dunia tidak menguasai dan mempermainkan kita.
Ia mengajak kita mendekati orang-orang yang berperangai buruk dengan alasan agar kita dapat memberi hidayah kepada mereka.
Ia membawa kita ke perkumpulan orang-orang zalim dengan dalih untuk membenahi perkampungan tersebut.
Ia mengajak kita untuk mengamati kesalahan dan kelemahan orang yang berseberangan dengan kita dengan dalih untuk membuka pintu amar ma’ruf dan nahi munkar.
Ia mengajak kita memisahkan diri dari jam’ah (yang kita berjuang di sana) dengan dalih menyuarakan kritik kebenaran dari luar (karena ada sisi kelemahan dalam jama’ah tersebut).
Ia mengajak kita menarik diri dari medan dakwah dengan argument fokus membenahi diri sendiri dan keluarga.
Ia mengajak kita meninggalkan amal shalih dengan dalih beriman kepada takdir.
Ia mengajak kita untuk mengabaikan majlis ilmu dengan alasan menyibukkan diri dengan ibadah.
Ia mengajak kita meninggalkan ladang jihad dengan dalih bahwa manusia sangat membutuhkan sentuhan nasihat kita.
Ia mengajak kita meninggalkan sunnah dengan dalih mengikuti jejak orang-orang shalih.
Ia mengajak kita sesekali waktu berbuat sewenang-wenang dengan dalih agar kita memiliki rasa tanggung jawab di hadapan Allah dan mengukir sejarah (dengan merubah kesewenang-wenangan itu).
Ia mengajak kita sesekali waktu berlaku zalim terhadap sesama dengan dalih menghadirkan rasa kasih sayang terhadap orang-orang yang teraniaya.
Saudaraku,
Dalam banyak ayat Allah SWT memperingatkan kita agar waspada terhadap tipu daya setan. Di antaranya adalah firman-Nya,
“Dan janganlah kamu mengikuti jejak langkah setan. Karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” Al Baqarah: 208.
Ayat di atas, menjelaskan bahwa setan itu menggelincirkan bani Adam selangkah demi selangkah. Setapak demi setapak. Sejengkal demi sejengkal. Bisikan lembutnya sering membuat kita tertidur. Dan begitu seterusnya.
Hasilnya memuaskan. Terkadang kita harus jatuh bangun menghadapi perangkapnya. Terlebih di awal musim panas ini, tawaran AC kesejukan dan kediaman yang asri serta taman yang indah. Sering membuat kita terperosok ke jurang kenistaan.
Saudaraku,
Kecantikan wanita, yang terpoles anggun dengan aura kepolosannya. Terkadang ia dapat menaklukan pria manapun yang melihatnya. Tidak terkecuali orang yang telah mendalami agama ‘ustadz dan santri’ sekalipun.
Tersebut dalam kitab “hilyatul auliya”, bahwa Umar bin Abdul Aziz pernah mewanti-wanti penasihatnya, Maimun bin Mahran, agar tidak berdua-duaan dengan wanita meskipun dengan alasan mengajarkan al Qur’an,
“Aku berwasiat kepadamu dengan wasiat yang harus engkau jaga. Janganlah engkau berdua-duaan dengan wanita yang bukan mahrammu, walau batinmu berkata bahwa engkau akan mengajarinya al Qur’an.”
Jika hal ini pesan Umar bin Abdul Azis untuk penasihatnya yang teramat shalih; Maimun bin Mahran, apatah lagi untuk kita, yang tentu kadar keshalihan kita tak layak disandingkan dengannya.
Maka berhati-hatilah kita dengan ujian yang satu ini, fitnah wanita. Sejarah mencatat, bani Israil terpuruk karena fitnah wanita.
Saudaraku,
Ada orang yang menarik diri dari perjuangan bersama kafilah dakwah, kelompok shalihin. Ia berkeyakinan bahwa dengan berada di luar jama’ah ia bisa leluasa memberikan kritik dan teguran-teguran obyektif yang membangun.
Namun, fakta berbicara bahwa hidup menyendiri dan menyingkir dari keramaian para pejuang kebenaran, sering membuat kita semakin jauh dari al haq. Suara kebenaran semakin jauh terdengar di telinga. Kita cenderung mudah bangga diri dengan prestasi yang diraih. Atau semakin terpuruk jatuh, saat kegagalan akrab menyapa diri kita.
Untuk itu bergabung dengan kafilah orang-orang shalih, merupakan karunia agung yang harus selalu kita syukuri. Inilah jalan yang harus kita lalui agar kita tetap konsisten dalam ketaatan. Terwarnai celupan keshalihan mereka.
Adapun kekurangan dan kelemahan dalam sebuah kafilah dakwah yang tampak dalam kaca mata zahir kita, itu lumrah. Karena mereka bukanlah kafilah para malaikat. Yang tanpa cela dan dosa.
Tapi kafilah shalihin, bukan pula kafilah setan yang selalu berbuat dosa dan maksiat. Menerjang rambu dan terseret dalam pelanggaran.
Sejatinya, kita adalah kafilah manusia biasa. Bukan kelompok para nabi dan shiddiqin. Yang sedikit memiliki perangai seperti malaikat. Namun, lebih dominan mengikuti akhlak para pengganggu jalan keshalihan kita, yakni setan durjana.
Untuk itu saudaraku,
Mari kita waspada dengan bujuk rayu dan godaan setan yang telah menggelincirkan banyak orang. Kita selalu memohon perlindungan kepada Allah swt, Zat Yang Maha Kuat. Agar kita selalu istiqamah di atas jalan ketaatan.
Karena tanpa berpegangan dengan tangan-Nya, kita rawan terpelanting dan tercebur ke dalam jurang yang dalam. Wallahu a’lam bishawab.
Metro, 28 Mei 2013
(AFS/Manhajuna)