Oleh : Ustadz Satria Hadi Lubis
Manhajuna – Imam Syafi’i adalah seorang ulama besar yang sulit dicari tandingannya pada zaman itu hingga zaman sekarang. Selain ilmunya luas & dlm, amal ibadahnya juga luar biasa.
Namun, imam yg memiliki nama asli Muhammad bin Idris itu tak pernah membanggakan diri. Apalagi ketika sakit & merasa ajal semakin dekat. Ketika itu Al Muzani menemui Imam Syafi’i.
“Wahai Abu ‘Abdillah, bagaimana kondisimu?” tanya Al Muzani.
“Aku akan pergi meninggalkan dunia,” jawab Imam Syafi’i, “Akan meninggalkan saudara-saudaraku, akan bertemu dengan amal burukku, akan kembali kepada Rabbku. Aku tidak tahu apakah ruhku akan ke surga hingga mengucapkan selamat kepadanya. Atau ke neraka hingga aku mengucapkan duka cita padanya”
Setelah itu, sambil menangis Imam Syafi’i bersyair:
Ketika hatiku keras & jalanku sempit
Aku jadikan harapanku tanpa ampunan-Mu berserah
Dosaku sangat besar ketika aku menyertainya
Dengan ampunanMu wahai Tuhanku, ampunan-Mu lebih besar
Engkaulah yang mengampuni segala dosa
Engkau Maha baik & memaafkan
Jika Imam Syafi’i saja merasa banyak dosa, bagaimana dengan kita? Padahal Imam Syafi’i biasa membagi malamnya menjadi 3 bagian; sepertiga untuk menulis (karenanya lahirlah Al Umm, Ar Risalah, & lebih dari 100 kitab lainnya), sepertiga untuk shalat malam, & sepertiga untuk tidur.
Jika Imam Syafi’i saja khawatir masuk neraka, bagaimana dengan kita? Padahal Imam Syafi’i biasa shaum sunnah & tilawah. Beliau juga zuhud & qana’ah. Soal kedermawanan, Imam Syafi’i di zamannya adalah orang yang paling banyak bersedekah.
Imam Syafi’i dikenal hidup sangat sederhana. Tidak jarang ia kehabisan bekal untuk 1 hari itu. Namun begitu ia memiliki harta, ia segera membagi-bagikannya. Pernah suatu hari seseorang menyampaikan amanah sekantung uang kepada Imam Syafi’i yang hendak pergi ke masjid. Tiba-tiba sebelum masuk masjid ada seorang laki-laki yang menghentikannya. “Tolonglah aku wahai Imam, istriku hendak melahirkan & aku tidak memiliki apa-apa.” pintanya dengan suara mengiba. Maka tanpa pikir panjang, Imam Syafi’i langsung memberikan kantung berisi uang tersebut kepada laki-laki itu.
(Manhajuna/GAA)